Hebohnya Grand Prix Australia dengan Pembalap 17 Tahun

Selasa, 17 Maret 2015 – 19:06 WIB
IDOLA AUSTRALIA: Daniel Ricciardo (Red Bull-Renault) melayani permintaan tanda tangan fans di Sirkuit Albert Park, Melbourne, jelang GP Australia, Kamis (12/3). Foto Dewo Pratomo/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - Secara global, Formula 1 sebenarnya sedang lesu. Tapi, hal itu tidak terasa di Australia. Padahal, sudah 20 tahun lamanya sirkus balap tersebut tampil di Melbourne. Berikut catatan AZRUL ANANDA, yang sejak 2001 sudah beberapa kali meliput di sana.

Sebagai penggemar Formula 1 yang sudah mengikuti secara intens sejak 1990-an, rasanya sedih melihat perkembangan seri balap paling bergengsi tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

BACA JUGA: Kisah Han Awal, Arsitek Penyulap Gedung Tua di Jakarta

Perubahan mesin dari V8 2.400 cc menjadi V6 1.600 cc Turbo hybrid menghilangkan salah satu ''magic'' F1, yaitu bunyinya yang melengking tinggi. Saat ini, bunyinya menjadi raungan ''biasa'' yang tidak lagi menggetarkan telinga dan dada.

Lebih ramah lingkungan? Mungkin iya. Tapi, rasanya hanya image semata. Hanya ada 20 mobil F1 berseliweran di dunia. Sangat-sangat sedikit kalau dibandingkan dengan jutaan mobil berasap parah di seluruh dunia.

BACA JUGA: Ketika Penggawa Timnas U-23 Berhamburan di Pantai Kuta

Situasi ekonomi global tidak menolong. Sponsor tidak lagi mudah didapat. Tim-tim F1 tidak bisa seperti dulu lagi, mengeluarkan duit triliunan rupiah hanya untuk menurunkan dua mobil selama setahun.

Repotnya, F1 juga tidak mampu menyelesaikan masalah atau mengantisipasi masalah masa depan yang lebih menantang.

BACA JUGA: Kisah Hebatnya Lobi Tim KJRI Jeddah Bebaskan WNI dari Hukuman Mati

Di F1 saat ini, seperti tidak ada visi yang jelas. Juga, tidak ada kesepakatan-kesepakatan untuk kepentingan bersama.

Sudah bukan rahasia, pemirsa F1 secara global terus menurun.

Parahnya, F1 terus menjauh dari fans tradisionalnya di Eropa, memburu market-market baru yang secara penonton minim, secara atraksi minim, tapi memberikan pemasukan duit langsung (Timur Tengah).

Ya, ini tuntutan komersial. Baik untuk jangka pendek, belum tentu baik untuk jangka panjang.

Untung, masih ada beberapa lomba yang bisa dijadikan ''pilar''. Yang bisa menjadi ''showcase'' bahwa F1 merupakan event/tontonan yang luar biasa, dengan atmosfer yang luar biasa.

Salah satunya adalah Grand Prix Australia. Dari puluhan lomba yang pernah saya kunjungi langsung, lomba di Negeri Kanguru termasuk yang paling mengesankan.

Suasananya benar-benar ''hidup''. Penggemarnya benar-benar ''asli''. Dan penyelenggaraannya benar-benar meriah.

Mungkin GP Singapore lebih mewah. Tapi, ketika menonton, saya merasa suasananya terlalu ''steril'' dan eksklusif.

Mungkin GP Malaysia dulu sempat luar biasa. Tapi, mahalnya biaya penyelenggaraan dan sulit tumbuhnya jumlah penonton membuat lomba itu seperti lomba yang makin tahun makin ''terpangkas kehebohannya''.

Lomba di Timur Tengah lebih mengenaskan (menurut saya pribadi). Sangat-sangat minim penonton. Semua yang dilakukan di lintasan seolah hanya untuk kamera televisi.

Mau lihat F1 seru? Harus kembali ke akarnya di Eropa, menyaksikan langsung di negara-negara yang memang gila F1. Yang memang punya tradisi F1. Misalnya, di Sirkuit Monza (Italia) atau Silverstone (Inggris).

Kalau tidak di Eropa, GP Amerika di Austin, Texas, juga lumayan meriah. Tapi, di luar Eropa, mungkin tidak ada yang lebih seru dan lebih ''F1'' dari GP Australia!

***

Terus terang, sudah lama saya tidak meliput F1 di Melbourne. Kali terakhir tahun 2007. Waktu itu, Lewis Hamilton masih berusia 22 tahun, menjalani debutnya bersama McLaren-Mercedes. Saya ingat foto bersama dia waktu itu. Masih kurus, santai, dan jalan ke mana-mana tanpa pengawalan.

Tahun ini? Hamilton sudah jadi juara dunia dua kali. Usianya 30 tahun. Badan lebih kekar dan bertato. Jalan ke mana-mana didampingi bodyguard, yang selalu mengingatkan orang untuk tidak menyentuhnya ketika minta foto bersama.

Tidak terasa pula, Hamilton telah menjadi salah satu pembalap paling senior. Ketika konferensi pers resmi lomba Kamis pekan lalu (12/3), Hamilton terkejut melihat lima pembalap lain di sekelilingnya.

''Saya baru sadar, saya pembalap paling tua di sini. Ini kali pertama terjadi. Saya benar-benar baru sadar. Jeez!'' katanya.

Waktu itu, Hamilton tampil bersama Daniel Ricciardo (25, Red Bull-Renault), Valtteri Bottas (25, Williams-Mercedes), Sebastian Vettel (27, Ferrari), Kevin Magnussen (22, McLaren-Honda), plus pembalap F1 termuda dalam sejarah, Max Verstappen (17, Toro Rosso-Renault).

Hamilton lantas menengok ke Verstappen. ''Kamu lahir tahun 1997? Jeez (baca: jiiz), saya meneken kontrak pertama saya dengan McLaren tahun 1997…'' ujarnya.

Waktu berlalu begitu cepat!

Melihat Verstappen, semua tentu langsung merasa tua. Dan dia tampil satu tim bersama Carlos Sainz Jr., yang baru berusia 20 tahun. Jadi, kalau dijumlahkan, usia pasangan Toro Rosso adalah 37 tahun. Sama dengan usia saya sekarang!

Untung bagi yang mulai ''berusia'', bagian dari sejarah panjang F1 masih bisa ditemui di paddock Sirkuit Albert Park.

Para legenda masa lalu masih aktif berseliweran di paddock yang di-setting seperti pesta taman tersebut. Ada Jackie Stewart, juara dunia 1969, 1971, dan 1973, yang tampil sebagai ambassador Rolex. Umurnya sudah 75 tahun, tapi masih antusias menemani para VIP jalan dan ngobrol.

Ada Niki Lauda, juara dunia 1975, 1977, dan 1984, yang cerita hidup dramatisnya ditampilkan dalam film Rush, garapan sutradara hebat Ron Howard. Lauda, kini 66 tahun, dalam film itu diperankan Daniel Bruhl. Sekarang, Lauda merupakan salah satu eksekutif di Mercedes.

Terlihat pula para juara era 1990-an dan awal 2000-an seperti Damon Hill, 54; Johnny Herbert, 50; dan David Coulthard, 43. Mereka semua bekerja sebagai komentator untuk beberapa channel televisi.

SEJARAH DI AUSTRALIA: Azrul Ananda dan Jacques Villeneuve, juara dunia F1 1997, di Sirkuit Albert Park, Jumat (13/3). (Dewo Pratomo/Jawa Pos)

Dan yang pada usia 43 tahun masih terlihat funky, Jacques Villeneuve, setiap hari juga masih terlihat berseliweran di paddock.

Sirkuit Albert Park dan Villeneuve berbagi sejarah panjang. Pada 1996, ketika lomba kali pertama diselenggarakan di Melbourne, Villeneuve juga menjalani lomba pertamanya di F1. Dia membela Williams-Renault.

Waktu itu, 20 tahun lalu, Villeneuve menggemparkan F1 dengan merebut pole position. Sayang, karena mesin rewel, dia terpaksa rela finis di urutan kedua (di belakang Damon Hill).

Setahun kemudian (1997), Villeneuve meraih puncak popularitas, menjadi juara dunia dengan mengalahkan Michael Schumacher (waktu itu di Ferrari).

Ketika saya ajak ngobrol akhir pekan lalu, Villeneuve menegaskan bahwa memori 1996 itu tetap menjadi salah satu yang terbaik dalam hidupnya.

Secara keseluruhan, GP Australia juga merupakan salah satu favoritnya. Atmosfernya luar biasa, dan dia selalu mampu tampil baik di Sirkuit Albert Park.

Ketika ditanya apa tiga lomba favoritnya, Villeneuve menjawab, ''Monaco, di sini (Australia, Red), dan Suzuka (Jepang, Red).''

Monaco nomor satu dan Australia nomor dua? Villeneuve sempat berpikir sejenak. ''Tidak harus urut seperti itu. Tapi, mungkin juga iya, karena Monaco memang sangat spesial,'' tandasnya.

Selain bertemu para legenda F1, Australia memberikan kesempatan bagi penggemar balap motor untuk bersukacita. Penggemar balapan era 1990-an (saya!) juga bisa bertemu langsung dengan Mick Doohan, juara dunia Grand Prix 500 cc (kini MotoGP) asal Australia.


MASIH POPULER: Legenda grand prix motor Mick Doohan berpose di pit lane Sirkuit Albert Park, Melbourne. Dia merupakan salah satu petinggi Australian Grand Prix Corporation, penyelenggara lomba. (Azrul Ananda/Jawa Pos)

Setiap tahun, Doohan selalu nongol di Melbourne. Kini berusia 49 tahun, dia adalah salah satu petinggi Australian Grand Prix Corporation, penyelenggara lomba.

Dengan semua yang datang itu, bisa dibilang GP Australia punya peran lebih dari sekadar lomba pembuka. Event itu juga seperti menjadi ''jembatan'' antara masa lalu dan masa depan F1.

Tidak banyak event lain yang bisa mengklaim hal yang sama. Apalagi di luar Eropa.

***

Selama 20 tahun, keramaian selalu mewarnai Sirkuit Albert Park. Setiap akhir pekan penyelenggaraan, ratusan ribu orang selalu datang ke sirkuit.

Saking hebohnya, penonton hari Kamis (saat mobil belum turun ke lintasan) bisa lebih banyak dari penonton hari Sabtu di GP Malaysia (saat babak kualifikasi)!

Ron Walker, chairman Australian Grand Prix Corporation, menegaskan pentingnya peran event tersebut untuk mempromosikan Melbourne dan Negara Bagian Victoria.

''Tahun 2015 memang menandai 20 tahun penyelenggaraan F1 di Melbourne. Tapi, upaya untuk meraih event ini dimulai pada 1989, ketika Melbourne kalah perebutan penyelenggaraan Olimpiade 1996 (ke Atlanta),'' kata Walker lewat sambutan resminya.

''Kekalahan itu sangat mengecewakan warga Victoria. Pada 1991, premier (Victoria) waktu itu, Joan Kirner, punya visi untuk membentuk Melbourne Major Events Company, untuk mendatangkan event-event olahraga internasional ke Melbourne, dengan tujuan mempromosikan kota kami yang luar biasa ke penonton di seluruh dunia,'' lanjutnya.

Walker mengklaim, dalam 19 tahun penyelenggaraan, lebih dari 6,27 juta orang telah datang ke Albert Park.

Beberapa tahun lalu, saya pernah berdiskusi langsung dengan Walker di Melbourne. Dia mengakui event itu memang harus disubsidi pemerintah Victoria lebih dari 40 juta dolar Australia per tahunnya. Tapi, angka itu bukan masalah. Event tersebut mampu mendatangkan dampak ekonomi lokal yang lebih besar dari itu.

Dulu, Melbourne merebut event tersebut dari Adelaide (menyelenggarakan F1 hingga 1995). Tahun ini, ada berita Sydney berusaha merebut GP Australia. Premier New South Wales (NSW) Mike Baird bahkan sudah memulai proses awal menuju ke sana.

Menanggapi itu, Walker –yang setelah tahun ini pensiun dari jabatan chairman lomba– mengaku sama sekali tidak khawatir.

''Kami (Melbourne, Red) punya kontrak dengan (F1) hingga 2020 dan setelah itu kami punya opsi lima tahun tambahan. Itu waktu yang sangat lama bagi Sydney untuk berpikir,'' ungkapnya seperti dilansir Sydney Morning Herald. (bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... TKW Ini Desain Kostum Batik Punk untuk Dipakai Artis, Katanya The Virgin Loh....


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler