Ibukota Tak Perlu Hijrah

Jumat, 06 Agustus 2010 – 06:18 WIB
ADA apa denganmu, Jakarta? "Kemacetan lalu lintas," kata seseorang"Banjir di musim hujan," kata yang lain

BACA JUGA: Money Politics: Tilang Saja

"Karena itu ibukota republik ini perlu hijrah, dan bila perlu ke Kalimantan," kata seorang tokoh memberi solusi.

Keluhan itu benar, walau klise
Jakarta menyebalkan

BACA JUGA: Bangsa Besar versus Cabai

Usia kita habis terkuras di jalanan
Penghematan BBM percuma karena mobil merangkak bagai siput dan pastilah memakan bensin tak terkira-kira

BACA JUGA: Civil Society Unjuk Gigi

Banjir pun tak terelak, bahkan mirip "takdir".

Saya coba membolak-balik catatanTernyata kita bangsa yang pelupaMerunut Emil Salim dalam tulisannya empat tahun silam di Kompas, setelah banjir Jakarta 2002, telah ditandatangani kesepakatan antara pemerintah pusat dan wakil pemerintah daerah provinsi dan kabupaten dalam kawasan Jabodetabek-Puncak-Cianjur untuk bekerja sama mengendalikan banjir (2002-2012).

Tapi, tulis Emil Salim, "Dengan perubahan presiden dan kabinet (2004), program bersama itu berhenti." Saya kira sekarang pun terluputkanMungkin, karena terlalu banyak soal yang belum selesai, mulai dari kisah Century, gas elpiji dan sebagainya.

Berangkat dari kritik Emil, sudah sangat jelas bahwa pengendalian banjir yang merendam Jakarta haruslah dilakukan secara terintegrasiKeliru jika hanya dibebankan di pundak Gubernur DKI JakartaMelainkan, (itu) harus ikut dipikul oleh Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten dan para bupati sekawasan.

Sekiranya kesepakatan 2002 itu diwujudkan dalam bentuk program, dan berjalan pada kurun 2002-2010, banjir Jakarta tidak sedahsyat yang pernah terjadiYah, entah kenapa perubahan presiden dan kabinet telah membuat program bersama itu tidak berjalanInikah yang disebutkan dengan pengaruh politik kepada kebijakan lingkungan?

Soal klise, apa boleh buat, adalah perlunya dana yang tak sedikitSudah pasti triliunan rupiah untuk membantu kelanjutan proyek Banjir Kanal Timur (BKT)Maklum, panjangnya sekitar 21,3 kilometerPemerintah Daerah Jawa Barat dan Banten yang berada di hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cisadane, juga diminta membuat regulasi antara pembangunan dan rasionya dengan tanah resapan air terbukaArtinya program di hulu, DAS dan hilir dibikin terpadu.

Asian Games
Bulu kuduk kita merinding jika mengetahui bahwa 60 persen air hujan yang pada 1970-an masih diserap tanah Jakarta, tapi kini hanya 10 persenBanyak sekali konstruksi bangunan menutup tanah, sehingga Jakarta bagai kolam renang digenangi air saat hujan lebat dan direndam banjir kiriman dari BogorMakin parah karena tata drainase Jakarta pun amburadul tak terawat.

Gejala ini makin parah ketika kaum kapitalis mencuri peluang saat Presiden Soekarno memerintahkan pembangunan Gelora Bung Karno menyongsong Asian Games pada 1962.

Ternyata niat baik Bung Karno telah disalahgunakanPembebasan tanah yang sangat luas di Jalan Thamrin, Sudirman dan Gatot Subroto, sudah di luar kebutuhan Asian GamesBerdirilah berbagai hotel dan perkantoran di kawasan Segi Tiga Emas JakartaPembangunan gedung yang run off air itu semakin merajalela, setelah UU Penanaman Modal Asing disahkan pada 1967 laluJalan tol, apartemen, mal, plaza, Carrefour dan sebagainya, menyulap tanah menjadi hamparan beton yang kedap air.

Sebagai pusat pemerintahan dan politik, Jakarta penuh dengan "gula" yang memancing "semut"Yakni, sebagai pusat perekonomian, pendidikan, budaya, dan pusat pertumbuhan dan perputaran uang terbesarTetapi sekaligus melahirkan ekses sebagai pusat kemacetan lalu lintas, pedagang asongan, gelandangan dan sebagainya"Gula-gula" yang menumpuk di Jakarta membuat arus urbanisasi mengalir deras sukar dibendung.

Tanpa harus mengubah Jakarta sebagai ibukota republik, fungsinya sebagai pusat "gula-gula" bisa diubah dengan memindahkannya ke luar kota, seperti dari Kuala Lumpur ke Putra Jaya di Malaysia, atau dari Sydney ke Canberra di AustraliaTermasuk juga  pemindahan Pelabuhan Tanjung Priok dan zona industri yang ada dan sudah overload, katakanlah ke Banten.

Pemindahan "gula-gula" ini akan membuat banyak ruang kosong di Jakarta, dan memudahkannya untuk membangun lebih banyak ruang terbuka, memperbanyak daerah resapan air, penataan drainase, trotoar yang lebar bagi pejalan kaki dan jalur hijau.

Pulau Buatan
Jika usulan Emil Salim memberi kode "bintang khusus" dalam APBN untuk mendanai keberlanjutan program pengelolaan banjir yang lintas sektoral dan berjangka panjang itu dianggap terlalu "Jakarta Sentris", masih ada kemungkinan mencari sumber dana di luar APBNKenapa tak dilobi saja berbagai konsorsium domestik dan asing yang siap membantu proyek raksasa itu, yakni memindahkan berbagai fasilitas Jakarta ke luar kotaTentu saja dengan konsesi tertentu dan dalam jangka waktu tertentuRekayasa finansial sejenis itu sepanjang tidak merugikan kepentingan nasional, dan dalam koridor win win solution, bukanlah sesuatu yang tabu.

Proyek itu memang dahsyatAntara lain mengeruk 13 sungai yang membelah JakartaKemudian tanah urukannya yang pasti menggunung itu, dipindahkan ke laut sebagai pulau buatan, katakanlah jauh di depan Teluk JakartaDi Jepang dan Korea, pulau buatan itu sudah jamak, dan malah dijadikan bandara dan pusat pertumbuhan baru, serta dihubungkan dengan jembatan ke daratan.

Mula-mula, kawasan laut seluas 500 atau 1.000 hektare dikapling dengan pancang-pancang dan konstruksi yang kedap air, dan kemudian urukan sungai Jakarta yang dikeruk itu ditumbukkan di tengah-tengahnya.

Jika boleh berimajinasi, Jakarta kemudian dikembangkan menjadi pusat jasa dan wisata, seperti halnya SingapuraBUMD Jakarta, termasuk Bank DKI, kemudian melebarkan sayap ke provinsi lain di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, bagaikan Temasek Holding menanam modal di luar negeriAkibatnya, daerah di luar Jakarta bertumbuh, dan Jakarta pun meraih laba dari investasinya, sehingga arus urbanisasi ke Jakarta tak lagi terjadi.

Mungkin, inilah wajah baru Indonesia, di mana antar daerah dan Jakarta sama-sama bertumbuh dan berkembang saling komplementerTak perlulah ibukota harus hijrah segala! (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhammadiyah Bersaing dengan Negara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler