jpnn.com - LAMA berdagang di Tanah Abang, Jakarta membuat Anna tahu bagaimana perilaku konsumennya. Termasuk kapan konsumennya ramai berbelanja, yakni ketika menjelang Ramadan.
“Tahun ini berbeda dari tahun lalu, biasanya di bulan kedua orang sudah ramai berbelanja, tahun ini mundur sebulan,” kata wanita 41 tahun itu.
BACA JUGA: HEBOH! Rumah Sakit Terindikasi Terlibat Peredaran Vaksin Palsu
Bila Ramadan tiba, Anna mengaku sampai kewalahan menghadapi pesanan dari pelanggan, bahkan sering kali kekurangan. “Stok barang saya sering tidak cukup. Jadinya saya seperti utang barang pada pelanggan,” ungkapnya.
Namun, kini Anna sudah punya solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Beruntung, di kampungnya, Majenang, Jawa Tengah, banyak yang sebagai penyedia jasa makloon.
BACA JUGA: Asyik, Sekarang Ikan Semakin Banyak
Sembari berbagi rezeki, Anna memberdayakan para penyedia jasa makloon itu untuk membantunya memproduksi pakaian. Anna memasarkan produk miliknya dengan harga di kisaran Rp 75-Rp 155 ribu.
“Selain di Jakarta, saya juga ada (CMT) di Majenang. Kini saya sudah jarang kekurangan stok barang lagi. Ini menjadi cara saya membangun kepercayaan dari pelanggan,” katanya.
BACA JUGA: Polda Siap Fasilitasi KPK Periksa Ajudan Nurhadi di Poso
Anna mengakui, kepercayaan pelanggan merupakan hal yang sangat mahal harganya. Tak heran, dengan pelayanan yang prima, Anna kini punya pelanggan di Surabaya, Purwokerto, Bandung dan Kudus. Bahkan, produknya sudah merambah sampai ke Malaysia dan Filipina.
Berkat kerja kerasnya, saat ini Anna sudah punya empat toko. Di mana dua toko dengan status hak milik dan sisanya sewa. Soal tren, Anna juga mengaku terus mengikuti tren yang sedang ramai di pasar.
“Rancangan baru juga bisa datang ketika saya tiba-tiba mendapat inspirasi ketika sedang jalan-jalan,” tutur Anna.
Tak sampai di situ. Kini, Anna juga mulai merambah ke bisnis makanan dan minuman. “Saya masuk bisnis ini karena memang saya suka makan. Jadi, saya buat saja rumah makan,” pungkasnya. (adv/bca/chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penyandera Tujuh WNI Berbahasa Tagalog, Pihak Perusahaan tak Paham
Redaktur : Tim Redaksi