Hindari Kericuhan, Pengumuman Survey dan Quick Count Dibatasi

Selasa, 17 Maret 2009 – 18:00 WIB
JAKARTA - Staf ahli Mendagri, Agung Mulyana berpendapat, untuk menghindari kericuhan di tengah-tengah masyarakat saat pelaksanaan Pemilu Legislatif 2009 ini, maka sudah sepatutnya dibatasi pengumuman hasil survey pada masa tenang dan pengumuman quick count pada hari pemungutan suara.

Pendapat tersebut disampaikannya saat sidang pengujian UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif yang diajukan oleh Ketua Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI), Denny Yanuar Ali, di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (17/3)Dijelaskan Agung, pengumuman quick count pada hari pemungutan suara berpotensi mengganggu ketertiban umum.

Mendengar penjelasan Agung seperti itu, ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, kembali angkat bicara

BACA JUGA: Bagaimanapun, Golkar Tidak Akan jadi Oposisi

Dia menegaskan, bahwa dalam dua pasal yakni Pasal 282 dan Pasal 307, yang dilarang dan terancam sanksi pidana itu adalah tindakan mengumumkan
"Itu namanya delik formil," katanya.

Seharusnya, lanjut Chairul, bila pemerintah khawatir tindakan itu bisa menimbulkan kekacauan, maka rumusan tersebut mestinya diganti dengan delik materil

BACA JUGA: Beberapa Pimpinan Parpol Tak Hadiri Deklarasi Kampanye Damai

Artinya, rumusan pidana itu menjadi "dilarang mengumumkan hasil survey saat masa tenang dan quick count pada hari pemungutan suara yang dapat mengakibatkan kekacauan di masyarakat".

Dengan begitu katanya, yang harus dibuktikan adalah kekacauan di masyarakat, bukan tindakan mengumumkan hasil survey atau quick count tersebut
"Kalau rumusannya seperti ini, tentu kami masih bisa menerima," tegasnya.

Dalam proses sidang tersebut, jika ahli dari pemohon mengkritik soal penjatuhan sanksi pidana, wakil dari pemerintah sebaliknya justru mempertanyakan kerugian konstitusional yang dialami pemohon

BACA JUGA: Dubes Inggris: Demokrasi Indonesia di Arah yang Benar

Dalam hal ini, Agung Mulyana menegaskan bahwa pasal-pasal itu bukan melarang survey atau quick count.

"Pasal-pasal itu hanya mengatur tentang tenggang waktu saja," kata Agung pula.

Masih menurutnya, tenggang waktu yang diatur pun tak terlalu lamaSurvey "hanya" tak boleh diumumkan dalam masa tenang selama tiga hari, sedangkan quick count baru bisa diumumkan sehari setelah pemungutan suara.

"Lewat dari jam 12 malam sudah boleh diumumkan, kok," cetusnya.

Dijelaskan Agung, aturan tenggang waktu pengumuman survey ini bukan hanya berlaku untuk lembaga survey, tapi juga untuk seluruh peserta pemiluUntuk itu, seluruh partai politik peserta pemilu tak boleh melakukan kampanye dalam masa tenangKarena, hasil survey pun berpotensi dijadikan alat kampanye, sehingga sudah sewajarnya bila pengumumannya itu juga dilarang dalam masa tenang(sid/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dinilai Solid, SBY Tidak Ke Riau dan Kepri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler