Iklan Politik Masih Seperti Sampah

Jumat, 27 Februari 2009 – 10:43 WIB
SURABAYA - Apa yang salah dengan iklan politik para caleg? Berbagai ulasan kritis dan tajam terkait hal itu Kamis (26/02) dipaparkan di acara Dialog Seru Seputar Iklan Caleg yang mengangkat tema: Gak Cuma Otak-Atik, Iklan Politik Harus Cerdik.

Acara yang dihelat di Graha Pena lantai 5 sejak pukul 10.00 itu menghadirkan para pengamat politik dan praktisi periklananMereka adalah Bima Arya Sugiarto (pengamat politik dari Jakarta), Hariadi (pengamat politik dari Unair), Janoe Arijanto (praktisi periklanan Jakarta) dan Adjid Swastedi (praktisi periklanan Surabaya)

BACA JUGA: NU Tagih Janji PKB, PPP, dan PKNU



Di antara yang hadir, tampak sejumlah caleg, anggota panwaslu, praktisi pemasaran politik, dan masyarakat umum.

Di awal acara Arya Bima mengatakan, saat ini Indonesia telah memasuki transisi
Pemerintah yang tadinya otoriter, kini berubah menjadi liberal

BACA JUGA: Golkar-PKS Siap Usung Kalla Sebagai Capres

Perubahan itu, menurut dia, memiliki dua sisi dampak, positif dan negatif
Pengaruh positifnya, dengan kondisi demokrasi saat ini, Indonesa memiliki banyak pilihan aktor politik

BACA JUGA: Klaim Keberhasilan, SBY Dinilai Arogan



Sayangnya, lanjut dia, variasi pilihan tersebut tidak diikuti kesiapan pelaku dalam pertarungan secara modern"Semua iklan politik bentuk dan isinya sama," kata pria berusia 36 tahun tersebutAkibatnya, konstituen kebingungan menentukan pilihan

Tidak hanya itu, tema-tema yang disampaikan untuk menarik perhatian masyarakat pun tidak berbeda jauhPadahal, meraih simpati calon pemilih dengan sisa waktu yang ada para caleg harus melakukan diferensiasi"Buat iklan yang unik namun tetap sesuai public demand (permintaan publik) dan realitas personal," jelasnya

Tanggapan serupa diungkapkan HariadiAkademikus itu melihat iklan politik di Jatim sebagai sampahSebab, mereka berpose untuk diri sendiri, dan bukan untuk publikMenurut dia, agar pariwara tersebut tidak sekadar menjadi sampah, caleg harus bisa berkampanye dengan cara lain"Create story (membuat cerita, Red) sehingga masyarakat terkesan," tambahnya.

Dosen Unair itu menambahkan, di Jatim terdapat lebih dari 29 ribu caleg sehingga pilihan aktor politik beragamNamun, pilihan ideologi Jatim cairDiskursus yang terjadi di dalam partai hanya untuk mobilisasi internalPada level eksternal, penggalangan massa bersifat pragmatis

"Secara konsisten, masyarakat cenderung memilih berdasar insentif material (money politics, Red)Di Pamekasan 42 persen calon pemilih menggunakan haknya jika ada materi," ungkapnya.
 
Meski demikian, bukan berarti caleg yang memiliki uang banyak akan dipilih"Bisa dengan penguatan ideologi dan pendekatan personal, simpati pemilih akan datang," ungkapnya

Penilaian yang sama ternyata datang dari perpektif periklananAdjid mengatakan, sosialisasi para calon wakil rakyat cenderung seragamPose dan desain gambar relatif sama"Termasuk medium yang digunakan, samaPadahal, banyak media lain selain balihoSeperti dalam toko, mall, maupun ambient media," jelasnya.

Menurut Adjid, kampanye yang mengandalkan baliho tidak efektifUntuk itu, perlu upaya berkesinambungan agar bisa menarik simpati masyarakatPembangunan identitas melalui iklan politik harus dilanjutkan dengan aktivitas komunikasi dan kegiatan bersama calon pemilih

Senada dengan Adjid, Janoe mengatakan bahwa kampanye dengan baliho kurang mengena"Seluruh pesan samaStopping power rendah," ungkapnyaJanoe mengatakan, pemasangan baliho saja tidak dapat menjangkau masyarakat secara langsungSebab, masih ada jarak antara caleg dengan masyarakat"Perlu long term engagement karena tujuan akhir komunikasi adalah seberapa bayak caleg dicintai dan dipilih mayarakat," kata dia(uri/eko/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... RDP KLH jadi Ajang Kampanye


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler