jpnn.com - Sukadi menekuni usaha kreatif, menyulap akar bambu menjadi kerajinan bernilai jual tinggi. Dibentuk jadi patung tiga dimensi. Mengawali usaha 2007 lalu, kini sukses mengembangkan usaha rumahan itu. Hasil karyanya telah merambah kota besar hingga luar Pulau Jawa.
NUR WACHID, Sambit
BACA JUGA: Jangan Gampang Percaya Arisan Online ya
MENITI jembatan gantung yang membentang di atas sungai Desa Bangsalan, Sambit, Ponorogo, Jatim. Selanjutnya mengarah ke simpang tiga. Ambil arah ke kiri. Lurus kira-kira 500 meter. Lalu belok kiri lagi di pertigaan kecil.
Jalan setapak itu juga mengarah ke sungai besar tersebut. Itu jika ditempuh lewat Jalan Raya Ponorogo-Trenggalek.
BACA JUGA: Faktanya, Sejak 2005 Rekrut GTT dan Tenaganya Sangat Dibutuhkan
Bisa juga lewat Jalan Raya Ponorogo-Mlarak. Cukup belok ke timur setelah sampai gapura. Jalan itu menuju Desa Bangsalan, Sambit, Ponorogo. Tembusnya sama, sampai di pertigaan jalan setapak sebelum sampai di rumah Sukadi.
BACA JUGA: Driver Ojek Online Bisa Kantongi Rp 9 Juta per Bulan, Itu Dulu...
BACA JUGA: Isu Kiamat Sudah Dekat Membawa Berkah bagi Penduduk Desa, Kok Bisa?
Tidak heran banyak tamu kerap bingung. Apalagi di jalan menuju rumahnya tidak ada plakat identitas usahanya. ‘’Pernah orang Surabaya mau ke sini bingung muter-muter saja. Yang dari Ponorogo saja juga agak bingung. Apalagi dari luar kota,’’ kata Tadi, sapaan akrab Sukadi membuka obrolan.
Tadi adalah perajin akar bambu. Benda yang acap dipandang sebelah mata itu mampu disulap jadi barang mewah bernilai seni tinggi. Akar bambu ori dibentuk jadi patung tiga dimesi.
Mulai kuda, manusia, komodo, bangau, hingga berbagai jenis hewan lainnya. Harga jualnya pun cukup tinggi. Dia pernah menjual karyanya Rp 5 juta.
Keseharian itu telah dia geluti sejak 12 tahun silam. Kini, dia sering memamerkan hasil karyanya di Surabaya, Jogjakartan dan Jakarta. Pun pesanan datang tidak hanya dari tiga kota besar itu. Namun ada yang dari Riau hingga Papua. ‘’Belajarnya otodidak,’’ tuturnya.
Berawal ketika dia menemukan akar bambu berbentuk badan bangau yang hanyut terbawa banjir 2007 lalu. Selang sehari saat banjir susulan, di tempat yang sama dia menemukan kembali akar bambu berbentuk leher dan kepala bangau.
Keduanya kemudian digabung. Lantas dijemur hingga jadi tontonan warga. ‘’Banyak yang bilang suruh mendalami. Akhirnya saya coba mencari akar bambu dan saya jadikan bentuk lainnya,’’ ungkap suami Juwariyah itu.
Tadi tidak butuh waktu lama untuk membentuk akar bambu sesuai pesanan. Satu jenis kerajinan cukup satu jam diselesaikan. Peralatannya pun manual. Mulai pahat, gergaji, hingga amplas. Tanpa mesin. Kecepatan proses pengerjaan itu berbanding terbalik dengan pencarian bahan baku. Bisa berbulan-bulan. Sebab, harus mencari bahan sesuai bentuk pesanan.
Sehingga, Tadi tidak langsung dapat memenuhi pesanan ketika banjir order. ‘’Ada berbagai klasifikasi sesuai bahan. Saya bagi tiga jenis, harganya juga berbeda,’’ sambungnya.
BACA JUGA: Dokter Spesialis Enggan di Daerah Pedalaman, Bukan Sekadar soal Insentif
Harga yang dipatok berdasarkan kelangkaan dan tingkat kesulitan mencari bahan. Butuh imajinasi tinggi saat mencari bahan baku yang sesuai pesanan. Bahan yang mudah dicari dimasukan kelompok C. Harganya dipatok mulai Rp 15 ribu hingga Rp 200 ribu.
Sementara kelompok B Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. Sedangkan bahan yang langka masuk kelompok A dengan harga Rp 500 ribu ke atas. ‘’Yang paling langka itu tidak ada sambungannya. Jadi bentuk patung itu memang utuh dari satu akar bambu,’’ ucapnya.*** (sat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perempuan Bersuami Ngamar dengan Kenalan di FB, Langsung Begituan 7 Kali
Redaktur & Reporter : Soetomo