Humas Harus Paham UU Pokok Pers & KEJ

Sabtu, 28 Februari 2009 – 19:44 WIB

JAKARTA - Ketua Dewan Pers, Prof Dr Ichlasul Amal MA, dan Koordinator bidang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, S.Sinansari Ecip, mengemukakan bahwa humas atau public relation (PR) juga harus mengetahui dan memahami isi 11 pasal Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan undang-undang (UU) No 40/1999 tentang Pers.

Pengetahuan tentang KEJ dan UU Pers itu tidak hanya penting bagi wartawan, tetapi juga harus dipahami oleh juru bicara instansi pemerintah dan swastaKenapa penting?, banyak hal yang bisa dijawab dalam praktek di lapangan

BACA JUGA: Anoa, Panser Tempur Made In Bandung

”Fungsi Dewan Pers, seperti tertuang dalam undang-undang pers; memberi kebebasan kepada masyarakat untuk memperoleh informasi seluas-luasnya, informasi untuk diketahui masyarakat
Publik harus tahu tentang masalah yang diberitakan sedalam-dalamnya, karena itu adalah kunci profesi wartawan,” papar Ichlasul, kepada peserta pelatihan KEJ, Angkatan ke-4, yang merupakan wartawan dan humas berbagai penjuru Tanah Air (termasuk dari Sumeks-JPNN), yang diselenggarakan oleh Lembaga Pers Dr

BACA JUGA: Jika Tidak Ditolak DPR, Perppu Sah

Soetomo (LPDS) di Gedung Dewan Pers, Jakarta.


Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu bercerita, Dewan Pers banyak mendapat laporan dari masyarakat terkait pemberitaan pers
Disisi lain, pers memang harus mengemukakan apa adanya

BACA JUGA: Teroris Taslim Ngaku Punya 1 Ton Bahan Peledak

”Pers harus memberitakan apa adanya, tidak boleh dihalang-halangiIni memang sudah diatur dalam kode etik jurnalistik dan UU PersSebaliknya, kunci wartawan itu tidak boleh membuat berita bohong, wartawan tidak boleh membuat berita yang tanpa di cek, baik yang menjadi korban maupun yang menyebabkan terjadinya korban.”


Untuk itu, lanjut Ichlasul, seluruh wartawan harus memahami KEJ dan UU Pers”Tapi perlu juga saya paparkan; bukan hanya wartawan, pihak lain juga harus mengetahui kode etik jurnalistik, sebab pemda, instansi, atau perusahaan juga tak bisa membatasi berita-berita yang dibuat wartawan, profesi ini harus diberi keleluasaanItulah kadang-kadang terjadi dua konflik dalam beritaDewan Pers punya cara menyelesaikannya; lewat hak jawab atau negosiasi.”


Namun kalau menemui jalan buntu, terang Ichlasul, bisa melapor ke pimpinan redaksi atau ke dewan persNah, bila terjadi delik pers, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.13/2008 tertanggal 30 Desember 2008, yang ditandatangani oleh wakil ketua MA-RI bidang Non Yudisial, DR Harifin A Tumpa SH MH (sekarang ketua MA); dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait delik pers, hendaknya majelis mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena mereka lebih mengetahui seluk beluk pers tersebut secara teori dan praktek.


”Prinsipnya, Dewan Pers berpegang pada negosiasi dan win win solutionDalam Dewan Pers tidak ada yang merugikan salah satu pihak, tapi win win solution, dua-duanya merasa menangKita ingin mempertemukan itu sampai keduanya menangKalau ada pelanggaran kode etik oleh penerbitan; penerbitan itu menulis kembali, koreksi, hak jawab, bisa dinegosiasikan, sebaliknya kebebasan pers juga harus dihormatiDewan Pers berpendapat; langkah itu merupakan cara untuk melestarikan kebebasan pers,” tukasnya.


Ditegaskan Ichlasul, kebebasan pers bukan untuk kepentingan pers tetapi untuk kepentingan umumNah, agar kepentingan umum tidak dirugikan dengan adanya kebebasan pers, yang seolah-olah bisa membuat berita apa saja, maka perlunya diketahui KEJ dan UU Pers.


”Sebanyak 11 poin KEJ itu tidak hanya harus diketahui oleh pers, tapi juga humas, public relation, dan pembuatan berita dalam instansiTujuannya, agar tidak adalagi kecurigaan terhadap persCitra buruk yang tercipta pada masa orde baru harus dihapus, contohnya; ada anggapan bila pers itu datang biasanya mencari yang jelek-jelek saja, tidak mencari yang baikNah, sekarang ini kita semua tahu sudah ada kebebasan sejak reformasi, sejak ada amandemen, memberi kesempatan yang besar kepada pers, dan harus diakui oleh instansi pemerintah dan swasta, terutama oleh humas atau PRApalagi sekarang sudah ada UU Kebebasan Informasi; apa saja menyangkut kepentingan publik kalau tidak diberikan informasinya, itu bisa menyangkut persoalan kepada kepolisian dan kejaksaanTapi pers juga tidak seanaknya harus mendapatkan informasi terutama tentang hal yang bukan untuk kepentingan umum.”


”Saya contohkan; ada laporan ke Dewan Pers dari PTBA, Sumatera SelatanMereka didatangi wartawan yang minta semua laporan keuangan PTBAKita beritatahu, sejauh itu tidak untuk kepentingan umum tidak perlu diberiItu bukan termasuk dalam bidang-bidang yang diatur dalam kebebasan informasiApalagi, surat kabarnya tidak adaTetapi kalau menyangkut kepentingan umum dan penting diketahui, juga tak boleh dihalang-halangiDisinilah wartawan harus memegang kode etik dan UU Pers, dan itu harus juga diketahui oleh humas dan PRKelancaran pelayanan dan saluran informasi juga menjadi bagian penting dalam era kebebasan informasi,” cetusnya.

Hendrayana, dari Lembaga Bantuan Hukum Pers, mengutarakan bahwa wartawan dalam melaksanakan profesinya untuk menjalankan kegiatan jurnalistik karena diperintah oleh UU PersPerintah itu adalah dalam rangka melaksanakan fungsi kontrol sosial (pasal 3 ayat 1 UU Pers), melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran (pasal 6 butir d).

“Dalam kontek ini, jelas bahwa wartawan dalam melaksanakan kegiatan kejurnalistikannya adalah melaksanakan undang-undang, jadi dengan demikian sebagaimana diatur dalam pasal 50 KUHPidana, menyebutkan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana,” tegasnya.

Hendrayana juga menyebutkan, instrumen hukum nasional dalam ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 21, memaparkan; setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

”Dalam UUD 1945, pasal 28 F amandemen kedua, menegaskan; setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia,” tegasnya.(gus/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Daerah Dibolehkan Bentuk Tim Koordinasi Pemilu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler