jpnn.com, JAKARTA - Media terkemuka Inggris The Guardian belum lama ini menurunkan laporan tentang bisnis buzzer di Indonesia. Media yang eksis sejak 1821 itu mengangkat buzzer bagi Basuki T Purnama alias Ahok.
Guardian dalam laporannya bertitel 'I felt disgusted': inside Indonesia's fake Twitter account factories' menceritakan pengakuan Alex, salah satu buzzer untuk Ahok pada Pilkada DKI 2017. Alex dan koleganya memainkan akun-akun palsu yang sebagian menggunakan avatar berwajah perempuan muda cantik.
BACA JUGA: Pasti, Koh Ahok Dukung Pak Jokowi Sampai Dua Periode
“Ketika Anda sedang berperang, anda menggunakan apa pun yang ada untuk menyerang lawan,” ujarnya kepada Guardian di sebuah kafe di Jakarta Pusat.
Selama berbulan-bulan pada 2017, Alex menjadi satu dari 20 orang yang tergabung dalam pasukan siber rahasia bagi Ahok. Tugasnya menggelorakan berbagai pesan melalui akun-akun palsu di media sosial agar Ahok terpilih lagi sebagai gubernur DKI.
BACA JUGA: Ahok Tolak Bebas Bersyarat
Untuk tugas itu, Alex harus punya setidaknya lima akun Facebook, lima akun di Twitter dan satu akun di Instagram. Alex juga diinstruksikan oleh pihak yang mengordernya untuk bisa menjaga kerahasiaan.
“Mereka bilang ini masa perang dan kami harus menjaga medan peperangan, tidak boleh bercerita kepada siapa pun tentang di mana kami bekerja,” tuturnya.
BACA JUGA: Ini Kata Kemenkumham soal Kabar Ahok Bebas
Saat itu Ahok sebagai petahana menghadapi dua penantangnya, yakni mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan serta Agus Harimurti Yudhoyono yang juga putra sulung Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perbincangan di media sosial kala diramaikan isu ras dan agama.
Ahok kala itu juga menghadapi demonstrasi besar-besaran karena dianggap menghina Alquran. Gelombang demonstrasi besar-besaran itu secara gencar dipromosikan berbagai akun, termasuk yang terkait Muslim Cyber Army (MCA).
Alex menjelaskan, timnya dipekerjakan untuk menangkal gelombang sentimen anti-Ahok. Jurusnya adalah melontarkan tagar untuk menyudutkan rival Ahok di Pilkada DKI.
Menurut Alex, timnya terdiri dari pendukung Ahok dan mahasiswa yang terpikat bayaran sekitar Rp 4 juta per bulan. Konon, mereka bekerja di sebuah rumah mewah di kawasan Menteng di Jakarta Pusat.
Tugas tim itu adalah membuat 60 hingga 120 unggahan per hari melalui akun-akun palsu di medsos. Indonesia memang masuk dalam lima besar negara dengan jumlah pengguna Twitter dan Facebook terbanyak di dunia.
Menurut Alex, timnya ada 20 orang. Setiap orang memegang 11 akun media sosial, sehingga dalam sehari bisa membuat sekurang-kurangnya 2.400 unggahan di Twitter.
Operasi itu dikomando melalui grup Whatsaap bernama Pasukan Khusus. Anggota total grup WhatsApp itu ada 80.
Alex menuturkan, perintah dari pengordernya adalah menghidupkan akun-akun palsu agar terlihat asli. Karena itu Alex dan timnya mencomot berbagai foto untuk avatar di Twitter.
“Kadang-kadang kami menggunakan foto teman-teman kami, dari Facebook atau grup-grup WhatsApp,” tuturnya.
Yang dipilih sebagian besar adalah foto cewek cantik. “Untuk menarik perhatian,” katanya.
Tapi, Alex sepertinya juga tak sepenuhnya happy dengan pekerjaannya. “Kadang saya merasa jijik dengan diri sendiri,” tuturnya.
Karena itu dia memilih untuk menjadi buzzer berkonten positif yang punya ruang sendiri. “Ruangan kedua adalah untuk konten negatif yang menyebar muatan dan ujaran kebencian tentang lawan,” katanya.
Dengan memanipulasi Twitter, para buzzer memengaruhi para pengguna akun asli dan media di Indonesia yang sering merujuk pada trending topics sebagai barometer. “Sekilas mereka tanpak normal, tapi kemudian sebagian besar berkicau tentang politik,” ujar Pradipa Rasidi yang saat Pilkada DKI 2017 bekerja di sayap kepemudaan Transparansi Internasional Indonesia (TII).
Menurut Rasidi, tim buzzer beroperasi seperti halnya menyebar gosip. “Ketika setiap orang membicaraan hal yang sama, Anda mungkin berpikir itu benar. Di situlah dampaknya," tuturnya.
Bisnis buzzer merupakan industri besar. Seorang kampiun strategi di medsos bernama Andi yang pernah bekerja untuk rival Ahok mengungkapkan, beberapa pemilik akun Twitter yang berpengaruh bisa menerima bayaran hingga Rp 20 juta hanya untuk sekali kicau.
“Atau jika Anda ingin memperoleh trending topics selama beberapa jam, harganya antara Rp 1 juta hingga Rp 4 juta,” ungkapnya.
Namun, Ulin Yusron yang menjadi salah satu juru bicara untuk tim kampanye Ahok menolak mengomentari soal buzzer itu. Hanya saja, dia menyebut kampanye Pilkada DKI 2017 memang sangat keras.
Menurutnya, penggunaan fitnah, ujaran kebencian dan hoaks di kontestasi politik begitu masif. “Secara alami, tim membentengi diri dengan pasukan pendukung, termasuk di media sosial. Ini bukan hal baru di politik,” katanya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi 3 Pertanyakan Dugaan Video Ultah Ahok di Mako Brimob
Redaktur & Reporter : Antoni