IKOHI: Banyak Masyarakat Masih Memperjuangkan Penuntasan Kasus Penghilangan Paksa

Kamis, 31 Agustus 2023 – 08:07 WIB
Diskusi memperingati Hari Anti-Penghilangan Paksa Internasional di Sadjoe Cafe & Resto Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (30/8). Foto: dokumentasi PBHI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sri Hidayati menuntut penuntasan kasus penghilangan paksa yang pernah terjadi di Indonesia.

Hal itu disampaikan Sri dalam diskusi memperingati Hari Anti-Penghilangan Paksa Internasional di Sadjoe Cafe & Resto Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (30/8).

BACA JUGA: DPR Kebut Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa

Sri berharap kepemimpinan nasional ke depan bisa menuntaskan berbagai kasus penghilangan paksa yang hingga kini belum terungkap.

Sebab, kasus penghilangan paksa di bawah pemimpin yang tidak berlatar belakang HAM saja tidak selesai, apalagi bila ke depan negara dipimpin oleh pelaku dalam kasus tersebut.

BACA JUGA: Perselingkuhan ASN bukan Persoalan Pribadi, Sanksi Berat Menanti, Bisa Dipecat

"Tidak mungkin mereka membongkar diri sendiri, karena sama saja dengan bunuh diri," kata Sri dikutip dari siaran pers.

Oleh karena itu, dia menekankan bahwa keluarga korban kasus penghilangan paksa tidak akan diam dan akan terus melawan demi menuntut keadilan.

BACA JUGA: Imam Masykur Diculik & Dianiaya Oknum Paspampres hingga Tewas, Wali Nanggroe Aceh Angkat Bicara

"Banyak Masyarakat yang masih memperjuangkan penuntasan kasus penghilangan paksa," ucap Sri.

Dalam diskusi yang sama, Ketua PBHI Julius Ibrani menyinggung adanyanya narasi elite politik yang mengatakan bahwa isu penghilangan paksa sebagai masalah 5 tahunan, gampang dijawab.

"Pertama, soal isu penghilangan paksa, PBB pada tahun 1992 sudah mengeluarkan konvensi antipenghilangan orang secara paksa," ujar Julius.

Kedua, katanya, hari antipenghilangan paksa internasional 30 Agustus dan sudah ditetapkan oleh resolusi umum PBB pada 2010.

"Kemudian korban dan jejaring LSM HAM sudah bicara dan aksi Kamisan ke 785 kalinya. Bukan gara-gara hari ini, atau menjelang pemilu. Kami sudah bersuara sejak lama bersama korban," tutur Julius.

Dia mengatakan bangsa Indonesia saat ini menghadapi situasi sosial politik di mana elite politik yang membajak narasi pelanggaran HAM, salah satunya Budiman Sudjatmiko yang bicara soal penculikan era Orde Baru.

"Budiman Sudjatmiko bukan korban penculikan paksa, dia korban partai," kata Julius.

Menurut Julius, Budiman bukan orang yang legitimate bicara soal korban penculikan dan penghilangan paksa karena aktivis 1998 itu dinilai tidak mendampingi siapa pun dari korban penculikan dan penghilangan paksa,

"Kalau dia bicara sebagai aktor 27 Juli silahkan saja, tetapi tidak berhak mewakili seluruh korban," ujar Julius.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler