ICMI Nilai Desentralisasi Jadi Titik Temu Keseimbangan Politik, Ekonomi, dan Sosial

Rabu, 11 Januari 2023 – 08:35 WIB
Ketua Majelis Pembangunan Daerah (MPD) ICMI Sudirman Said menegaskan otonomi daerah yang lahir dari konsekuansi reformasi politik 1998 harus dijaga. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yakin desentralisisasi yang diikuti dengan pengawasan pengawasan, pembinaan, dan pemberdayaan pemerintah pusat menjadi sistem yang terbaik untuk Indonesia.

Ketua Majelis Pembangunan Daerah (MPD) ICMI Sudirman Said menegaskan otonomi daerah yang lahir dari konsekuansi reformasi politik 1998 harus dijaga.

BACA JUGA: ICMI Dukung Langkah Pemerintah Memperkuat Subtitusi Pangan Lokal

Sebab, Indonesia sebagai negara besar dan mejemuk tidak mungkin dikelola secara terpusat.

Pemerintah pusat dan daerah harus berbagi kewenangan hingga menemukan titik keseimbangan politik, ekonomi, dan sosial. Hal itu yang menjadi tujuan dari reformasi 1998 setelah berhasil meruntuhkan sistem kebijakan terpusat yang diterapkan Orde Baru.

BACA JUGA: PP Muhammadiyah Apresiasi Gagasan ICMI Muda Jelang Pilpres 2024

"Di sini ICMI ingin meneguhkan semangat itu. Desentralisme itu sebagai pilihan yang tepat yang harus dibenahi adalah implementasinya,” ujar Sudirman Said dalam Simposium Nasional Majelis Pembangunan Daerah, ICMI, di Kota Bogor, Selasa (10/1).

Simposium tersebut digelar untuk merumuskan, mengevaluasi dan menghasilkan rekomendasi berbasis kajian akademik terkait implementasi otonomi daerah.

BACA JUGA: Arif Satria Sosok yang Dibutuhkan ICMI ke Depan

Menurut Sudirman, memperkuat otonomi daerah menjadi fokus utama pembahasan demi menuju Indonesia yang sejahtera pada 2045.

"Saat ini ada suasana menarik kembali kewenangan-kewenangan yang sudah diberikan kepada daerah. Sehingga ada kekhawatiran di antara para peserta dan narasumber ini, menyederhanakan terjemahan efisiensi dengan sentralisasi,” kata Sudirman.

Sudirman menegaskan sentralisasi kebijakan berpotensi menuju ke arah otoritarianisme.

Praktik koruptif yang akhirnya menjerat beberapa para kepala daerah, mulai dari tingkat kota/kabupaten hingga provinsi, tidak bisa dijadikan dalil untuk menarik kembali beragam kewenangan yang sudah diberikan kepada wali kota, bupati, dan gubernur.

Dia menyebutkan desentralisme bukan penyebab menjamurnya korupsi di tingkat daerah, tetapi para pejabat daerah terjerumus korupsi akibat ongkos politik yang mahal. Dengan demikian, upaya mengambil alih kewenangan daerah oleh pusat bukan sebuah solusi.

“Jangan ada pandangan bahwa efisiensi itu diperoleh dengan cara mensentralisir. Banyak negara yang melakukan itu, tapi di sana tidak menganut sistem demokrasi. Ini juga menjadi perhatian ICMI, apa yang salah dari otonomi daerah? Apakah orangnya atau sistemnya yang perlu ditata,” ucapnya.

Dia menilai desentralisasi sudah baik sehingga harus dipertahankan. Namum, sistem yang baik harus dijalankan oleh pelaku yang baik. Menurut dia, sebaik-baiknya sistem, jika tidak menemukan pelaku yang baik, maka akan menimbulkan masalah laten seperti korupsi.

“Aspek implementasi, kepemimpinan, kemampuan sumber daya manusia itu yang harus dijaga. Tapi secara kebijakan, strategi dan sistem sudah tepat desentralisme. Tinggal pengawasan, pemberdayaan dan pembinaannya,” ujarnya.

Selain itu, ICMI juga berharap pemerintah semakin peduli pada masukan dari masyarakat sipil. Pasalnya, sebagai negara demokratis, suara dari masyarakat harus didengar dan dijadikan pertimbangan utama saat akan mengambil sebuah keputusan strategis.

“Negara ini kuat jika tiga pilarnya kuat. Regulator ada di tangan pemerintah, korporasi sebagai penghela ekonomi utama, dan ketiga peran masyarakat sipil sebagai pengingat jika pemerintah kebablasan,” pungkas Sudirman Said. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler