HIMA PERSIS: Draf RKUHP Mencederai Semangat Berdemokrasi

Senin, 20 Juni 2022 – 18:19 WIB
Ketua Umum PP HIMA PERSIS Ilham Nurhidayatullah. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMA PERSIS) mengkritisi draf RKUHP yang diajukan oleh pemerintah.

Pasalnya, dalam draf RUU tersebut terdapat pasal-pasal yang dapat mengurangi cita rasa kebebasan berpendapat di tengah membaiknya indeks demokrasi di sepanjang tahun 2021.

BACA JUGA: Pasal Penghinaan Presiden Masuk di RKUHP, Ini Perbedaan dengan Aturan Lama

“Indeks demokrasi kita sepanjang 2021 naik. RKUHP ini jangan sampai merusak prestasi tersebut. Semangat demokrasi yang dipimpin oleh Bapak Presiden harus tetap dipertahankan,” kara Ketua Umum PP HIMA PERSIS Ilham Nurhidayatullah di Jakarta, Senin (20/6).

Dia mencotohkan, Pasal 353-354 tentang Tindak Pidana Penghinaan Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

BACA JUGA: Pemerintah Usulkan DPR Menghapus Dua Pasal dalam RUU KUHP, Apa Itu?

Menurut dia, pasal tersebut dalam pelaksanaannya dapat multitafsir sehingga akan memengaruhi psikologis masyarakat menjadi takut dalam mengkritisi pemerintah.

Ilham berpandangan adanya pasal tersebut dalam RKUHP bukan hanya mencederai semangat berdemokrasi. Namun, sudah tidak relevan dengan perkembangan peradaban di era keterbukaan informasi saat ini.

BACA JUGA: Sah, Ilham Nurhidayatullah Resmi Pimpin PP HIMA Persis 2022-2024

"Adanya Pasal 353 dan 354 di RKUHP ini dapat mengekang para aktivis yang kritis pada pemerintah. Hal ini tidak sesuai dengan perkembangan zaman serta keterbukaan informasi saat ini," sebut Ilham.

Begitu juga dengan Pasal 273 RKUHP tentang Pidana, satu tahun bagi pengunjuk rasa yang tidak memiliki izin.

llham juga menyayangkan adanya pasal-pasal seperti ini. Pemerintah menurutnya harus lebih peka dalam membaca kondisi ruang publik.

Menurut dia, jangan sampai semangat para mahasiswa dalam melaksanakan fungsi kontrol terhadap pemerintah menjadi luntur yang justru hal ini merugikan pemerintah dan bangsa.

“Efek dari fungsi pengawasan dan kritis oleh mahasiswa tak jarang memberikan solusi yang terbaik bagi arah gerak kehidupan bangsa,” kata Ilham.

Sebagaimana diketahui bersama, draft terakhir yang beredar saat ini adalah draf Rancangan KUHP 2019.

Pemerintah dan DPR hingga hari ini enggan membukanya ke publik tanpa alasan yang jelas. Padahal, rencananya akan disahkan bulan depan.

Salah satunya Pasal 273 yang berbunyi: 

Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Penjelasan Pasal 273, yaitu:

Yang dimaksud dengan "pawai" adalah arak-arakan di jalan, misalnya pawai pembangunan.

Delik di atas berubah dari yang diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Sebab dalam UU 9/1998, domonstrasi tanpa izin cukup dikenakan tindakan administrasi, yaitu pembubaran.

Pasal 15 UU Nomor 9/1998 berbunyi: 

Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11.

Pasal 10

(1)  Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

(2) pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

(3) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambatlambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler