Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (2)

Keluarga Affandi Ancang-Ancang Bangun Kos-kosan

Jumat, 30 Januari 2009 – 04:33 WIB
Juki Affandi bersama patung diri Affandi di museum peninggalan sang ayah di Jalan Laksda Adisucipto, Jogja. Foto: Hermitianta/Radar Jogja/JPNN

Bapak ekspresionisme IndonesiaBegitu julukan untuk sang maestro Affandi

BACA JUGA: Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)

Kini jejaknya bisa dilihat tak hanya pada sejarah seni rupa, tapi juga pada bangunan yang berdiri kukuh di Jalan Laksda Adisucipto, Jogja
Sebuah peninggalan berharga bagi anak cucunya

BACA JUGA: Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (3-Habis)

Tapi, sampai kapan?
 
ERWAN W - ANNISA A, Jogja
 
TIGA ruang galeri, sebuah studio lukis, perpustakaan, kolam renang, dan sebuah kafe yang berdiri di atas lahan 3.500 meter persegi pagi itu masih sepi
Hanya terlihat beberapa orang berseragam yang hilir mudik dari satu galeri ke galeri lain

BACA JUGA: Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (2)

Ada juga yang sedang membersihkan kolam renang yang berada di depanSeorang lagi tampak sibuk menyiapkan bahan-bahan makanan di Cafe Loteng

Hampir 19 tahun sejak Affandi meninggal, museum yang dulu menjadi galeri lukis itu tetap bertahanDisambut angin pagi yang sejuk, Radar Jogja (Jawa Pos Group)  diterima direktur museum yang sekaligus anak almarhum Affandi, Juki Affandi, di Cafe Loteng.

Sejak Affandi meninggal, tanggung jawab atas museum yang dulu juga menjadi tempat tinggal Affandi itu otomatis jatuh ke tangan anak cucunyaJuki adalah anak Rubiyem, istri kedua AffandiDia mendapat tugas mengatur segala urusan manajemen museum bersama anggota keluarga yang lainMisalnya, Kartika Affandi, putri pertama dari istri pertama Affandi (Maryati), Helfi Dirix dan Selarti Venezia (cucu Affandi), dan Luciana E.M., menantu Affandi

Sebelum meninggal, Affandi mengamanatkan kepada anak-anaknya untuk tetap menjaga dan melestarikan museum itu hingga ke cucu-cucunya nantiJuki mengakui, hal itu bukan pekerjaan yang mudahSebab, museum sangat berbeda dengan galeriApa yang ada di museum harus dirawat dan dipertahankanKalau galeri, barang-barangnya untuk dijual’’Jadi, sepeninggal Bapak, kami berpikir bagaimana agar museum ini tetap bisa hidup tanpa menjual begitu saja koleksi-koleksinya,’’ tuturnya

Juki mengakui, ayahnya memang meninggalkan aset dengan nilai yang sangat besarAset yang mereka sebut sebagai dana abadi itu berupa tabungan maupun koleksi lukisan Affandi yang suatu saat bisa dijual’’Tapi, lukisan-lukisan itu sebisa mungkin akan kami pertahankan untuk memberikan nilai tinggi kepada museum ini,’’ kata Juki

Namun, biaya operasional museum yang mencapai Rp 25 juta per bulan memaksa keluarga berpikir lebih jauh dalam mengusahakan ’’penghidupan’’ museumBiaya sebesar itu dikeluarkan untuk perawatan museum, gaji sepuluh pegawai, dan biaya untuk konservasi berbagai koleksi lukisan

Pemasukan yang selama ini didapat dari tiket pengunjung, hasil sewa galeri, penjualan cenderamata, dan yang berasal dari kursus melukis yang diadakan seminggu tiga kali hanya mampu menutup 50–60 persen biaya operasionalPemasukan lain juga datang dari proyek lain yang diadakan museumMisalnya, penyewaan galeri (untuk pameran karya pelukis lain)Sistem titip jual lukisan juga memberikan keuntungan tersendiri bagi museumJika  lukisan yang dititipkan itu laku, museum memperoleh bagian sekian persen sesuai kesepakatan
Kekurangannya? ’’Diambilkan dari dana abadi,’’ katanya

Menurut Juki, hingga kini masih terdapat sepuluh lukisan nonkoleksi museum karya Affandi yang bisa dijual’’Dari penjualan lukisan itulah, kami menutup kekurangan biaya operasional,’’ ungkap Juki

Meski sepuluh lukisan karya terbaru (sebelum meninggal pada 23 Mei 1990) itu bisa dijual untuk kelangsungan hidup museum, keluarga sangat selektif dan ketat memilih calon pembeli dan menentukan harga’’Harus melalui proses pertimbangan keluarga,’’ katanya

Karya Affandi dilepas paling murah Rp 1 miliarSedangkan yang paling mahal Rp 4 miliarKarya pelukis kelahiran Cirebon, Jawa Barat, 1907, itu memang tak dijual kacanganMeski diburu para kolektor, dalam waktu lima tahun belum tentu mereka menjual sebuah lukisan’’Lukisan dijual hanya dalam keadaan tertentuSeperti saat museum mengalami SOS (darurat),’’ katanya.

Lukisan itu juga bisa dijual jika suatu saat keluarga membutuhkan dana untuk membeli tanah-tanah strategis yang dianggap punya nilai ekonomi tinggiDi atas tanah tersebut, kata Juki, akan didirikan usaha restoran, kafe, bahkan kos-kosanPendapatan dari berbagi usaha itulah yang digunakan untuk menyokong biaya operasional museum’’Keluarga tidak bisa menutup kekurangan biaya operasional dengan selalu menjual lukisan,’’ katanya

Apakah penjualan lukisan dan pembangunan usaha untuk ’’menghidupi’’ museum itu tidak menyalahi visi Affandi, Juki menjawab tidak’’Kalau Bapak masih hidup, saya kira, beliau bisa maklum,’’ ujarnya

Konsistensi penerus Affandi untuk mempertahankan peninggalan pelukis yang dianggap punya kemiripan dengan Vincent Van Gogh itu begitu besarSaat museum punya dana lebih, kata Juki, pengelola mencari lukisan Affandi yang berada di luar (dimiliki orang lain) untuk dibeli kembaliPrinsipnya, ketika keluarga menjual satu lukisan Affandi, mereka berusaha mendapatkan (minimal dua) lukisan Affandi yang lain’’Tentu saja dengan harga yang lebih murah daripada lukisan yang dijual,’’ katanya

Strategi itu dirasa cukup efektif untuk mempertahankan nilai museumSebab, dengan begitu, koleksi yang disajikan kepada masyarakat tidak semakin berkurang, tetapi justru semakin bervariasiHal itu juga terkait strategi untuk menarik jumlah pengunjungSebab, dengan bertambahnya koleksi lukisan, pengunjung tidak bosan menikmati lukisan yang dipajang di museum itu

Puas berbincang dengan Juki, Radar Jogja diajak mengelilingi bangunan demi bangunan yang berada di museumGaleri 1, bangunan pertama yang berada di timur museum, memajang berbagai karya sketsa berukuran 25 x 30 cm hingga lukisan cat minyak di atas kanvas berukuran jumboLukisan Potret Diri yang pernah dijadikan prangko juga terdapat di sana
Menurut Juki, hingga kini tercatat 300 lukisan Affandi yang berhasil diselamatkanDengan sistem rolling, lukisan yang dipajang di Galeri 1 akan diganti setiap enam bulan.

Selain lukisan, berbagai karya patung diri berupa wajah Affandi yang terbuat dari tanah liat dan perunggu juga dipajang di sanaSeperti ingin terus mengenang keseharian Affandi, galeri tersebut juga dipenuhi berbagai barang keseharian seperti sandal jepit merek Swallow, belasan cerutu dan rokok impor, kaus penuh cat minyak, serta beberapa kuas usang, cat air, dan pensil warna milik sang maestroTak ketinggalan, sedan Mitsubishi GTO Galant dan dua sepeda tua juga dipajang di ruangan 300 meter persegi itu

Tak berbeda jauh dengan Galeri 1, Galeri 2 dan 3 juga digunakan untuk memajang lukisanGaleri 2 memajang lukisan karya Kartika Affandi, sedangkan Galeri 3 memajang karya lukisan keluarga yang lainAntara Galeri 1 dan 2 dihubungkan dengan dua nisanNisan tersebut adalah makam Affandi berdampingan dengan makam istri pertamanya, Maryati

Pengunjung juga bisa menikmati buku-buku, umumnya mengenai karya seni, di perpustakaan Affandi yang berada di lantai atas Cafe LotengPerpustakaan itu bersebelahan dengan kamar khusus yang diperuntukkan bagi kolega jika suatu saat menginap di sana

Agar masyarakat bisa menikmati berbagai karya pelukis besar itu, keluarga juga masih sering melakukan pameran-pameran lukisan Affandi di berbagai kota di IndonesiaTermasuk di luar negeri’’Tak hanya di Asia, tapi juga ke Eropa,’’ kata Juki(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berebut Menggali Rezeki Emas di Negeri Dewi Sri Bombana (1)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler