jpnn.com, JAKARTA - Pernikahan beda agama belakangan menjadi sorotan publik setelah heboh video prosesi upacara sakral tersebut di sebuah Gereja, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Mempelai wanita yang terlihat berhijab dan seorang pria mengenakan setelan jas dan celana hitam, tampak mengikuti prosesi pernikahan di gereja itu.
BACA JUGA: Heboh Perempuan Berjilbab Nikah di Gereja, Romo Benny Sebut Syarat Pernikahan Beda Agama
Dalam potongan video lainnya, kedua mempelai terlihat berfoto bersama di dekat altar bersama seorang pastor.
Konselor Pernikahan Beda Agama Ahmad Nurcholis mengatakan prosesi tersebut terjadi di Kota Semarang.
BACA JUGA: Viral Perempuan Berhijab Menikah di Gereja, Begini Putusan MK Soal Pernikahan Beda Agama
“Saya menjadi saksi pernikahan beda agama itu kemarin Sabtu," ujarnya melalui sambungan telepon kepada wartawan, Senin (7/3).
Kemudian seperti apa aturan pernikahan dan perkawinan seperti diaturan dalam konstitusi?
BACA JUGA: Viral Video Habib Bahar bersama Perempuan Berhijab yang Sedang Bernyanyi, Pengacara Buka Suara
Adapun, aturan tentang itu tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Aturan tersebut membeberkan soal syarat-syarat perkawinan seperti tertuang dalam Pasal 6 dan 7 UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Pasal 6 Ayat 1 misalnya berbunyi "Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai."
Sementara itu, Pasal 6 Ayat 2 menyebutkan, "Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua."
Selanjutnya Pasal 6 Ayat 3 tertulis bahwa, "Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat 2 pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya."
Sementara itu, Pasal 7 Ayat 1 berbunyi seperti ini, "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun."
Pasal 7 Ayat 2 berbunyi, "Dalam hal penyimpangan terhadap ayat pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita."
Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan turut mengatur larangan bagi mempelai bisa melangsungkan pernikahan seperti tertuang dalam Pasal 8.
Pasal 8 UU RI Nomor 1 Tahun 1974 menyebut perkawinan dilarang antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
Kemudian, pasal yang sama menyebut perkawinan dilarang bagi mempelai yang berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, semenda, susuan, dan kemenakan.
Pasal yang sama juga menyebut perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. (ast/jpnn)
Redaktur : Friederich
Reporter : Aristo Setiawan