Hebat, Taryan Dedikasikan Hidupnya Untuk Mengurus ODGJ

Kamis, 13 Mei 2021 – 18:15 WIB
Ketua Yayasan Belajar Bersama Taryan berkunjung di Desa Cibanteng, Kecamatan Parungponteng, Tasikmalaya, Jawa Barat untuk melihat orang yang dipasung akibat gangguan jiwa atau dikenal dengan istilah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Foto: Humas Kemensos

jpnn.com, TASIKMALAYA - Tepat pukul 10 pagi, Taryan, 52 tahun, menginjakkan kakiknya di Pool Bus Budiman, Tasikmalaya.

Setelah menempuh perjalanan 100 Km lebih dari kota Bandung asalnya, Taryan masih harus melanjutkan perjalanan menuju Desa Cibanteng, Kecamatan Parungponteng untuk merespons kasus adanya pemasungan di daerah tersebut.

BACA JUGA: Kemensos Bawa 200 ODGJ dari Liponsos Surabaya ke Balai Sukabumi dan Pati

Sejak tahun 2014, Taryan disibukkan dengan kegiatan sebagai Ketua Yayasan Belajar Bersama yang bergerak di bidang sosial dalam penangangan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) baik yang mengalami pemasungan maupun yang ditelantarkan.

“Saya mengurus pasien ODGJ dari yang tidak memiliki jaminan kesehatan, lobi dengan pihak rumah sakit maupun edukasi dengan pihak desa dan keluarga,” ujar Taryan saat ditemui di Desa Cibanteng.

BACA JUGA: 28 ODGJ asal Kabupaten Pangandaran Direhabilitasi Gratis di RSJMM Bogor

Penanganan ODGJ, menurut Taryan, memerlukan tindakan yang sangat serius dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Mulai dari visitasi dan pembinaan keluarga pasien, lingkungan sekitar maupun pasca-keluar dari rumah sakit jiwa ataupun Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Mental (BRSPDM) milik Kementerian Sosial RI (Kemensos).

Pelayanan Taryan di bidang sosial penanganan ODGJ bermula saat dirinya dan istri menonton berita di televisi terkait adanya puluhan warga di sebuh desa yang mengalami gangguan jiwa.

BACA JUGA: Gangguan Jiwa Meningkat selama Pandemi, Nakes dan Pasien Covid-19 Butuh Hiburan

Saat itu hatinya tergerak dan langsung melakukan visitasi ke desa tersebut. Saat itulah pelayanan sosial Taryan dimulai.

Respons Cepat

Taryan mengatakan dirinya selalu merespons dan bergerak cepat setiap ada laporan kasus ODGJ yang dia terima. Hal ini merupakan prinsip dasar yang diterapkan pada Yayasan sosial miliknya.

“Atas dasar kemanusiaan, mau tidak ada jaminan kesehatan, tidak ada biaya maupun prosedur ke rumah sakitnya rumit, yang penting pasien bisa dievakuasi dulu. Tidak tega melihat manusia sampai dipasung begitu,” imbuhnya.

Tak jarang Taryan harus menjual barang pribadi miliknya untuk menambah dana guna evakuasi pasien.

Respons cepat terhadap kasus pemasungan terhadap ODGJ tentunya memiliki permasalahannya sendiri.

Salah satu faktor yang paling sering ditemui di lapangan adalah adanya halangan dari pihak keluarga yang memang tidak mau terpisah dari anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa bilamana harus dipindahkan ke lokasi perawatan.

Oleh karena itu, peran dari berbagai sektor sangat penting dalam memberikan edukasi kepada pihak keluarga terkait proses perawatan ODGJ.

Ujang Sukmana, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Parungponteng mengatakan proses evakuasi pasien ODGJ acap kali tidak mendapat restu dari pihak keluarga dikarenakan lokasi perawatan yang dirasa jauh oleh pihak keluarga

“Seperti yang kita hadapi sekarang ini, proses evakuasi terhadap pasien gangguan jiwa di Desa Cibanteng yang dipasung tidak diperbolehkan oleh pihak keluarga. Padahal sudah jelas ada  Undang-Undang yang mengatakan tidak lagi boleh ada pemasungan,” ujar Ujang.

Mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, Pasal 86, pihak-pihak yang melakukan pemasungan maupun penelantaran terhadap ODGJ, dapat dikenakan hukum pidana.

Oleh karena itu, perlu pendekatan edukasi yang humanis kepada keluarga pasien sehingga dapat dilakukan perawatan yang layak kepada pasien.

Berkoordinasi dengan Kemensos

Tujuh tahun perjalanannya di bidang sosial, Taryan kerap melakukan koordinasi dengan Kemensos terkait proses evakuasi dan perawatan ODGJ.

BRSPDM Phala Martha, salah satu Balai Rehabilitasi milik Kemensos yang berada di Sukabumi, Jawa Barat sering kali menjadi tempat rujukan bagi pasien yang ditangani oleh Yayasan Belajar Bersama.

Kemensos sendiri berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas memilik peran dan fungsi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pengasuhan/perawatan sosial, terapi dan dukungan keluarga bagi penyandang disabilitas mental.

Sebelum meninggalkan Desa Cibanteng untuk respons kasus selanjutnya, Taryan menyampaikan mimpinya.

Dia ingin suatu saat nanti memiliki Panti Sosial miliknya sendiri yang dapat menangani berbagai permasalahan sosial, terutama memberikan perawatan bagi orang-orang dengan gangguan jiwa.(jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler