jpnn.com, JAKARTA - Jajaran pemerintahan era Joko Widodo sedang bersih-bersih paham radikal di lingkungan masing-masing. Hal tersebut menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas, yang diikuti pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI.
Bersih-bersih itu pun dilakukan instansi pemerintah dengan cara masing-masing. Misalnya, di Kementerian Pemuda dan Olahraga di bawah kepemimpinan Imam Nahrawi. Upaya mendeteksi gerakan radikal dilakukan hingga ke organisasi kepemudaan yang berada di bawah koordinasinya.
BACA JUGA: Ini Jurus Mendagri Bersihkan Pemda dari Unsur HTI
Jika terindikasi adanya gerakan atau dukungan terhadap paham radikal, pihaknya tidak segan memberikan hukuman. Bentuknya adalah menahan dana bantuan dari Kemenpora. ”Sampai ada klarifikasi, baru diberikan lagi,” ujarnya saat ditemui di kantor DPP PKB kemarin.
Imam mengatakan, saat ini ada satu organisasi di bawah koordinasinya yang sudah mengalami penahanan dana bantuan. Yakni, Gerakan Pramuka. Dia menjelaskan, pernyataan Ketua Kwarnas Pramuka Adhyaksa Dault yang sempat menyatakan dukungannya kepada HTI menjadi penyebabnya. ”Kan ada di video-video itu. Sampai saat ini kami belum menerima klarifikasi dari dia,” imbuhnya.
BACA JUGA: Menteri Sodorkan Pilihan: Tinggalkan HTI atau Dipecat sebagai PNS
Saat dimintai konfirmasi, Adhyaksa Dault balik mempertanyakan sikap Menpora Imam Nahrawi. Adhyaksa menegaskan sudah melakukan klarifikasi terkait pernyataannya dalam video yang beredar. ”Itu video tahun 2013. Saya datang ke acara HTI sebagai undangan. Tidak ada kalimat saya anti-Pancasila,” ujarnya saat dihubungi tadi malam.
Adhyaksa menyatakan, klarifikasi atas pernyataannya di video tersebut sudah disampaikan ke berbagai institusi negara. Mulai Badan Intelijen Negara (BIN), presiden, hingga pihak Kemenpora. ”Sudah melalui surat. Mungkin Pak Menpora belum baca,” imbuhnya.
BACA JUGA: NU Yakini HTI Lebih Berbahaya ketimbang Separatisme, Nih Sebabnya...
Selain itu, Adhyaksa menilai hal itu tidak berkaitan dengan institusi Pramuka sehingga semestinya tidak disangkutpautkan dengan Pramuka.
Sementara itu, pengurus Lembaga Kemaslahatan Keluarga PB NU Ruby Khalifah menyatakan, sudah menjadi rahasia umum bahwa jaringan HTI maupun ormas radikal lainnya masuk institusi-institusi negara. Dia pun menilai pembubaran organisasi tidak cukup. Perlu ada tracking para kadernya. ”Setelah perppu keluar, kami harap bisa masuk ke institusi,” ujarnya di kantor DPP PKB, Jakarta.
Ruby mengungkapkan, dari sekian banyak institusi negara yang dimasuki, lembaga pendidikan menjadi area yang perlu dibersihkan lebih dahulu. Itu diperlukan untuk memutus berkembangnya penyebaran paham radikal kepada generasi muda. Apalagi, berdasar kajiannya, ada banyak guru maupun dosen yang sudah terindikasi berpaham radikal.
”Saya kira guru atau dosen perlu dibersihkan guna meluruskan ideologi yang terbalik itu,” kata perempuan yang juga direktur AMAN (Asian Muslim Action Network) tersebut.
Ruby menambahkan, pemerintah juga perlu membuat panduan khusus yang bisa mengidentifikasi apakah seseorang masuk kategori radikal atau tidak. Itu bisa digunakan lembaga atau sekolah dalam menelisik orang-orang yang ada di dalamnya. ”Di pendidikan, misalnya, saat ini sekolah tidak tahu ukurannya. Perlu membuat panduan,” imbuhnya. (far/c10/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penting! HTI Sudah Dibubarkan, tapi Bendera Tauhid Tetap Diizinkan
Redaktur & Reporter : Adek