jpnn.com, JAKARTA - Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan mengatakan pihaknya telah melakukan kajian eksaminasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas kasus kerumunan yang menyeret Habib Rizieq Shihab dan sejumlah pengurus FPI.
Hasilnya banyak ditemukan kejanggalan dan kesan kriminalisasi terhadap mantan imam besar FPI itu.
BACA JUGA: Bebas dari Rutan, Empat Anak Buah Habib Rizieq ini Tak jadi Pengurus FPI Versi Baru
“Pada awalnya telah terjadi rekayasa sistematis melalui pengelompokan perkara tanpa menggunakan ketentuan perbuatan berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 64 Ayat (1) KUHP,” kata Abdul dalam siaran persnya, Senin (11/10).
Menurut dia, apabila hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur menerapkan ketentuan Pasal 64 Ayat (1) KUHP diterapkan, maka dapat dipastikan tidak akan pernah ada pengelompokan perkara yang di dalamnya terdapat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
BACA JUGA: Kasasi Jaksa Ditolak, Pengacara Habib Rizieq Singgung Uang Rp 20 Juta
“Bahwa Judex Facti (hakim) telah menyalahi asas legalitas dengan melakukan analogi terhadap makna keonaran. Tidak bisa dibenarkan penentuan adanya hubungan antara sikap batin dengan perbuatan dan timbulnya akibat ditentukan secara menyimpang,” beber Abdul.
Abdul yang juga ketua tim eksaminasi menuturkan hakim tidak menerapkan pembuktian hubungan sebab akibat guna menentukan secara objektif sebab terjadinya akibat.
BACA JUGA: Soal Perkara Habib Rizieq di RS UMMI Bogor, Aziz Yanuar: Kemenangan Milik Allah
“Mengacu pada doktrin kausalitas, maka sebab yang relevan dan paling dominan terjadinya kegaduhan di media sosial termasuk aksi demonstrasi sebagaimana yang dimaksudkan oleh Judex Facti justru oleh media-media sosial yang menebarkan berita hoaks dan ujaran kebencian kepada Habib Rizieq,” kata Abdul.
Dia juga menyebut bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana telah dihapuskan dalam Rancangan KUHP Tahun 2019.
“Berdasarkan interpretasi futuristik terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana seharusnya tidak lagi dapat diterapkan,” tegas Abdul.
Abdul lantas mengatakan dari hasil kajiannya bisa disimpulkan bahwa kasus Habib Rizieq tidak murni perkara hukum, tetapi mengandung kepentingan politis.
“Dengan demikian pemenuhan unsur delik cenderung sangat dipaksakan,” kata dia.
HRS Center pun memberikan dukungan penuh kepada majelis hakim kasasi Mahkamah Agung untuk memutus dengan keberanian dan kejujuran. Sebab kasus itu kini sudah masuk ke tahap sidang kasasi.
“Ini agar terwujud kepastian hukum yang adil,” pungkas Abdul. (cuy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Natalia
Reporter : Elfany Kurniawan