jpnn.com, JAKARTA - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai, wacana penambahan masa jabatan presiden melalui usulan amandemen UUD 1945, mengancam masa depan Indonesia.
"Kami menilai wacana menambah masa jabatan presiden hingga tiga periode, sesuatu yang kontra produktif, mengancam demokrasi dan masa depan Indonesia," ujar Sekjen KIPP Kaka Suminta di Jakarta, Senin (25/11)
BACA JUGA: Partai NasDem Tidak Satu Suara Soal Masa Jabatan Presiden Tiga Periode
Kaka menyarankan, para elite politik sebaiknya fokus saja pada hal-hal yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Paling tidak untuk membayar obligasi kepada pemilih. Jangan malah berspekulasi memunculkan wacana-wacana yang dinilai anti demokrasi dengan mengatasnamakan demokrasi.
"Kalangan pemerintah, DPR dan MPR yang dipilih oleh rakyat melalui Pemilu 2019 lalu, sebaiknya fokus pada visi misi dan janji politik saat kampanye, yang tidak menyinggung soal penambahan periode masa jabatan presiden, tetapi lebih fokus pada keadilan, pelayanan publik dan pemajuan bangsa," ucapnya.
BACA JUGA: Iwan Fals Setuju Masa Jabatan Presiden Diperpanjang
Lebih lanjut Kaka mengatakan, masa jabatan presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi saat ini, merupakan hasil pemikiran yang didasarkan pada trauma sejarah otoritarian pemerintahan Orde Baru. Hal tersebut tidak boleh diulang oleh siapa pun karena akan membuat Indonesia kembali terpuruk, termasuk di tengah pergaulan internasional.
"Atas dasar hal tersebut, sebaiknya kalangan MPR dan elite politik menghentikan wacana penambahan periode jabatan presiden karena kontra produktif dengan demokrasi," pungkas Kaka.(gir/jpnn)
BACA JUGA: Berita Duka, Lisuningsih Meninggal Dunia, Kondisinya Sangat Tragis
Redaktur & Reporter : Ken Girsang