jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah dan Komisi II RI bersepakat untuk mengangkat honorer K2 usia 50 tahun menjadi PNS. Pengangkatan ini dikhususkan bagi honorer K2 di Papua yang sudah masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Karena jumlah honorer K2 di Papua tidak banyak, maka mereka bisa terangkut semua menjadi PNS di provinsi baru pemekaran Papua," kata Pelaksana tugas (Plt ) Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam rapat kerja Komisi II DPR RI, Selasa (28/6).
BACA JUGA: Honorer K2 OAP Usia Maksimal 50 Tahun Diangkat jadi CPNS
Usulan Bima tersebut disambut gembira Komisi II DPR. Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyatakan semangat dalam draf RUU pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU pembentukan Provinsi Papua Pegunungan adalah mengakomodasi orang asli Papua (OAP) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik PNS maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Khusus honorer K2, lanjutnya, apakah hanya orang Papua atau non-OAP bisa diangkat semua menjadi PNS atau tidak, diserahkan teknisnya kepada BKN.
BACA JUGA: Pentolan Honorer K2 Bawa Kabar Baik soal Pengangkatan ASN, Semoga Terwujud
Bima mengungkapkan honorer K2 di Papua terdiri atas OAP dan non -OAP. Namun, karena jumlah honorer K2 di Papua tidak banyak, maka akan diangkat seluruhnya.
Dalam raker tersebut disepakati penambahan pasal dalam RUU pembentukan provinsi baru pemekaran Papua, yaitu:
BACA JUGA: Ada Diskresi untuk Honorer K2 menjadi ASN, Bu Nur: Syukran Pak JokowiÂ
1. Ketentuan mengenai penataan ASN di tiga provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Papua diatur dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) dengan ketentuan khusus sebagai bentuk afirmasi.
2. Untuk pertama kalinya pengisian ASN di provinsi baru pemekaran Papua bisa dilakukan dengan penerimaan:
a. CPNS orang asli Papua yang berusia paling tinggi 48 tahun.
b. Pegawai honorer asli Papua yang terdaftar sebagai honorer K2 di BKN menjadi CPNS yang berusia paling tinggi 50 tahun.
c. PPPK.
"Jadi, ini ketentuan usia hanya pertama kali. Bisa juga diberikan waktu lima tahun, setelah itu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," tegas Bima. (esy/jpnn)
Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Mesyia Muhammad