Hutan Riau Hanya Untungkan Pengusaha

Jeda Tebang Jadi Keharusan

Selasa, 11 November 2008 – 19:17 WIB
JAKARTA - Seruan Greenpeace agar segera dilakukan jeda tebang (moratorium) hutan Riau karena cepatnya kerusakan hutan di Riau mendapat dukungan banyak pihakSalah satu pendukung usulan Greenpeace itu adalah pengurus teras DPP PPP Fahmi AP Pane SHut

BACA JUGA: Pelaku Teror Bom Mengaku Iseng

Menurut Caleg PPP dapil Riau ini, saatnya moratorium hutan Riau dilakukan sebelum semuanya luluh-lantak.

"Secara substansi, seruan Greenpeace soal moratorium ini harus kita dukung dengan sikap kritis
Dalam artian, memang sudah saatnya dilakukan moratorium agar sisa hutan yang masih ada bisa kita selamatkan," tegas Fahmi dalam perbincangannya dengan JPNN di Jakarta, Selasa (11/11).

Fahmi menambahkan, penebangan hutan yang terjadi selama ini di Riau, baik oleh perusahaan-perusahaan besar untuk ditanami akasia maupun yang dikonversi untuk lahan kelapa sawit, relatif hanya menguntungkan segelintir orang

BACA JUGA: Penahanan JRR Tinggal Tunggu Waktu

Sementara masyarakat tempatan tidak mendapat imbas ekonomi yang signifikan dari semua itu


"Sebab begini, ternyata yang menguasai hutan-hutan di Riau itukan pengusaha-pengusaha besar, termasuk juga yang berasal dari Malaysia

BACA JUGA: Diperiksa Lagi, Aulia Pohan Berharap Tak Ditahan

Kalau masyarakat tempatan sendiri, paling punya satu sampai 10 hektar sawitYang punya puluhan bahkan ratusan hingga ribuan hektar itu ya pengusaha-pengusaha besarJadi, sebenarnya penebangan hutan itu jauh lebih banyak dilakukan pengusaha-pengusaha besar," terang alumnus Fakultas Kehutanan IPB itu.

Fahmi lalu mengungkap data-data, dimana ternyata kabupaten-kabupaten di Riau yang areal hutannya sudah banyak dikuasai perusahaan-perusahaan besar atau dikonversi menjadi kebun kelapa sawit, kondisi ekonomi masyarakatnya tidak kunjung membaik

"Sebut saja misalnya di Bengkalis, Kampar, Rohil atau Siak, ternyata PDRB-nya lebih kecil dari APBD-nyaIni membuktikan bahwa ketergantungan terhadap APBD masih sangat besar dan sekaligus menunjukkan bahwa perekonomian masyarakat masih jauh dari apa yang diharapkanBegitu juga misalnya di Kuansing, Inhu dan lainnya, ternyata adanya perkebunan kelapa sawit maupun karet belum memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian masyarakat lokal," tambahnya lagi.

Ditegaskan Fahmi, kondisi krisis global saat ini yang turut membuat harga kelapa sawit dan karet jatuh, seharusnya menjadi momentum untuk melakukan moratorium hutan Riau"Kalau selama ini hutan Riau luluh-lantak namun imbas ekonominya terhadap masyarakat lokal juga luar biasa, mungkin kita akan berpikir lainTapi kalau hutan Riau hancur-hancuran namun masyarakat lokal ternyata tidak mendapat sesuatu yang berarti, justru hanya dinikmati oleh segelintir orang yakni pengusaha, ya untuk apa?" pungkas Fahmi.(eyd)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Disayangkan, KPK Pilih-pilih Kasus di Daerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler