jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan, kedaulatan di Indonesia tidak berada di MPR atau pejabat eksekutif, tetapi di tangan Rakyat.
“Sekarang yang memilih presiden adalah rakyat, bukan MPR. Demikian juga gubernur, wali kota, dan berbagai pejabat publik lain,'' ujarnya.
BACA JUGA: HNW Sampaikan Kalimat Menohok kepada Mendag Lutfi
Setiap kebijakan yang diambil eksekutif maupun legislatif tidak boleh menabrak ketentuan konstitusi. Selalu mempertimbangkan aspirasi dan kemaslahatan rakyat.
''Jadi, para pimpinan bangsa harus memahami aturan-aturan konstitusi untuk dijalankan,'' kata Hidayat Nur Wahid.
BACA JUGA: HNW Kecam Penyerbuan Israel ke Masjid Al Aqsa
Hal itu dikatakan pada Sosialisasi Empat Pilar MPR RI yang melibatkan RT-RW di Jakarta Selatan dan Pusat, Kamis (21/4).
Bila ada ajakan melakukan sesuatu yang melanggar konstitusi, menurut HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid, wajarnya ditolak.
BACA JUGA: Pernyataan Keras HNW Soal Kemenag Hentikan Pengajuan Izin Baru PAUD Al-Quran, Jleb Banget!
Pelanggaran konstitusi, termasuk perpanjangan masa jabatan presiden, tidak membawa dampak positif bagi bangsa dan negara.
Sebaliknya, isu itu malah membahayakan demokrasi dan berdampak negatif.
HNW menilai, kedaulatan rakyat belakangan ini sering diabaikan atau dimanipulasi oleh segelintir pejabat. Misalnya, dalam isu presiden tiga periode.
“Ada yang mengklaim memiliki 110 juta big data pendukung tiga periode. Ada yang memanipulasi dukungan ulama Banten. Ada pula yang memanipulasi forum kepala desa (Apdesi) untuk mendukung agenda tersebut,'' ungkapnya.
Mereka mengira warga tidak memahami konstitusi. Kemudian, muncul bantahan dari banyak pihak yang berkompeten dan mementahkan manuver tak bertanggung jawab itu.
Konstitusi sangat jelas membatasi masa jabatan presiden hingga maksimal dua periode dan per 5 tahun diselenggarakan pemilu.
''Ketentuan soal masa jabatan itu sudah tegas tertulis dalam konstitusi,” ucapnya.
HNW mengajak pimpinan dan tokoh di tingkat masyarakat untuk memahami konstitusi dengan baik dan benar agar bisa menghadirkan harmoni bagi masyarakat.
''Dan tidak mudah diadu domba oleh isu-isu inkonstitusional,'' katanya.
HNW menjelaskan, konstitusi yang berlaku mudah dilanggar dan diubah-ubah untuk kepentingan kekuasaan dan oligarki bisa berdampak pada munculnya friksi dan disharmoni di akar rumput.
Karena itu, tindakan melawan konstitusi itu penting dikoreksi dan dicegah, misalnya, oleh pengurus RT, RW, lurah, dan seluruh pemimpin masyarakat.
"Semua upaya memanipulasi, itu bukan lagi demokrasi, melainkan democrazy yang membahayakan kesatuan warga dan masa depan NKRI,” ujarnya.
“Demokrasi membuka ruang agar aturan yang ada ditaati dan konstitusi dipedomani secara jujur dan konsisten,” lanjutnya.
Hadirnya koridor konstitusi, kata HNW, pada dasarnya adalah merealisasikan cita-cita Indonesia merdeka.
Di antaranya, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan warga di tingkat desa, kelurahan, RW, dan RT.
Yang terjadi sekarang, banyak warga yang menilai pemerintah mendengarkan kesusahan Rakyat dengan kenaikan harga-harga.
Misalnya, harga minyak goreng, tahu, tempe, BBM, hingga listrik.
Dalam kondisi sulit akibat Covid-19, semestinya semua pihak menghindarkan friksi dan ketegangan sosial akibat upaya menentang Konstitusi.
''Semua ini bisa dihindari bila para pemimpin bangsa memahami dan melaksanakan Empat Pilar MPR RI, termasuk mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara baik, benar, dan konsisten,” tandasnya. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi