Honorer K2 Memasuki 2019 dengan Hati yang Luka, Pedih

Senin, 31 Desember 2018 – 18:07 WIB
Massa honorer K2 menangis saat aksi unjuk rasa menuntut diangkat menjadi CPNS. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - Hingga di penghujung tahun 2018, nasib 439.590 honorer K2 (kategori dua) masih dalam ketidakpastian. Perjuangan empat tahun sia-sia.

---

BACA JUGA: Ribuan Honorer K2 DKI Tuntut Anies Menepati Janji

"JUJUR saja, saya sudah habis akal menghadapi pemerintah. Semua sudah dilakukan tapi gagal," kata Ketua Umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih saat menjawab JPNN.com.

Dari jawaban Titi seperti kehilangan asa. Sosok perempuan tangguh ini jadi malas untuk menyuarakan aspirasi ratusan ribu honorer K2. Alasannya sederhana, berbusa-busa pun, tidak akan didengar pemerintah.

BACA JUGA: Mustahil UU ASN Hasil Revisi Disahkan Sebelum Pilpres 2019

Sikap Titi yang berapi-api apalagi saat menyusun aksi demo besar-besaran pada 30 dan 31 Oktober tidak tampak lagi. Dia lebih memilih cooling down dan memasrahkan diri kepada Sang Pencipta.

"Saya sudah malas bicara. Sekarang saya pasrahkan kepada Allah SWT. Hanya Allah yang bisa membolak-balikan hati manusia," ucapnya.

BACA JUGA: Soal Honorer K2, Pemerintah dan Politikus Harus Jujur

Sikap pasrah juga ditunjukkan Koordinator Wilayah (Korwil) FHK2I Sulawesi Selatan Sumarni Azis. Salah satu Srimandi honorer K2 ini juga salah satu inisiator aksi 30 dan 31 Oktober 2018.

Namun, pascademo yang tidak mampu menarik perhatian Presiden Jokowi itu, Sumarni juga langsung cooling down.

Selain enggan berkomentar, Sumarni juga malas baca berita. Dia ingin mengobati rasa sakit hatinya karena pemerintah terus saja membuat luka baru.

Pemerintah justru menetapkan beberapa kebijakan yang tidak berpihak pada honorer K2. Mulai dari PermenPAN-RB 36/2018 tentang Kriteria Penerimaan CPNS 2018, PermenPAN-RB 37/2018 tentang Pelaksanaan Rekrutmen, hingga PermenPAN-RB 61/2018 tentang aturan baru kelulusan seleksi kompetensi dasar (SKD) CPNS.

Aturan PermenPAN-RB 61/2018 sangat melukai hati honorer K2. Mereka menilai pemerintah melanggar aturan yang sudah dibuatnya demi meloloskan pelamar berusia muda tapi tidak lulus passing grade.

Penolakan terus digelorakan seluruh honorer K2 dan non kategori. Lagi-lagi penolakan itu dijawab pemerintah dengan menerbitkan PP 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dalam peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2018 di Pakansari Bogor, Presiden Jokowi mengungkapkan ini adalah langkah maju pemerintah untuk mengakomodir tenaga pendidik dan kependidikan yang usianya di atas 35 tahun menjadi PPPK.

Tapi, kado presiden ini dinilai sebagai hadiah terburuk bagi guru honorer.

"Ini kado terburuk bagi kami. PP Manajemen PPPK mematikan kami," kata Korwil FHK2I DKI Jakarta Nurbaiti.

Lagi-lagi luka honorer K2 makin menganga. Sebagai bentuk protes, sebagian besar sudah mengambil sikap politik. Mereka mulai terang-terangan akan mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

Mereka berharap, sosok pemimpin baru mau melanjutkan revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN). Revisi ini dinilai satu-satunya jalan menjadi PNS.

"Enggak bisa diharapkan lagi pemerintah yang sekarang. Kami pilih Prabowo Subianto jadi presiden kami," tegas Pengurus Forum Honorer K2 Persatuan Guru Republik Indonesia (FHK2 PGRI) Riyanto Agung Subekti alias Itong.

Aspirasi yang sama juga diungkapkan Koordinator Honorer K2 Kalimantan Barat Syarif Feriansyah. Dia beralasan, tidak ada gunanya mengharapkan pemerintah yang sekarang. Dia memilih tahun depan ganti presiden.

Empat tahun berjuang tidak ada hasil. Yang ada honorer K2 disodorkan dengan berbagai dagelan pemerintah. Pemerintah seolah lupa kacang akan kulitnya.

"Saya kasihan kepada teman-teman K2 yang masih berharap banyak. Padahal sampai menangis darah pun tidak akan diangkat PNS, kecuali UU ASN direvisi. Sementara presiden kan enggak mau ada revisi. Kalau mau pasti PP Manajemen PPPK tidak diteken," tuturnya.

Di tengah kehampaan, muncul kabar dari Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan sebagian gugatan 48 guru honorer Kebumen. Guru Kebumen ini mengajukan judicial review terhadap PermenPAN-RB 36/2018 karena adanya pembatasan usia 35 tahun.

Korwil FHK2I Jawa Tengah Ahmad Saefudin menilai, kemenangan guru honorer Kebumen menjadi penyemangat baru bagi perjuangan honorer K2. Selama ini berbagai upaya sudah dilakukan. Mulai pendekatan persuasif, lobi-lobi, hingga demo tidak ada hasil.

"Sepertinya kami harus mencoba jalur hukum. Kemenangan guru honorer Kebumen ini menunjukkan, aparat hukum masih objektif," tegasnya.

BACA JUGA: Pengangkatan CPNS dari Tenaga Honorer Sudah Rampung

Ahmad pun mengajak seluruh forum honorer bersatu mengajukan gugatan kepada pemerintah atas produk hukum yang sudah dibuatnya. Perlawanan terhadap ketidakadilan pemerintah harus dibawa ke ranah hukum.

"Ayo semua bangkit dan berjuang kembali. Yakinlah perjuangan ini akan ada hasilnya," tutupnya. (esy/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... BKD Coba Perjuangkan Nasib PTT dan Honorer K2


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler