jpnn.com, KOTAWARINGIN TIMUR - Seorang pria di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, inisial HS diduga mengoplos bahan bakar minyak jenis pertalite dengan bahan tertentu guna sehingga warnanya mirip BBM jenis premium demi mendapat keuntungan.
Pria tersebut ditangkap jajaran polres Kotawaringin Timur saat melakukan pengoplosan di sebuah rumah di Jalan Jembatan Kuning Gang Sabar Menanti Kelurahan Ketapang Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
BACA JUGA: Endik Kaget Saat Mengisi BBM Didatangi 3 Orang Mengaku Polisi, Minta Uang Damai
Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin mengakui kasus pengoplosan BBM itu tergolong aneh.
"Ini cukup aneh juga. Biasa itu kan kasusnya pengoplosan menyerupai BBM jenis yang lebih mahal seperti pertalite atau pertamax, ini justru pertalite dioplos sehingga warnanya mirip premium atau bensin. Hanya warnanya yang mirip, soal kandungannya, kami belum tahu karena itu perlu pengujian laboratorium," kata AKBP Abdoel Harris Jakin didampingi Kapolsek Ketapang AKP Samsul Bahri di Sampit, Selasa (12/10).
BACA JUGA: Pertalite Kosong di Sejumlah SPBU di Jawa Timur, Pertamina Beri Penjelasan Begini
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat pada Jumat (8/10) yang kemudian ditindaklanjuti oleh Polsek Ketapang.
Polisi menangkap HS yang sedang melaksanakan pengoplosan di rumah di Jalan Jembatan Kuning Gang Sabar Menanti Kelurahan Ketapang Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
BACA JUGA: Penjelasan BKN soal Guru Honorer K2 Beserdik Nilai Tertinggi Tidak Lulus PPPK, Oh Ternyata
Barang bukti yang disita antara lain berupa tandon air berkapasitas 1000 liter, 33 jeriken, timbangan, serbuk "bleaching earth terram" untuk pemutih, bahan bakar mirip premium serta barang bukti lainnya.
HS melakukan pengoplosan dengan cara memasukkannya serbuk bleaching earth terram ke dalam pertalite.
BBM jenis pertalite yang semula berwarna hijau berubah menjadi kuning sehingga mirip premium.
Namun jika dilihat secara teliti tetap ada perbedaan, karena warna kuningnya sangat tajam, berbeda dengan warna kuning bahan bakar premium.
Pengakuan HS saat diperiksa, praktik terlarang ini dilakukan lantaran di kawasan pelosok atau jauh dari pusat kota, harga premium justru lebih mahal dibanding pertalite, padahal di SPBU harga resmi premium lebih murah dibanding pertalite.
Harga premium di pelosok lebih mahal lantaran berkembang pendapat di masyarakat bahwa pertalite merusak mesin kendaraan karena cepat panas, menimbulkan kerak dan memperpendek umur mesin sehingga banyak yang memilih membeli premium. Sementara pasokan premium kini terus dikurangi oleh Pertamina.
"Berbekal pengetahuannya, dia memanfaatkan keterbatasan pengetahuan masyarakat. Dibuktikan pangsa pasarnya banyak, khususnya masyarakat yang domisilinya jauh dari Sampit," kata Jakin.
HS mengaku sudah menjalani kegiatan terlarang ini selama tiga bulan, dibantu dua karyawan. Dia mengaku mendapat keuntungan sekitar Rp1 juta setiap harinya.
HS mengaku mendapatkan pengetahuan cara mengubah warna pertalite menjadi mirip premium tersebut dari rekannya di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat.
"Sejauh ini tidak ada yang mengeluh terkait kualitas premium oplosan itu. Malah permintaannya tambah banyak karena sejak awal keluar pertalite, itu sudah dinilai kurang bagus. Makanya premium yang terus dicari," kata HS.
Penyidik akan berkoordinasi dengan Pertamina dan perangkat daerah yang menangani terkait energi.
Penyidik juga masih mengembangkan kasus ini, diantaranya dengan menelusuri tempat HS membeli serbuk pengubah warna pertalite sehingga mirip premium tersebut.
"Dia dijerat dengan 54 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, sub Pasal 62 Jo Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun penjara dan denda Rp60 miliar," tegas Jakin. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo