Honorer K2: Apakah Kami Harus Mengadu ke Ibu Megawati?

Sabtu, 09 Desember 2017 – 06:52 WIB
Para honorer K2 saat mengadu ke Senayan, Rabu (6/12). Foto: Mesya Mohammad/JPNN.com

jpnn.com - Para honorer kategori dua (K2) tidak pernah mendapat kepastian kapan mereka akan diangkat menjadi CPNS.

Belasan hingga puluhan tahun waktu, tenaga, dana, dan pikiran sudah dihabiskan untuk mengabdi, dengan honorer bulanan yang sangat minim.

BACA JUGA: Jika Pemerintah Arif, Kuota 101 Ribu CPNS untuk Honorer K2


----

RAMBUT putih, kerutan wajah, dan gigi yang mulai ompong menjadi bukti otentik sudah begitu lamanya pengabdian sebagian honorer K2.

BACA JUGA: Tak Bahas Revisi UU ASN, Honorer K2 Ancam Bakar Kantor BKD

Dengan gaji Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu mereka tetap bertahan di daerah pengabdiannya.

Kondisi ini mungkin sulit bila dialami rekrutmen guru zaman now. Disuguhi dengan beragam fasilitas pun masih banyak yang menolak menjadi guru garis depan (GGD).

BACA JUGA: Akankah Ratusan Ribu Honorer K2 Pilih Jokowi?

Lihat saja data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dari kuota CPNS 2016 untuk GGD sebanyak 7000 orang, yang mendaftar hanya 6000an orang.

Tak heran bila 439 ribu honorer K2 cemburu. Mereka kesal mengapa pemerintah memilih merekrut guru-guru baru.

Sementara di seluruh daerah tersebar guru-guru honorer yang sudah nyata-nyata tetap setia mengabdi walau dibayar rendah.

Hati mereka makin sakit manakala pemerintah beralasan merekrut tenaga fresh graduate demi meningkatkan mutu pendidikan.

Padahal banyak guru honorer ini sudah mengisi jam kerja PNS selama belasan hingga puluhan tahun. Karena fakta, masih banyak sekolah yang kekurangan guru PNS.

"Kami ini kan manusia, bukan batu. Kami masih punya perasaan dan hati kami menjerit kala disebut kami tidak ada kompetensinya. Apakah ini cara pemerintah agar kami tetap dibayar murah," kata Nunik, honorer K2 asal Magelang yang ditemui di Senayan baru-baru ini.

Para honorer K2 berharap para politisi di gedung nan megah itu ikut memperjuangkan nasib mereka.

Nunik yang kini 52 tahun menghabiskan waktunya di sekolah sudah puluhan tahun. Dia pernah ikut tes CPNS jalur K2 pada 2013.

Namun, keberuntungan bukan milik Nunik hingga sampai sekarang harus menerima kenyataan digaji Rp 150 ribu per bulan.

Aslinya, Nunik sudah capek berjuang. Karena setiap ke Jakarta untuk ikut berjuang dia harus merogoh kocek dalam-dalam. Nunik mengandalkan gaji suaminya yang kini sudah pensiun.

"Kalau lihat diombang-ambing begini kadang pengin menyerah juga. Saya makin tua tapi NIP CPNS belum didapat. Namun, saya ingat kalau menyerah apa nggak malu sama tetangga dan kerabat. Mereka tahunya kan saya ini PNS," ungkap Nunik yang sehari-hari bekerja di bagian administrasi sekolah.

Nunik tak sendiri, ada Titi Purwaningsih, guru honorer K2 dari Banjarnegara. Didaulat jadi ketua umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I), Titi harus membagi waktunya untuk menjadi wali kelas VI dan pejuang honorer. Lebih 14 tahun dia berjuang mendapatkan status PNS.

Namun, hingga saat ini belum ada hasilnya. Ibu dua anak ini mengaku, setiap hari ke sekolah harus mengeluarkan uang transport Rp 20 ribu per hari. Honor yang diterima Rp 150 ribu per bulan dan dibayarkan per triwulan.

"Anak saya yang kedua masih batita. Kalau tugas saya terpaksa menitipkan anak ke pengasuh dengan bayaran jauh lebih besar dari honor yang saya terima. Kalau bukan karena cinta profesi saya sebagai guru mungkin sudah lama saya berhenti," tuturnya dengan mata menerawang.

Titi pun mengaku sudah membuang urat malunya demi perjuangan honorer K2. Tidak ada celah sedikit pun dibiarkan. Lubang sekecil jarum pun akan dilewati demi mendapatkan status PNS.

Sebagai ketum FHK2I, Titi merasa bertanggung jawab memperjuangkan nasih 400 ribu honorer K2.

"Semua sudah kami dekati, DPR, KSP, DPD, KASN, KemenPAN-RB, PGRI, BKN, hasilnya masih begini. Kepada siapa lagi ya kami mengadu. Apakah harus mengadu kepada Ibu Megawati agar presiden ada perhatian pada kami," tuturnya.

Yang membuat honorer menangis, sikap MenPAN-RB tidak menghargai pengabdian mereka. Seandainya bisa bertukar posisi, Titi ingin MenPAN-RB merasakan bagaimana menjadi honorer K2.

Dijadikan pembantu bagi PNS, tapi kesejahteraannya tidak dipikirkan. Kemudian dihujat dengan berbagai alasan bahwa tidak punya kompetensi.

"Bapak presiden, bapak-bapak pejabat, tolong jangan merendahkan kami lagi. Kenapa kalau kompetensi kami rendah, tidak ada yang berani memecat kami. Tolong beri kami kepastian," ucapnya.

Titi melanjutkan, jangan salahkan honorer K2 kalau sampai sekarang tidak pantang menyerah, tetap berjuang demi status PNS. Mereka tidak peduli walaupun dana yang dikeluarkan sudah tidak terhitung jumlahnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Honorer K2 Klaim Subsidi Negara Triliunan Rupiah


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler