jpnn.com, JAKARTA - Rohaniawan Katolik Romo Benny Susetyo turut berkomentar perihal perempuan berjilbab di Semarang menikah di gereja yang videonya viral di medsos.
Pria yang beken disapa Romo Benny itu mengakui dalam gereja Katolik memang diatur soal pernikahan beda agama (baca: Kitab Hukum Kanonik).
BACA JUGA: Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Bukhori: Tantangan Bagi Menag
Untuk diketahui, Kitab Hukum Kanonik atau Codex Iuris Canonici, merupakan salah satu buku penting yang memuat peraturan/norma bagi semua umat Katolik. Artinya, hukum kanonik adalah hukum gerejawi internal yang mengatur Gereja Katolik.
Menurut Romo Benny, untuk melangsungkan pernikahan beda agama harus mendapat izin gereja.
BACA JUGA: Viral Perempuan Berjilbab Menikah di Gereja, Begini Isi Lengkap Fatwa MUI soal Perkawinan Beda Agama
“Dalam gereja Katolik itu, ada beberapa pernikahan beda agama. Ada mekanisme dalam Hukum Kanonik yakni harus mendapat izin gereja,” kata Romo Benny saat dihubungi JPNN.com, Selasa (8/3).
Menurut anggota BPIP itu, ada dispensasi dalam gereja perihal pernikahan beda agama.
BACA JUGA: Walubi: Bila Berjodoh, Pernikahan Beda Agama tak Bisa Dihindari
"Di dalam gereja Katolik, ada dispensasi meskipun penganut (mempelai) menjalankan agamanya masing-masing itu," kata Benny.
Benny lantas membeberkan sejumlah syarat dispensasi pernikahan beda agama dalam ajaran Katolik.
Menurut Romo Benny, pernikahan beda agama bisa dilakukan setelah mendapat dispensasi dari pemimpin gereja. Adapun dispensasi diberikan jika terpenuhi syarat-syarat sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Hukum Kanonik.
Pertama, pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberi janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik.
Kedua, mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak Katolik itu pihak lain hendaknya diberi tahu pada waktunya, sedemikian jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.
Ketiga, kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya.
Keempat, pernikahan beda agama dianggap sah jika dilakukan di hadapan romo dan dua orang saksi.
Sebelumnya, warga Kota Semarang dihebohkan unggahan video di TikTok yang memperlihatkan pernikahan pasangan beda agama.
Sejak diunggah pada Minggu (6/3) pukul 19.00 WIB, video berdurasi 13 detik itu telah ditonton 1,6 juta kali.
Unggahan tersebut menunjukkan sepasang pengantin tengah menjalani prosesi pernikahan di sebuah gereja. Di antara kedua mempelai itu ada seorang pastor.
Pengantin perempuan dalam video itu tampak memakai hijab, sedangkan mempelai prianya mengenakan jas hitam.
Konselor Pernikahan Beda Agama Ahmad Nurcholis mengatakan prosesi tersebut terjadi di Kota Semarang.
“Saya menjadi saksi pernikahan beda agama itu kemarin Sabtu," ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan, Senin (7/3).
Menurut Nurcholis, akad nikah dan pemberkatan sepasang pengantin itu dilakukan di dua tempat terpisah.
Prosesi akad nikahnya dilaksanakan di sebuah hotel, sedangkan pemberkatannya dilakukan di Gereja St. Ignatius, Krapyak.
Nurkholis menjelaskan pasangan beda agama itu menjalani proses sekitar dua tahun hinga akhirnya mencapai pernikahan.(cr3/jpnn)
Berikut ini aturan soal halangan dan/atau pengecualiaan pernikahan beda agama dalam Kitab Hukum Kanonik:
BAB III
HALANGAN-HALANGAN YANG MENGGAGALKAN PADA KHUSUSNYA
Kanonik 1086
1. Perkawinan antara dua orang, yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima di dalamnya dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah.
2. Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, kecuali telah dipenuhi syarat-syarat yang disebut dalam kanonik 1125 dan 1126.
3. Jika satu pihak pada waktu menikah oleh umum dianggap sebagai sudah dibaptis atau baptisnya diragukan, sesuai norma kanonik 1060 haruslah diandaikan sahnya perkawinan, sampai terbukti dengan pasti bahwa satu pihak telah dibaptis, sedangkan pihak yang lain tidak dibaptis.
Bab VI
Perkawinan Campur
Kanonik 1125 – Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik;
2) Mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak Katolik itu pihak yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik;
3) Kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya.
Kanonik 1126 – Adalah tugas Konferensi para Uskup untuk menentukan baik cara pernyataan dan janji yang selalu dituntut itu harus dibuat, maupun menetapkan cara hal-hal itu menjadi jelas, juga dalam tata-lahir, dan cara pihak tidak katolik diberitahu.
Sumber: Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) https://komkat-kwi.org/2014/04/11/kitab-hukum-kanonik/
Redaktur : Friederich
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama, Friederich