Ideologi Pancasila Sudah Terang Benderang, Tinggal Diamalkan Saja

Selasa, 16 Juni 2020 – 02:00 WIB
Senator atau Anggota DPD RI Fahira Idris. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Di tengah Pandemi Covid-19, energi rakyat kembali terkuras akibat polemik dan kontroversi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

Berbagai kontroversi RUU HIP yang merupakan inisiatif DPR RI ini antara lain tidak menjadikan Ketetapan MPRS RI No. XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai rujukan. Selain itu,  terdapat pasal yang mencoba ‘memeras’ Pancasila menjadi Trisila, kemudian menjadi Ekasila.

BACA JUGA: Saran Fahira Idris agar Penggunaan Moda Transportasi Publik Tetap Aman dari Penularan Covid-19

Hal lainnya adalah adanya kekhawatiran bahwa RUU HIP justru menurunkan kadar Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara benar-benar memecah fokus dan konsentrasi rakyat yang pada saat bersamaan juga dituntut harus ikut menanggulangi Covid-19.

Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan pada masa pandemi seperti ini tidaklah bijak menyajikan RUU yang sarat akan kontroversi sehingga melahirkan polemik dan penolakan yang meluas.

BACA JUGA: Soal RUU HIP, HNW: Baleg DPR RI Seharusnya Pertimbangkan Penolakan Publik

Menurut Fahira, beban rakyat yang sekarang sebenarnya sudah berat. Oleh karena itu, jangan lagi ditambah dengan harus memikirkan sebuah produk hukum yang sebenarnya saat ini tidak terlalu mendesak untuk dibahas apalagi disahkan.

Sebenarnya, menurut Fahira, salah satu persoalan ideologi Pancasila saat ini adalah pada tataran pengamalan atau implementasinya.

BACA JUGA: Aneh, RUU HIP Tidak Merujuk TAP MPRS Tentang Pembubaran PKI

“Ideologi Pancasila itu sudah jelas dan terang benderang, tinggal diamalkan saja terutama oleh cabang-cabang kekuasaan dan para penyelenggara negara di Republik ini baik di pusat maupun daerah,” ujar Fahira Idris, di Jakarta (15/6).

Menurutnya, saat ini yang perlu dilakukan baik DPR maupun Pemerintah adalah memerintahkan BPIP untuk melakukan kajian dan audit mendalam dan komprehensif tentang sejauh mana kelima sila Pancasila sudah menjadi roh kebijakan dan program cabang-cabang kekuasaan negara mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif.

Menurut Fahira, harus diakui saat ini keadilan ekonomi, sosial, hukum, dan politik yang merupakan amanat Pancasila untuk dijalankan negara masih belum sepenuhnya dirasakan rakyat. Salah satu pangkal sebabnya adalah Pancasila masih lebih sering diteriakkan dari pada diimplementasikan baik dari sisi kebijakan negara maupun dari sisi tindakan para pengambil kebijakan di negeri ini.

“Oleh karena itu yang dibutuhkan agar ideologi Pancasila benar-benar dirasakan keluhurannya adalah segera implementasikan Pancasila secara murni dan konsekuen yang diwujudkan dalam praktik sikap dan perilaku para penyelenggara dan lembaga-lembaga negara,” ujar Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.

Selain soal luputnya dicantumkan Ketetapan MPRS RI No. XXV/MPRS/1966 sebagai salah satu rujukan dan ‘memeras’ Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila, bagi Fahira, hal yang patut disorot dari RUU HIP adalah kekhawatiran menurunkan atau merendahkan posisi Pancasila sebagai norma paling tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena Pancasila dirumuskan kembali pada tingkat norma Undang-Undang (UU).

“Ideologi Pancasila yang merupakan hukum dari segala sumber hukum negara jika menjadi sebuah UU maka akan setara dengan produk UU lain dan perumusan ideologi Pancasila dalam UU dikhawatirkan mendistorsi makna Pancasila itu sendiri. Ini tidak boleh terjadi,” pungkasnya.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler