jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menolak wacana Mustafa Kemal Ataturk menjadi nama jalan di Jakarta.
Menurut dia, penamaan Ataturk menjadi nama jalan di Jakarta tidak sesuai dengan ketokohan Soekarno yang tidak anti Islam, Arab, religius, sekuler, dan demokratis.
BACA JUGA: Kontroversi Nama Jalan, KBRI Sebut Itu Keputusan Rezim Erdogan
Menurut pria yang akran disapa HNW itu apabila wacana tersebut dihadirkan lantaran Turki menyematkan nama proklamator Indonesia, Ahmet Soekarno, sebagai jalan di depan KBRI Ankara.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah Indonesia bisa mengusulkan nama-nama yang lain selain Ataturk.
BACA JUGA: Rencana Nama Jalan Ataturk di Jakarta, Wagub Riza Patria Bilang Begini
Misalnya, kata dia, nama tokoh Turki yang tidak kontroversial dan menghadirkan penguatan hubungan karena nama-nama itu begitu harum diterima masyarakat luas di Indonesia.
"Seperti Sultan Muhammad alFatih atau tokoh Sufi Jalaludin ar Rumi,” ujar HNW melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (18/10).
BACA JUGA: HNW Dorong Pendampingan Maksimal untuk Anak Korban Perkosaan di Luwu Timur
Lebih lanjut, HNW mengatakan bahwa masalah ini sudah jadi perhatian masyarakat luas, yang menyatakan menolak secara rasional dan argumentatif.
Tercatat pihak Pimpinan MUI Pusat, PP Muhammadiyah, Sekjend PBNU, KAHMI, Ketua MUI DKI, Wakil Ketua MPR, Ketua BKSAP DPRRI, dan Wakil Ketua DPRD DKI dari PKS melakukan penolakan secara terbuka.
Tidak hanya itu, HNW juga menerima aspirasi dari tiga komunitas warga seperti Pimpinan RT/RW, Pengajian Shubuh dan Jawara Betawi yang menyampaikan keberatan dan menolak atas wacana penamaan jalan di Menteng Jakarta dengan nama Mustafa Kemal Ataturk.
"Aspirasi dari banyak kelompok masyarakat yang menolak ini tentunya juga sudah dibaca oleh pihak Turki,” ungkapnya.
HNW menjelaskan, pemberian nama itu dilakukan lantaran saling menghormati, tetapi tidak harus beraroma resiprokal, timbal balik.
Maroko misalnya, sudah memberikan nama Soekarno untuk jalan di Rabath, karena penghormatan mereka atas jasa Soekarno terhadap bangsa-bangsa di Asia Afrika, dan Gerakan Non Blok.
Namun, mereka tidak meminta nama Raja-nya dijadikan sebagai nama jalan di Jakarta.
Selain itu, meski sama-sama bergelar Bapak Bangsa, tetapi ada perbedaan yang mendalam antara Soekarno dan Ataturk.
“Bung Karno tidak memotong akar sejarah Bangsa Indonesia, dengan memaksakan ideologi impor. Bung Karno tidak mensekulerkan Indonesia," kata dia lagi.
Lebih lanjut, HNW menjelaskan Soekarno menghadirkan Pancasila sebagai ideologi negara yang digali dari budaya dan sejarah Indonesia. Sebab, dalam Pancasila ada Ketuhanan YME.
Menurut dia, Bung Karno juga tidak anti Islam/Arab, apalagi melarang bacaan salat dan adzan pakai bahasa Arab dan mengubahnya pakai bahasa Indonesia.
Bung Karno menumbuhkan nasionalisme dengan menumbuhkan demokrasi, tetapi bukan demokrasi sekuler liberal.
"Sedangkan Ataturk justru melakukan sebaliknya,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia menganggap wajar nama Soekarno dipakaia di Ankara Turki.
Sebab, jasa-jasa Bung Karno seperti dengan adanya Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok.
Oleh karena itu, HNW menegaskan dukungannya untuk penguatan hubungan Indonesia dengan Turki.
Namun seharusnya hubungan yang baik antara Turki dan Indonesia itu ditingkatkan dengan berbagai terobosan positif.
Tidak malah diciderai dengan wacana penamaan jalan yang kontroversial seperti ini.
“Karena saya juga tidak yakin bahwa pihak Pemerintah Turki lah yang mengusulkan nama Kemal Pasya Ataturk untuk nama jalan di Jakarta Ibu Kota Indonesia," kata dia.
"Karena pastilah Pemerintah Turki dibawah Erdogan menghormati Indonesia dan sejarah perjuangan Indonesia yang tidak sekuleristik liberal apalagi anti agama islam, sebagaimana ditampilkan oleh Ataturk,” pungkas HNW. (mrk/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... HNW Ingatkan Empat Pilar MPR jangan Sampai Dirusak Atau Diganti
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian