JAKARTA - Mantan Menteri Negara (Menneg) BUMN Laksamana Sukardi sebaiknya jangan senang dulu dengan keluarnya surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus penjualan kapal tanker VLCC milik Pertamina yang diduga melibatkan dirinyaSoalnya, keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut bukan sebuah akhir dari proses penyidikan.
“Saya katakan bahwa setuju itu bukan titik
BACA JUGA: PBR Tak Mau Terjebak Politik Tanpa Isi
Namun apabila di kemudian hari ada bukti baru yang bisa menunjukan ada kerugian negara maka penghentian itu harus bisa dibuka kembali,” tandas Jaksa Agung Hendarman Supandji kepada wartawan, Jum’at (30/1) di Jakarta.Ditegaskan Hendarman, perbuatan melawan hukum memang ditemukan dalam kasus penjualan kapal tanker VLCC
BACA JUGA: Kepincut Prabowo, Permadi Tinggalkan Megawati
“Memang ada banyak perbuatan melawan hukum dalam kasus penjualan VLCC tersebutNamun untuk membuktikan perbuatan melawan hukum itu, tambah dia, hingga saat ini belum dapat dibuktikan
BACA JUGA: Kejagung-LBH Apik Teken MoU
“Karena dalam perbuatan melawan hukum itu tidak ditemukan kerugian negaraIni yang jadi masalah,” ujar Hendarman.Pada saat menentukan penyidikan kasus tersebut, ada keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang diperkuat oleh keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebutkan kerugian negara sekitar USD20-50 juta“Itulah yang membuat Kejagung mengangkat kasus VLCC, melakukan penyidikan, dan menentukan tersangkanya,” tegasnya.
Dalam proses selanjutnya pada saat Kejagung menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ternyata belum bisa menemukan kerugian negaraKemudian keputusan MA yang baru menganulir keputusan MA sebelumnya, justru disebutkan penjualan kapal VLCC menguntungkan negara“Ini kan dilematis toh?” tandas Hendarman.
Sebab unsur kerugian negara tidak ada itulah, maka Hendarman menyetujui usulan SP3Perbuatan itu bukan hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga menimbulkan kerugian perekonomian negara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan 3.
“Itu jadinya, saya mengatakan setuju bukan terus titik berhentiSejauh nantinya ketemu alat bukti baru itu dibuka lagi,” katanya.
Dalam kesempatan terpisah Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagaimana disampaikan Koordinator Bidang Hukum, Febry Diansyah mengecam pihak Kejakgung karena telah mengeluarkan SP3 kasus VLCCBahkan ICW khawatir Kejakgung ragu atau gentar menghadapi pelaku dan kasus besar, seperti penjualan VLCC tersebut.
“Kita menyesalkan alasan Kejagung mengeluarkan SP3 karena tidak adanya kerugian negaraPadahal BPK bilang belum temukan kerugian negara karena sulit mencari harga dan produk pembandingBukan menyatakan tidak ada kerugian negara,” tegasnya.
Mestinya, tambah Febry, Kejagung mencari auditor lain seperti yang direkomendasikan BPK, misalnya BPKP atau auditor independen“Standar kerugian negara menurut BPK sesungguhnya berbeda dengan BPKPKalau standar BPKP ini sama dengan materi UU 31/1999 dan UU 20/2001,” kata dia.
Bahkan putusan MK yang menguji UU KPK mengatakan bahwa arti kerugian negara tidak bersifat ‘pasti atau nyata’, tetapi potensial, dan bersifat formilArtinya penekanan lebih pada apakah unsur perbuatan terbuktiMisal, melawan hukum”Maka, bisa dikatakan alasan tidak ada kerugian negara yang digunakan Kejagung patut diragukan validitas dan legitimasinya,” lanjutnya(Fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Amibisi Damaikan Palestina
Redaktur : Tim Redaksi