Heboh! Pengacara Ditangkap saat Keluar dari Toilet Pengadilan

Jumat, 29 Juli 2016 – 06:15 WIB
SS (tengah) diapit Kasubag Humas Iptu Hardy dan penyidik Unit Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda, yang menangani kasusnya. Foto: Safri/Samarinda Pos

jpnn.com - SAMARINDA -  Polisi menangkap seorang pengacara inisial SS (49) saat keluar dari toilet Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Dia tak bisa berkutik karena sejumlah polisi berpakaian sipil dan polisi berbaju dinas mengelilinginya dengan membawa surat perintah penangkapan, Selasa (25/7).

BACA JUGA: Bisnis Haram di Lapas Itu Dikendalikan Sipir

Polisi terpaksa menguntit SS yang berusaha menghindar lantaran sebelumnya ia yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penipuan sesuai pasal 378 KUHP dan penggelapan pasal 372 KUHP, tak memenuhi dua kali panggilan hingga diterbitkannya Daftar Pencarian Orang (DPO).

SS ditangkap polisi karena dilaporan seorang pengusaha berinisial Br. Dalam laporan resminya 29 Desember ?2015, Br menuding SS telah melakukan penipuan dan penggelapan uang senilai Rp 200 juta. Uang itu semestinya diperuntukan membayar cicilan utang ke salah satu bank swasta.

BACA JUGA: Polisi Temukan Barang Bukti Baru Terkait Pembunuhan Wanita Berjilbab Itu

"Terlapor (SS, red) hanya menyetorkan uang Rp 25 juta ke bank yang dimaksud, sedangkan sisanya tak disetorkan terlapor dengan alasan uang tersebut adalah honor sebagai kuasa hukum pelapor (Br, Red)," terang Kasubag Humas Polresta Samarinda Iptu Hardy kepada Samarinda Pos (Jawa Pos Group) kemarin.

Berdasarkan penyidikan yang dilakukan polisi, sisa uang Rp 175 juta yang tak disetorkan ke bank itu ternyata dibagi dua. SS mendapat Rp 100 juta, sedangkan seorang pengacara lain berisinisial M menerima Rp 75 juta.

BACA JUGA: Polisi Periksa Keluarga dan Teman Dekat Korban

"Namun pembagian itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan pelapor serta tanpa bukti kwitansi yang menyebutkan jika uang tersebut untuk membayar honor terlapor sebagai kuasa hukum," terang Hardy.

Adapun yang dijadikan bukti kuat polisi untuk memproses kasus penipuan dan penggelapan itu yakni selembar kwitansi yang dibuat Br lalu diserahkan kepada SS.

"Kwitansi itu dibuat pelapor 11 Mei 2011 lalu," tutur Hardy sembari memperlihatkan copian kwitansi yang ditandatangani SS di atas materai.

Sementara itu, SS yang sudah resmi ditahan sejak Selasa lalu tak menampik tuduhan telah menerima uang sebesar Rp 200 juta dari Br.

"Uang itu sebagai cicilan utang karena rumahnya mau dieksekusi dan dilelang bank," tutur SS.

Namun ketika uang tersebut ia bawa untuk disetorkan ke bank, kuasa hukum beserta pihak bank menolaknya. "Karena yang harus dibayar sebenarnya Rp 574 juta," beber SS.

Karena tak diterima, SS lantas memberi tahu kepada Br perihal penolakan itu.

"Saya bilang bagaimana degan uang ini. Dan dia (Br, Red) atur saja yang penting rumah saya tak dieksekusi dan dilelang," ucap SS.

SS menjelaskan, utang yang harus dibayar Br sebenarnya mencapai Rp 1,4 miliar. Namun SS berusaha agar jumlah tersebut bisa diturunkan.

"Nah saya buat surat ke banknya di pusat dan mendapat jawaban. Akhirnya utang diturunkan menjadi Rp 300 juta," ujar SS.

Mengenai digunakannya uang Rp 175 juta untuk pembayaran honornya dan rekannya sebagai kuasa hukum. SS menegaskan sudah mendapat izin dari Br secara lisan.

"Karena saya sudah dia anggap adik. Jadi kami saling percaya, tak tahunya saya malah dilaporkan," pungkasnya.(oke) 

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak Penuturan Teman Sekampus soal Wanita Berjilbab yang Dibunuh Itu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler