Ikhtiar dari Solo agar Gamelan Menembus UNESCO

Selasa, 21 Desember 2021 – 14:46 WIB
Aton Rustandri Mulyana. Foto: Romensy Agustino/JPNN.com

jpnn.com - Belum lama ini Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) atau Intangible Cultural Heritage (ICH). Ada perjuangan bertahun-tahun untuk memasukkan gamelan ke catatan UNESCO.

Laporan Romensy Agustino, Solo

BACA JUGA: Siasat Brigjen (Pol) Gde Sugianyar Dwi Putra Melawan Narkoba dengan Jurus Kemanusiaan

ATON Rustandri Mulyana baru saja menyelesaikan makan siangnya ketika menerima JPNN.com di kantin Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada Jumat pekan lalu (17/12). Wajahnya tampak semringah.

Selanjutnya, Wakil Dekan I Fakultas Seni Pertunjukan ISI Surakarta itu bercerita soal kisah di balik pengusulan gamelan ke UNESCO.

BACA JUGA: Mengunjungi Petilasan Mbah Maridjan di Merapi

Menurut Anton, embrio pengusulan itu tercetus pada 2014. Dia lantas menyebut nama (Alm) Rahayu Supanggah yang memiliki obsesi dan mimpi besar pada gamelan.

Supanggah merupakan seniman gamelan yang juga mahaguru di ISI Surakarta. Prof Panggah -begitulah panggilannya- menginginkan gamelan tercatat sebagai WBTB UNESCO, sebagaimana batik, wayang, dan keris

BACA JUGA: Suyanto, Pria Lamongan Tamatan SMK Merantau ke AS, Pulang Bikin Pesawat Bensin

“Pada 2014 ada inisiatif dari Prof Panggah untuk membuat sejarah tentang gamelan, kaitannya dengan WBTB,” kata Aton.

Rektor ISI Surakarta kala itu, Prof Sri Rochana W, kemudian membentuk sebuah tim penyusun. Tim itu dipimpin langsung oleh Supanggah, sedangkan anggotanya ialah Aton Rustandri Mulyana, El Suwardi, Joko Purwanto, Raji, Rusdiantoro, Eko Widodo, Toyib, dan Kirno.

Namun, kepemimpinan tim itu berganti. "Akhirnya saya yang ditunjuk untuk menjadi ketua penyusunnya,” kata Aton.

Proses panjang pengumpulan informasi tentang WBTB UNESCO pun dimulai. Tim itu mengawali ikhtiarnya dengan mempelajari bagaimana batik dan keris bisa ditetapkan ke dalam daftar warisan budaya internasional.

Ternyata, syarat pertama yang harus dipenuhi warisan budaya untuk bisa menembus UNESCO ialah tercatat sebagai WBTB di tingkat nasional.

"Kami juga harus bersaing dengan para pengusul-pengusul lain yang telah tercatat untuk kemudian dipilih mana yang terbaik untuk diusulkan di tingkat UNESCO," tutur Aton.

Tim itu tak mau muluk-muluk. Aton dan semua anggota tim memutuskan menggunakan nama Gamelan Surakarta-Yogyakarta dalam pencatatan WBTB di tingkat nasional.

Syahdan, tim menyusun naskah tentang gamelan dengan berbagai informasi yang kompleks. Di dalamnya ada informasi tentang sejarah, etimologi, fisik, jenis instrumen, dan data musikal.

Selain itu, naskah tentang pengusulan gamelan itu juga harus dilengkapi data sosial, informasi soal nilai-nilai budaya, proses pewarisan dan pengembangannya, hingga rencana-rencana.

Salah satu syarat lain yang harus dipenuhi tim ialah membuat video tentang gamelan dengan durasi 10 menit. "Pada 2014 itulah kami sempat presentasi sekali di Jakarta," tutur Aton.

Ikhtiar itu mulai menuai hasil empat tahun kemudian. "Akhirnya, tercatatlah Gamelan Surakarta-Yogyakarta sebagai warisan budaya tak benda di tingkat nasional pada 2018," kata Aton.

Upaya tim berlanjut. Setahun kemudian atau pada 2019, naskah pengajuan gamelan ke UNESCO selesai disusun.

Namun, ada proses lain yang mendahului hal itu. Aton menjelaskan upaya membawa gamelan ke UNESCO itu tak terlepas dari obrolan nonformal Prof Panggah dengan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid pada 2018.

Kala itu Hilmar memenuhi undangan untuk menjadi ketua tim penguji salah seorang mahasiswa Pascasarjana ISI Surakarta. Saat itulah Prof Panggah menceritakan keinginan dan obsesinya tentang menggelar festival gamelan dan pengakuan dari UNESCO.

“Pak Hilmar menyambut baik (ide Prof Panggah, red) dan akhirnya merekomendasikannya untuk ke UNESCO,” ucap Aton.

Pada 27 Juli 2018, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud menerbitkan berita acara tentang gamelan bersaing dengan reog, tempe, seni lukis klasik Bali, dan kolintang untuk masuk dalam daftar usulan WBTB ke UNESCO.

“Akhirnya kami bersaing mempresentasikan itu, diuji oleh beberapa penguji dari Kemendikbud sampai tiga kali,” terang Aton.

Berita gembira datang pada 7 Agustus 2018. Melalui surat keputusan bernomor 1559/E.E6/KB/2018, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud menetapkan gamelan sebagai benda yang akan diajukan ke UNESCO.

Menuju UNESCO 2021, Bungkus
Ternyata ada persoalan nama yang mengusik tim dalam membuat usulan tentang gamelan. Sebab, gamelan tidak hanya ada di Surakarta dan Yogyakarta, tetapi juga berkembang di Jawa Barat, Lombok, Bali, Sumatera, dan Kalimantan.

“Kami saat itu mengatakan, 'monggo mau menggunakan Gamelan Nusantara atau Gamelan Indonesia',” papar Aton.

Kemendikbud kemudian membuat tim baru dengan tetap mempertahankan tim lama dari Surakarta.

Akhirnya terbentuklah tim gabungan beranggotakan unsur Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud, serta Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Jawa Barat, Sumatra dan Kalimantan, yang kemudian bersama-sama melakukan riset tentang gamelan.

Aton mengatakan tim dari Solo saat itu mendapat jatah melakukan riset di Banjar (Kalimantan Selatan), serta Surabaya dan Madura (Jawa Timur).

Dalam riset itu, tim tidak hanya mengumpulkan data baru dan bertemu dengan masyarakat pemilik gamelan. Sebab, tim juga mendokumentasikan dan meminta dukungan dari komunitas-komunitas yang menjadi subjek penelitian.

“Ada beberapa kali rapat waktu itu. Akhirnya, ada satu kata yang mencuat, bungkus!” kata Aton lalu tertawa.

Pada 2020, pemerintah meminta tim mengubah surat dukungan yang sebelumnya ditulis menggunakan bahasa Indonesia menjadi berbahasa Inggris.

Pada 15 Desember 2021, kabar bagus datang dari Komite WBTB UNESCO di Paris, Prancis. Lembaga internasional itu menetapkan gamelan sebagai WBTB ke-12 dari Indonesia yang telah dicatat UNESCO.

Aton pun tak mampu mengatakan banyak hal saat ditanya soal tanggapannya tentang itu. “Yang jelas saya sangat berterima kasih, usaha kami dikabulkan oleh Yang Mahakuasa,” katanya dengan nada lirih.

Menurutnya, hal yang paling membuatnya merasa gembira ialah mimpi Prof Panggah menjadi kenyataan. Maestro gamelan itu meninggal dunia pada 10 November 2020.

“Akhirnya impian beliau itu terwujud. Saya merasa senang karena amanah beliau itu terus bisa kami tuntaskan,” katanya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ni Nyoman Suandari, dari Desa Melanglang Buana dengan Rasa


Redaktur : Antoni
Reporter : Romensy Augustino

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler