HMHI Tekankan Pentingnya Deteksi Hemofilia Sejak Dini

Selasa, 16 Juli 2024 – 19:37 WIB
Kongres Nasional (KONAS) ke-7 pada 13-14 Juli 2024 HMHI mengangkat tema “Equitable Access for Improving Diagnosis and Optimal Hemophilia Care and Other Bleeding Disorders in Indonesia”. Foto dok. HMHI & Takeda Indonesia

jpnn.com, JAKARTA - Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) menekankan pentingnya penanganan pasien hemofilia yang belum optimal.

Salah satu penyebabnya karena kurang terdiagnosis (underdiagnosed) dan biasanya baru didiagnosis setelah terjadi perdarahan berat.

BACA JUGA: Pakar Sepakat Penanganan Hemofilia di Indonesia Belum Optimal

"Yang tentunya ini berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi kecacatan bahkan kematian," kata Ketua ad interim HMHI, Dr. dr. Novie Amelia Chozie, SpA(K), dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/7).

Hemofilia adalah suatu kondisi di mana perdarahan sulit berhenti.

BACA JUGA: Hari Hemofilia Sedunia: Pentingnya Pencegahan dan Penanganan Gangguan Darah

Pada kondisi yang lebih berat, pasien hemofilia dapat mengalami perdarahan spontan atau perdarahan yang terjadi tanpa diketahui penyebab jelasnya serta perdarahan setelah cedera atau pembedahan. 

"Kebanyakan pasien hemofilia adalah laki-laki," ujarnya. 

BACA JUGA: Bocah Penderita Hemofilia Itu Masih Alami Pendarahan

Diperkirakan terdapat sekitar 400 ribu penderita hemofilia di seluruh dunia.

Di Indonesia diduga terdapat 27 ribu pasien hemofilia, tetapi sampai tahun 2021, hanya sekitar 3.000 pasien yang terdiagnosis dan tercatat dalam Annual Report 2021 oleh World Federation of Haemophilia.

Oleh karena itu, dalam Kongres Nasional (Konas) ke-7 pada 13-14 Juli 2024 HMHI mengangkat tema “Equitable Access for Improving Diagnosis and Optimal Hemophilia Care and Other Bleeding Disorders in Indonesia”.

Menekankan langkah penting dalam upaya meningkatkan tatalaksana hemofilia di Indonesia. 

"Saat ini di Indonesia baru sekitar 11 persen yang terdiagnosis memiliki hemofilia. Banyaknya tantangan dalam hal diagnosis dan tata laksana hemofilia tentunya berdampak terhadap terjadinya komplikasi dan perburukan kualitas hidup pasien," tuturnya.

Dr. Novie melanjutkan, salah satu komplikasi berat yang dapat terjadi adalah terbentuknya inhibitor.

Inhibitor dapat meningkatkan risiko perdarahan serius serta kelainan sendi yang progresif.

Berdasarkan data penelitian inhibitor di Indonesia tahun 2022, prevalensi inhibitor pada pasien hemofilia anak di Indonesia adalah 9,6 persen. 

"Ini menunjukkan bahwa kita perlu memperbaiki sistem penanganan hemofilia untuk mengurangi risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi serta meningkatkan kualitas hidup pasien, baik untuk pasien hemofilia dengan atau tanpa inhibitor,” terangnya.

Novie menambahkan hemofilia merupakan kelainan bawaan berupa perdarahan yang terjadi seumur hidup, akibat kekurangan faktor pembekuan dalam darah.

Penyakit ini membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar pasien dapat memiliki kehidupan yang normal. 

“Kami berkomitmen untuk meningkatkan perawatan hemofilia di Indonesia, mulai dari diagnosis dini hingga pengobatan dan rehabilitasi," tegasnya.

Ketua Panitia Kongres Nasional HMHI, Dr. dr. Elmi Ridar, SpA(K) menjelaskan fokus pembahasan kongres tahun ini adalah mencapai akses yang setara guna meningkatkan diagnosis dan perawatan optimal bagi pasien hemofilia dan penyakit gangguan perdarahan lainnya. 

"Kami menyadari bahwa fasilitas penanganan hemofilia di Indonesia, terutama di pelosok, kepulauan, dan daerah terpencil , masih kurang optimal. Hal ini menyebabkan banyak pasien tidak dapat diselamatkan," katanya.

Di Riau saja, terdapat 142 pasien, yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, di mana 50%-nya adalah hemofilia berat.

Akan tetapi, saat ini di Riau masih belum ada fasilitas pemeriksaan hemofilia inhibitor. 

"Jadi, untuk pemeriksaan inhibitor masih harus dikirim ke Jakarta,” imbuhnya.

Penanganan yang sesuai dan komprehensif akan menurunkan frekuensi perdarahan dan risiko komplikasi lainnya.

Saat ini pemerintah telah memberikan akses pengobatan hemofilia melalui JKN, walaupun masih dalam jumlah terbatas. 

"Ke depan masih tetap membutuhkan lebih banyak terapi baru dan pengobatan inovatif untuk membantu lebih banyak pasien mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik," ungkapnya.

Sementara itu, PT Takeda Indonesia, sebagai salah satu mitra yang mendukung terselenggaranya Kongres Nasional HMHI ke-7, menyampaikan antusiasmenya dalam turut serta meningkatkan tatalaksana pasien hemofilia di Indonesia. 

Head of Patient Value Access PT Takeda Indonesia Shinta Caroline mengatakan pihaknya menyadari bahwa hemofilia memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan pasien dan masyarakat. 

"Kami berkomitmen menyediakan pengobatan berkualitas tinggi bagi para pasien hemofilia di Indonesia dengan membuka akses seluas-luasnya terhadap obat-obatan inovatif kami," kata Shinta Caroline. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Waspada, Ini Bahaya Hemofilia pada Ibu Hamil


Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler