jpnn.com - JAKARTA--Pantas saja beberapa dokumen penting negara seperti hasil investigasi tim pencari fakta (TPF) kasus Munir hilang.
Pasalnya, keseriusan kementerian/lembaga dalam menyimpan, mendokumentasikan, dan mengarsipkan surat-surat/dokumen masih sangat rendah.
BACA JUGA: Puji Donald Trump, Jokowi: Dia Tidak Mungkin Sembrono
Hasil audit kearsipan yang dilakukan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menyebutkan, dari 34 K/L serta 34 provinsi, hanya dua instansi pusat yang baik. Itupun skornya hanya di kisaran 60 sampai 70 poin.
"Memang perhatian K/L dan instansi daerah terhadap kearsipan masih rendah. Mereka baru sibuk buka arsip ketika ada kasus. Padahal tertib arsip itu penting, karena apa jadinya bangsa ini bila tidak ada dokumen maupun arsip yang tersimpan," kata Kepala ANRI Mustari Irawan di Jakarta, Selasa (22/11).
BACA JUGA: Banteng Kembali Bidik Kursi Pimpinan Dewan
Audit kearsipan yang baru kali pertama dilakukan tahun ini, menurut Mustari, merupakan upaya pemerintah dalam menertibkan akuntabilitas kinerja instansi pusat maupun daerah.
Ini sejalan dengan permintaan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Asman Abnur agar menjadikan arsip sebagai bentuk akuntabilitas kinerja instansi.
BACA JUGA: Siap Hadapi Kelompok Makar
"Jangan berpikir arsip itu tumpukan buku penuh debu. Hilangnya dokumen TPF kasus Munir menjadi salah satu bukti rendahnya perhatian instansi pusat terhadap kearsipan," ujarnya.
Mustari menyayangkan masyarakat Indonesia yang lebih senang dengan budaya lisan daripada mencatat dan mendokumentasikan.
Padahal, setiap peristiwa harus diarsipkan dan didokumentasikan.
"Arsip-arsip kebudayaan sangat penting agar tidak ada negara lain mengklaim itu budaya mereka. Contohnya batik, tarian, makanan khas Indonesia, itu harus diarsipkan. Ketika ada negara lain mengklaim, kita punya bukti kalau itu asli budaya Indonesia," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... "Kiai Maruf Mengatakan kepada Kami, Sudahlah..."
Redaktur : Tim Redaksi