Heboh Siswa Kelas V SD Hampir Setiap Hari Hajar Temannya

Sabtu, 07 Oktober 2017 – 00:05 WIB
Siswa SD. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

jpnn.com - Dunia pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, belakangan dihebohkan kasus Ad, bocah kelas V SD yang dikenal sangat nakal.

Dia disebut kerap memukuli dan memalak teman sebayanya. Walhasil, dia dikeluarkan dari sekolah dan dikembalikan kepada orangtuanya.
-----
Tragedi putus sekolah itu terjadi 28 September lalu, di Kecamatan Antang Kalang. Dewan guru bersama UPT dan Staf Dinas Pendidikan Antang Kalang melakukan rapat dan memutuskan mengeluarkan bocah tersebut.

BACA JUGA: Pemko Surabaya Siapkan Anggaran untuk Anak Putus Sekolah

Mereka sepakat mengaku keberatan dan tidak sanggup lagi mendidik, membina, serta mengajar Ad.

Hal itu kemudian diberitahukan kepada orangtua sang bocah melalui sebuah surat dengan nomor 412_2/870/68/IX/2017 yang juga ditembuskan untuk Kepala UPT Disdik, komite sekolah, dan Camat Antang Kalang.

BACA JUGA: Sempat Terjerumus di Dunia Hitam, Kini Sukses di Dunia Literasi untuk Anak Jalanan

Hingga kini Ad yang sudah tak bisa lagi melanjutkan sekolah. Murid SD tersebut sudah kebangetan nakalnya.

Camat Antang Kalang Berdikari menjelaskan, setelah menerima surat tembusan dari pihak sekolah, dirinya sudah mencari tahu kejadian yang sebenarnya.

BACA JUGA: Masih ada 200 Ribu Anak Putus Sekolah di Bekasi

Semua berawal pada Selasa 26 September 2017, Ad dipukuli sebanyak tiga kali oleh gurunya berinisial PPG yang sudah marah atas perilaku nakalnya. Dia dipukul di mulut dan hidung, kepala belakang, serta punggung.

Pemicunya, Ad disebut kerap memalak dan memukul teman satu sekolahnya. Hampir setiap hari berbuat onar, meski sudah ditegur oleh beberapa guru berulang-ulang.

”Setelah saya konfirmasi memang benar kejadian itu. Anak itu sudah pindah sekolah empat kali, mulai dari Desa Tumbang Gagu, Sungai Puring, Satuan Permukiman (SP) 4, dan terakhir kejadian di Tumbang Kalang. Permasalahannya juga sama, sering memukul temannya,” ungkap Berdikari, Rabu (4/10).

Permasalahan tersebut sempat diperkarakan orangtua An, siswa yang dipukuli Ad, ke Polsek Antang Kalang. Namun, sudah diselesaikan dengan uang Rp 5 juta rupiah sebagai kompensasi tuntutan untuk biaya berobat sang anak.

”Sekarang (masalah) sudah selesai. Iya, anak itu tetap tidak diterima pihak sekolah, artinya dikembalikan kepada orangtuanya agar membina dan menasihati sang anak. Karena dari guru sudah tak sanggup lagi,” jelasnya.

Semasa bersekolah, Ad tidak tinggal bersama kedua orangtuanya, melainkan bersama keluarga ortunya. Ayahnya yang bekerja sebagai penambang emas, dan jarang bersama anaknya.

”Kami juga binggung jadinya, tidak ada sekolah yang mau menerimanya,” keluh Berdikari.

Perilaku Ad dinilai sulit diubah tanpa dukungan penuh dari orangtuanya. Masa depannya tak akan terjamin jika dia hanya bersekolah sampai kelas V SD saja.

Berdikari menceritakan, kerapkali Ad ketahuan memukul temannya. Ketika ditanyakan gurunya siapa yang memukul bocah ini, dengan tegas dia menjawab, ”Aku yang memukul.” Dia seperti anak yang tidak merasa bersalah.

Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kotim Bima Ekawardhana menjelaskan, pihaknya belum mengetahui kejadian yang sebenarnya. Sebab belum ada laporan dari UPT Disdik Antang Kalang.

”Kebenaranya kami tidak tahu, karena belum ada laporan. Baik dari Kepala UPT Disdik Antang Kalang maupun kepala sekolah yang bersangkutan,” kata Bima.

Apakah keputusan untuk mengeluarkan Andika dari sekolah sudah final tanpa menimbang nasib dan masa depannya nanti? Bima mengaku akan segera menyelesaikan masalah tersebut.

Dirinya sudah mengetahui cerita kejadian yang membuat Ad kini putus sekolah.

”Setelah kami hubungi (Camat Antang Kalang) lewat telepon, katanya memang begitu (kejadiannya). Itu yang akan kami pelajari dulu. Saya akan tugaskan pejabat/staf untuk turun ke lokasi,” pungkasnya.

Sementara itu, pemerhati perempuan dan anak sekaligus Ketua LSM Lantera Kartini Forisni Aprilista menanggapi serius permasalahan tersebut.

Dirinya tak sepakat jika ada sekolah mengeluarkan muridnya dengan alasan kenakalan para bocah ingusan.

”Sebenarnya anak yang seperti ini tidak seharusnya diberhentikan. Tetapi diberikan pembinaan mental, ini sangat diperlukan dengan kerja sama antara orangtuanya dan pihak sekolah. Orangtua harus punya komitmen yang kuat untuk dapat benar-benar mendidik anak,” ungkap Forisni.

Ditambahkannya, dalam permasalahan ini tentunya kondisi si anak sudah sangat jauh tersesat dalam perilaku yang mungkin didapatnya dari lingkungan pergaulan dan juga pola didik yang salah dari orangtua.

”Ada baiknya si anak dicarikan tenaga ahli yang dapat membantu dalam mengarahkan perilaku anak menyimpang. Bisa melibatkan psikolog dan juga guru agama, tetapi yang terpenting adalah peran orangtua di rumah, itu perlu digarisbawahi. Karena sangat menentukan keberhasilan mengubah perilaku anak yang sudah terlanjur menyimpang,” imbuhnya.

Kejadian ini terbilang baru dan langka di Kotim. Dia menentang tegas kebijakan menghentikan anak SD tersebut tanpa melakukan upaya lainnya.

Forisni berharap ada langkah yang baik agar masa depan Ad tetap diperjuangkan. Kenakalan anak-anak sudah biasa dan diketahui serta dirasakan oleh semua orangtua. Namun memang ada sedikit berbeda jika kejadian itu di wilayah pedalaman.

”Karena jauh di pedalaman, orangtuanya harus mengambil langkah tepat untuk menyelamatkan masa depan si anak. Misalnya si anak dimasukkan ke sekolah yang pendidikan agama lebih ketat dalam hal disiplin. Baik untuk mengubah sikap nakalnya, tentu dengan catatan, orang tua harus terbuka tentang perilaku anak yang menyimpang, sehingga bisa melibatkan pihak yang berkompeten dalam mengembalikan perilaku anak. Penting, anak juga perlu dijauhkan dari lingkungan pergaulannya saat ini,” tandasnya. (mir/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 90 Persen Anak Masuk Panti Asuhan Karena Ingin Sekolah


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler