HNW: Oposisi Menyehatkan Demokrasi di Indonesia

Senin, 06 September 2021 – 16:27 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyoroti putusan tingkat banding PT DKI Jakarta perkara Swab Test RS Ummi Bogor dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab. Ilustrasi Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan, konstitusi di Indonesia tidak mengatur soal oposisi.

Namun kehadiran kelompok politik di luar koalisi pemerintah yang disebut oposisi turut berkontribusi menyeimbangkan demokrasi di Indonesia.

BACA JUGA: HNW Mendukung Keadilan Anggaran Untuk Madrasah

Menurut Hidayat Nur Wahid (HNW), dengan menerapkan prinsip check and balances dan amanat rakyat, berapa pun jumlah partai dan anggota dewan yang beroposisi telah berperan menyelamatkan praktek demokrasi agar tetap dalam koridor Pancasila dan UUD 1945.

Jika ada mempertanyakan kegunaan oposisi di tengah mayoritas mutlak partai di parlemen yang berkoalisi dengan pemerintah, HNW balik mengingatkan pentingnya memperhatikan aturan konstitusional.

BACA JUGA: HNW Membandingkan Kasus Habib Rizieq dengan Jaksa Pinangki, Lumayan Keras

"Perlu diingat juga, DPR berperan mengawasi dan mengontrol pemerintah, darimanapun juga latar organisasi politik anggota DPR tersebut," kata HNW saat bertemu Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) PKS se-Jakarta Selatan, Minggu (5/8).

HNW menyampaikan, meski jumlah partai oposisi sedikit, tetapi berbagai capaian telah berhasil dilakukan.

BACA JUGA: HNW Ingatkan Konsistensi Santri dalam Kemaslahatan hingga Kemenangan Taliban di Afghanistan

Bahkan lanjut dia, mendapat dukungan dari partai-partai bukan oposisi.

Misalnya saat PKS dan Demokrat yang di luar koalisi berhasil menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila.

Bahkan RUU itu saat sekarang sudah tidak ada dalam Prolegnas.

“Kami juga tegas menolak amendemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden,” sebutnya.

Jadi lanjut HNW, meski jumlahnya sedikit bukan berarti kerja partai oposisi tidak efektif.

“Buktinya banyak juga yang berhasil. Sekalipun memang banyak juga yang diputuskan secara voting sehingga mayoritaslah yang memenangkan keputusannya,” ujarnya.

Keberhasilan lainnya partai bukan koalisi adalah ketika kritikan PKS bersama berbagai elemen masyarakat diterima pemerintah, misalnya soal Perpres Investasi Miras.

“Perpres itu kemudian ditarik dan diperbaiki Presiden Jokowi. Hal itu disebabkan kerasnya suara penolakan dari parlemen dan masyarakat,” sebut HNW lagi.

Ada juga kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) terkait Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 yang menghilangkan frasa agama.

Kamus sejarah yang tidak mencantumkan banyak tokoh umat Islam.

Kamus ini diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.

“Kebijakan itu akhirnya dikoreksi, setelah ada kritikan yang keras dari oposisi di parlemen dan ormas-ormas yang ada di masyarakat,” ujarnya.

HNW menambahkan, jika ada yang mempertanyakan kegunaan oposisi di parlemen, bukti-bukti tersebut hanya sedikit dari banyak contoh dan bukti yang ada.

“Jadi apakah oposisi itu tidak berguna? Ya sangat berguna, apabila mempertimbangkan penyelamatan demokrasi, ketaatan pada aturan konstitusi, dan sebagian hasil kerja sebagaimana disebut di atas,” kata HNW.

Namun HNW mengakui, jumlah suara sangat mempengaruhi keputusan di DPR.

Sekalipun Pancasila memberikan sila permusyawaratan, tetapi banyak mekanisme pengambilan keputusan juga dilakukan melalui voting.

“Kendalanya memang ketika voting, tapi semoga itu juga mengingatkan tanggungjawab rakyat ketika mempergunakan kedaulatannya memilih wakil-wakil mereka di DPR,” ujarnya.

Selaku partai oposisi, kata HNW, PKS berusaha menjaga dan menegakkan konstitusi dan demokrasi.

Misalnya menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden maupun usulan referendum yang tidak memiliki landasan hukum di Indonesia.

PKS juga terus menyuarakan aspirasi rakyat soal penolakan rencana perpindahan ibu kota negara.

Selain payung hukumnya belum ada, kata HNW, juga prioritas anggaran dan perhatian negara seharusnya untuk mengatasi Covid-19 dengan segala dampaknya.

Tidak hanya itu, langkah PKS itu menurut HNW, agar presiden lebih mendahulukan melaksanakan janji-janji kampanyenya karena program pemindahan ibu kota negara tidak ada di dalamnya.

“PKS akan menolak itu semua dengan argumentasi yang kuat dan konstitusional yang membawa maslahat yang lebih baik bagi rakyat, bangsa dan negara. Sekaligus untuk melaksanakan amanat rakyat Indonesia sebagai pemilik kedaulatan,” pungkas HNW. (mar1/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW: Masa Jabatan Jokowi sebagai Presiden Berakhir 2024, Bukan 2027


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler