jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan salah satu alasan meminta Presiden Joko Widodo memberikan amnesti untuk Baiq Nuril, karena terindikasi ada rekayasa di perkara itu.
Menurutnya, vonis kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang menghukum Nuril dengan vonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta, tidak adil karena yang bersangkutan tidak melakukan kesalahan. Itu pula kenapa ICJR tidak meminta grasi kepada presiden, tapi amnesti.
BACA JUGA: Ini Alasan ICJR Minta Jokowi Beri Amnesti untuk Baiq Nuril
Nah, mengenai adanya rekayasa di kasus Nuril, kata Anggara, terindikasi dari tidak adanya rekaman asli percakapan yang mengandung unsur asusila dari Kepala SMAN 7 Mataram.
Terlebih pengadilan tingkat pertama menyatakan sangkaan terhadap Nuril tidak memenuhi pidana pelanggaran UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
BACA JUGA: Simak Nih Pernyataan Presiden Jokowi Sikapi Kasus Baiq Nuril
"Rekaman asli tidak pernah ditemukan. Yang dijadikan dasar untuk memeriksa adalah salinan kesekian kali dari rekaman asli. Tentu ini kan bagian dari rekayasa yang menurut kami enggak fair dia dijatuhi pidana bersalah," sebut Anggara di Kompeks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (19/11).
Dia menyebut putusan Pengadilan Negeri Mataram yang membebaskan Nuril dari tuduhan pelanggaran UU ITE, sudah tepat. Sebaliknya, Anggara menilai vonis kasasi MA janggal, karena melangkahi kewenangannya.
BACA JUGA: Sejumlah Selebriti Dukung Petisi untuk Baiq Nuril
"Seharusnya dia (MA) cukup menjadi badan yang memeriksa dan mengadili hukum, tapi dia sering kali melompat memeriksa dan mengadili fakta. Praktik yang seharusnya salah tapi terus menerus. Kami ingatkan fungsi MA adalah menjaga kesatuan hukum, dia tidak boleh memeriksa dan mengadili fakta," tutur Anggara.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istri Gubernur NTB Siap jadi Penjamin untuk Baiq Nuril
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam