JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap tenang merespons ambisi sejumlah kalangan untuk memekarkan daerahKementerian yang dipimpin Gamawan Fauzi ini bersikukuh bahwa pemekaran daerah menunggu pengesahan revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda)
BACA JUGA: Kuota CPNS Hanya Isi Kursi Kosong
"UU Pemda (yang baru) akan mengatur detail tentang pemekaran suatu daerah," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djoehermansyah kepada koran ini kemarin (28/6)
BACA JUGA: Kemenkeu Jadi Pilot Project Pensiun Dini PNS
Dia lalu meminta semua pihak bersabar untuk menunggu penerbitan UU Pemda
BACA JUGA: Panggil Dubes Saudi, SBY Titip Surat Protes
Paling tidak, dia memperkirakan pada akhir Juli 2011 draf tersebut selesai sehingga bisa diserahkan ke DPRMenurut dia, jika semua pihak mampu menahan diri dan pemekaran dilaksanakan berdasar UU Pemda, pemekaran daerah bisa berjalan dengan baik dan efektifIni karena semua daerah yang dimekarkan sudah melalui tahap dan acuan yang diatur sedemikian detail dalam UU.
Memang, Kemendagri tidak begitu saja menyusun kerangka pemekaran daerah yang kemudian dimasukkan dalam draf revisi UU PemdaSebab, dalam beberapa tahun terakhir, Kemendagri sibuk menyusun desain besar penataan daerah (DBPD) di Indonesia 2010-2025"Desain besar ini sudah selesai kami kerjakanNah, draf revisi UU Pemda berdasar desain itu," kata mantan deputi bidang politik Wapres itu
Berdasar buku DPBD, Kemendagri menguji layak tidaknya suatu daerah untuk dimekarkan dari berbagai aspekDi antaranya aspek geografi, demografi, sistem pertahanan keamanan, sistem ekonomi, sistem keuangan, sistem sosial budaya, sistem administrasi publik, dan sistem manajemen pemerintahan
Kelayakan pemekaran daerah juga bisa dilihat dari kemampuan keuangan daerah yang diukur dengan rasio kapasitas dan kebutuhan fiskalRasio kapasitas fiskal adalah kemampuan keuangan daerah untuk membiayai tugas pokok pemerintah dan kegiatan pembangunan daerah di luar kebutuhan gaji aparatur daerah
Kebutuhan fiskal merupakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan pelayanan publik dan pembangunan daerahBesarnya sangat ditentukan oleh jumlah penduduk, luas daerah, dan variabel lain yang terkait
Menurut Djo, di samping mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, pihaknya lebih memprioritaskan pemekaran di daerah-daerah perbatasanAlasannya, daerah-daerah perbatasan perlu mendapat perhatian dan menjadi benteng lantaran berhadapan langsung dengan negara-negara lain yang lebih majuBerdasar catatan tentang perbatasan tersebut, ada enam provinsi di perbatasan yang memiliki bobot tinggi untuk dimekarkanYakni, NAD, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan Papua Barat
Selain itu, menurut Djoe, pihaknya mempertimbangkan pemekaran di provinsi-provinsi yang memiliki cakupan wilayah 30 kabupaten/kotaMenurut dia, provinsi yang memiliki kabupaten/kota lebih dari 30 biasanya memiliki problem rentang kendali pemerintahan"Rentang kendalinya tergolong besar," terang Djoe
Nah, setelah menilai semua daerah berdasar aspek-aspek yang ada, pemerintah menentukan bahwa idealnya terdapat penambahan 11 provinsi hingga 2025Untuk kabupaten/kota, seharusnya ada penambahan 54 kabupaten/kota.
Namun, daerah-daerah yang dianggap layak tidak bisa begitu saja memekarkan diriSebab, daerah pemekaran baru tersebut masih berstatus daerah persiapanMenurut dia, daerah itu akan diberi waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya sebagai daerah baruMisalnya, mempersiapkan ibu kota, sarana-prasarana, akses jalan, dan lainnya.
Daerah persiapan tersebut akan diberi waktu sampai lima tahun untuk berperan sebagai daerah pemekaranJika dianggap tidak mampu, daerah tersebut beri kesempatanKalau sudah diberi kesempatan, tapi masih tidak mampu, bisa jadi daerah itu dikembalikan ke asalnya"Pokoknya, semua diatur dalam undang-undang," imbuh Djoe(kuh/c2/agm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banding, Panda Tak Takut Dihukum Lebih Berat
Redaktur : Tim Redaksi