Misteri Bau Pesing di Kota Modern Shenzhen

Minggu, 16 Agustus 2015 – 08:24 WIB
Stasiun Louhu, Shenzhen, tampak dari bagian atas Louhu Commercial City. Foto: Mufthia Ridwan/JPNN.com

jpnn.com - SHENZHEN, kota yang terletak di tenggara Tiongkok ini maju begitu pesat di usianya yang baru 35 tahun. Shenzhen, kota yang masuk di wilayah Provinsi Guangdong ini diakui masyarakat dunia sebagai salah satu kota yang paling built-up di dunia. Shenzhen, apa hebatnya?

Mufthia Ridwan, Shenzhen

BACA JUGA: Simak Nih, Kepulauan Mapia, Pulau Terluar yang Berhadapan Langsung Samudra Pasifik

Dari beragam akses masuk ke kota Shenzhen, lewat Hong Kong salah satunya. Usai mendarat di Hong Kong International Airport, Anda butuh waktu sekitar 50 sampai 60 menit menuju Shenzhen dengan bus.

Namun tunggu dulu. Hitungan durasi tadi, belum termasuk jika Anda punya masalah di bagian imigrasi perbatasan Hong Kong-Shenzhen (Tiongkok).

BACA JUGA: Eksperimen Sinema Jawa ala Sutradara Termuda Festival Film Berlin Wregas Bhanuteja

Di imigrasi perbatasan tersebut, Anda akan melewati dua kali pemeriksaan, di wilayah Hong Kong dan di Shenzhen.

Di sana, khususnya di Shenzhen, Anda pantas tegang. Selain menemukan antrean panjang, Anda akan menemukan para petugas yang tak bisa senyum. 

BACA JUGA: Kisah Gadis Manis Sidoarjo yang Kaget Terpilih Jadi Paskibraka di Istana Negara

Perlakuan mereka dingin, disiplin namun bukannya kasar. Anda tak mungkin bisa selfie-selfie, meminta perlakuan khusus dan sejenisnya. Anda terkadang juga harus mendapatkan beberapa orang sana yang melakukan trik-trik nakal agar dapat mendahului Anda di antrean. So, selain tegang karena akan diperiksa, Anda juga harus pintar-pintar menjaga emosi.

"Kalau Anda beruntung, Anda akan melewati imigrasi (Hong Kong dan Shenzhen) dalam 20-30 menit. Namun jika tidak (beruntung), Anda bisa berada di imigrasi 2 sampai 3 jam. Apalagi kalau akhir pekan, Jumat, Sabtu dan Minggu," kata salah seorang tour guide Media Trip Smartfren Jakarta-Shenzhen 12-14 Agustus, Jimmy.

Om Jimmy, panggilannya, mengatakan, pemeriksaan di imigrasi Shenzhen lebih ketat dibanding Hong Kong. Menurutnya, itu memang sudah menjadi aturan yang harus diterima siapapun yang akan masuk ke Tiongkok. "Bahkan untuk kalangan wartawan, pemeriksaan akan lebih detail lagi," tutur Om Jimmy.

Setelah kendaraan yang Anda tumpangi masuk di Shenzhen, mata dan kepala Anda yang baru pertama atau sesekali ke Shenzhen, tak akan bisa lepas dari pemandangan Taman Beton di kota yang baru berusia 35 tahun itu.

Gedung-gedung pencakar langit di Shenzhen berdiri kokoh rapat mengawasi Anda. Anda harus benar-benar mendongak untuk melihat puncak-puncak gedung tersebut. Salah satu gedung tertinggi di Shenzhen, bahkan di dunia, adalah Kingkey 100 atau dikenal juga dengan Kingkey Finance Center Plaza. 

Gedung yang biasa disebut warga setempat KK 100 itu memiliki ketinggian sekitar 440 meter. Punya 100 lantai, dan merupakan gedung tertinggi ke-9 di dunia (tertinggi ke-4 di Tiongkok).

Shenzhen memang dikenal sebagai kota modern, kota industri bahkan kota hi-tech (teknologi tinggi) dengan banyaknya kantor pusat perusahaan-perusahan besar hi-tech seperti ZTE Corporation, di Road South.

Shenzhen dianggap menjadi salah satu kota dengan pertumbuhan tercepat di dunia selama 1900-2000. Di kota ini, Anda tak akan menemukan yang namanya rumah seperti di Indonesia.

Warga di sana tinggal di apartemen. Warga di Shenzhen tak punya tanah pribadi. Penduduk Shenzhen, selamanya akan tinggal mengontrak ke pemerintah.

"Di sini semua orang membayar ke pemerintah. Apartemen termurah di sini bisa mencapai 400-600 yuan (1 yuan = Rp2.150) per bulan)," kata Asiang, salah seorang tour guide yang juga ikut mendampingi Media Trip Smartfren Jakarta-Shenzhen.

Asiang yang lebih suka disapa Ahok itu menjelaskan, penduduk di Shenzhen harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Di Shenzhen, Ahok menjamin tak akan sering ditemukan penduduk yang sedang nongkrong bersantai-santai menikmati waktu.

"Semua ada jamnya. Itu makanya saya suka di negara Anda, tempat nongkrong dan santainya banyak," ucap Ahok, warga Shenzhen yang sangat lancar berbahasa Indonesia itu.

Di Shenzhen, Anda juga tak menemukan sepeda motor. Kepadatan lalu lintas (tak separah Jakarta) di sana diisi oleh mobil-mobil keren luar negeri dan lokal seri-seri terbaru. Selain mobil, warga Shenzhen pergi ke tempat aktivitasnya dengan berjalan kaki, atau beberapa menggunakan sepeda.

"Tak ada izin sepeda motor di sini. Kalau Anda melihat sepeda motor, itu hanya beberapa warga yang menggunakannya untuk operasional jarak dekat," tutur Ahok.

Tour guide berusia 38 tahun itu menjelaskan, pemerintah Shenzhen saat ini sudah membatasi izin pelat nomor seluruh kendaraan di kota yang pada tahun 2012 memiliki penduduk sebanyak 15 juta jiwa itu.

"Tiga atau empat tahun lalu, pelat nomor bisa keluar sebanyak 4-5 juta pelat dalam setahun. Namun sekarang dibatasi seratus ribu per tahun. Dan persamaannya dengan Jakarta, pelatnya B," tandasnya.

Di Shenzhen dan banyak kota lainnya di Tiongkok, penduduk juga dibatasi hanya boleh memiliki satu orang anak. "Namun sekarang aturan itu mulai dibahas lagi, mengingat saat ini di Shenzhen kaum mudanya semakin sedikit," terang Ahok.

Namun di tengah modern dan tertatanya kehidupan di Shenzhen, tetap ada yang aneh buat pendatang seperti dari Indonesia. 

Di tempat-tempat seperti mal, stasiun, perkantoran dan hotel, menyeruak bau pesing yang cukup menggangu hidung Anda di hari-hari pertama kedatangan Anda. Ya, kalau sudah lama akan terbiasa.

Di sana, sebagian besar toiletnya tak menyediakan air untuk menyiram buangan Anda. Setelah Anda buang air besar dan kecil, Anda hanya harus pergi. Urusan cebok, Anda harus pikir sendiri.

Meskipun lantai dan dinding toilet di tempat-tempat sarana umum Shenzhen mengkilat, bersih dan cantik, bau pesing dari air seni masih tinggal bahkan tercium dari luar. Dan mayoritas, bau pesing itu bercampur aroma bir.

Ya, di Shenzhen dan banyak kota lainnya di Tiongkok, bir atau wine biasa menemani waktu makan. 

Ahok tak banyak cerita soal khas bau pesing di kotanya. Dia hanya menyiratkan itu soal biasa dan sedikit terkait adat masyarakat soal rezeki.

Dari berbagai sumber, penduduk Shenzhen menganggap menyiram air seni sama dengan membuat rezeki susah. Mereka membiarkan buangan mereka disiram oleh orang setelah mereka.

Mungkin aneh atau bahkan jorok buat pendatang seperti dari Indonesia, namun tidak di Kota Modern Shenzhen. (adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kegigihan Maria R. Nindita Radyati PhD untuk "Meluruskan" Program CSR


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler