ICW: KPK Harus Tolak Permintaan Menko Polhukam

Selasa, 13 Maret 2018 – 16:02 WIB
Menkopolhukam Wiranto di Istana Negara. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, agar menunda proses hukum kasus rasuah yang diduga melibatkan calon kepala daerah.

Peneliti ICW Ade Irawan mengatakan, Wiranto menyampaikan pernyataan meminta KPK menunda penetapan tersangka calon kepala daerah yang terindikasi korupsi hingga proses Pilkada berakhir. Pernyataan ini disampaikan setelah pemerintah bersama instansi terkait seperti KPU dan Bawaslu menggelar melakukan Rapat Koordinasi Khusus (rakorsus) Pilkada 2018.

BACA JUGA: Bamsoet Ogah Campuri Permintaan Wiranto ke KPK

Sekalipun hadir di dalam rapat tersebut, pihak KPU kemudian mengklarifikasi bahwa tidak pernah mengusulkan wacana tersebut kepada pemerintah maupun turut memberikan persetujuan. “Sehingga dapat dimaknai, justru wacana tersebut muncul dari satu arah yakni pihak pemerintah,” kata Ade, Selasa (13/3).

Ade menyatakan pernyataan tersebut sesungguhnya berlawanan dengan upaya menjadikan proses demokrasi dalam hal ini Pilkada sebagai mekanisme menciptakan pemerintahan bersih. Sebab, sesungguhnya Pilkada menjadi ajang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin mereka lima tahun mendatang.

BACA JUGA: Mabes Polri: Brigjen Toni Hermanto Belum Ada Cacat

Saat kontestan pilkada tersebut merupakan orang yang bermasalah seperti terindikasi korupsi, seharusnya proses hukum bisa membantu masyarakat agar tidak salah pilih pemimpin daerah mereka.

“Jika pemerintah berada dalam garis yang jelas dalam mendukung upaya pembernatasan korupsi, maka sesungguhnya pernyataan seperti ini harus dihindari,” ungkap Ade.

BACA JUGA: Polri Jamin Calon Pengganti Heru dan Aris di KPK Figur Top

Lebih lanjut, Ade menilai pernyataan dan usulan ini bisa dimaknai sebagai upaya secara tidak langsung untuk mengintervensi proses hukum. Seharusnya pemerintah bisa membedakan wilayah proses politik dan proses hukum yang tidak boleh diintervensi oleh siapa pun.

“Pemerintah juga tidak perlu ragu, proses hukum yang dijalankan KPK tidak akan menghentikan proses politik,” katanya.

Pada faktanya, lanjut dia, penetapan tersangka oleh KPK terhadap lima calon kepala daerah 2018 tidak menghentikan atau mengganggu tahapan Pilkada yang akan dilaksanakan daerah tersebut. “Dan juga tidak menciptakan gangguan keamanan,” tegasnya.

Karena itu dia menilai permintaan Menkopolhukam tersebut harus diabaikan oleh KPK. ICW juga meminta kepada KPK untuk lebih berhati-hati dalam memproses calon kepala daerah yang terindikasi korupsi dan tidak terbawa dalam arus politik. “Jika memang telah memiliki dua alat bukti, segera tetapkan pelaku menjadi tersangka,” ujar Ade.

Menurut ICW, ada tiga alasan KPK untuk mengabaikan dan menolak permintaan Wiranto. Pertama, KPK adalah lembaga negara independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari intervensi kekuasaan mana pun sebagaimana pasal 3 UU tentang KPK.

“Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat meminta untuk mempercepat, menunda atau bahkan menghentikan proses hukum yang dilakukan KPK,” ujarnya.

Kedua, pemerintah telah mencampuradukkan proses politik dengan hukum. Penyelengaraan pilkada merupakan proses politik yang tidak boleh menegasikan dan menyampingkan proses hukum. “Sebab konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum,” tegasnya.

Ketiga, proses hukum oleh KPK bagian dari cara untuk menghadirkan para calon pemimpin daerah yang berkualitas dan berintegritas. “Sebab mekanisme ini yang tidak dilakukan oleh partai dalam menjaring kandidat yang akan mereka usung,” pungkasnya. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Gelar OTT Beruntun, Habib Aboe Lontarkan Pantun


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Menko Polhukam   KPK   pilkada  

Terpopuler