jpnn.com, KEFAMENANU - Kasus meninggalnya Yaner Afenpah di ruang barang bukti Polres TTU, berbuntut panjang. Kapolres TTU didesak mundur dari jabatan karena dinilai lalai atas peristiwa tragis itu.
Hal ini ditegaskan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kefamenanu St Yohanes Don Bosco saat menggelar aksi unjuk rasa damai, Jumat (27/10).
BACA JUGA: Gelar KSN, PMKRI Kaji Persoalan Radikalisme dan Kesenjangan
Pantauan Timor Express (Jawa Pos Group), massa bergerak dari Margasiswa PMKRI Naesleu sekira pukul 09.55 Wita, menumpang kendaraan roda dua dan satu unit mobil pikap melakukan orasi di sepanjang ruas jalan.
Massa membawa sejumlah poster yang ditulis ‘Copot Kapolres TTU, Kapolres Jangan Cuci Tangan, Penjahat Dilindungi Orang Baik Dihakimi, Rumah Polisi Jadi Kamar Mayat, Mau Profesional Harus Belajar Lagi, Mau Diamankan Ko Mati’.
BACA JUGA: Gandeng PMKRI, Menkominfo Siap Lawan Hoaks dengan Aksi Nyata
Massa yang dipimpin Ketua PMKRI Cabang Kefamenanu, Maria Selviana Sila ketika tiba di Polres TTU berorasi bergantian di ruas jalan depan kantor Polres. Tak lama berselang, sejumlah delegasi massa masuk ke halaman Polres menyerahkan pernyataan sikap yang diterima langsung Kapolres TTU. Orator diantaranya Dionisius Ulan, Gilbert Taena dan Joger Naihati.
Massa kemudian bergerak melintasi ruas jalan El Tari berhenti di perempatan pos Tulip dan perempatan terminal untuk melakukan orasi. Selanjutnya, massa yang dikawal patroli polisi bergerak ke kampus Unimor dan baru berakhir di gedung DPRD TTU untuk menggelar dialog.
BACA JUGA: PMKRI Siap Mengawal Divestasi 51 Persen Saham Freeport untuk Indonesia
Saat tiba, massa diterima ketua DPRD TTU di ruang kerjanya. Hasilnya, DPRD TTU baru bisa melakukan RDP bersama Kapolres TTU, setelah penutupan sidang II, akhir November mendatang.
Dalam pernyataan, PMKRI menilai prosedur penggeledahan yang dilakukan tidak terdapat satu alat bukti yang dicurigai dan atau dapat mengancam untuk ditangkap. PMKRI menilai, Polres TTU tidak paham terkait proses penggeledahan yang baik dan benar. Apalagi, akibat pengamanan menyebabkan Yaner Afenpah meninggal dalam tahanan.
Bahkan, PMKRI menilai kasus meninggalnya di tahanan Polres bukan baru pertama kali, namun sudah menjadi budaya. Tentunya menambah kegelisahan dan ketidakpercayaan masyarakat pada institusi penegak hukum.
Untuk itu, PMKRI meminta Kapolres TTU bertanggung jawab atas kelalaian yang sudah dilakukan dan meminta Kapolda NTT untuk mencopot Kapolres TTU dari jabatannya.
Menurut Dionisius, walaupun Kapolres sudah memberikan klarifikasi terhadap keluarga korban, tetapi terhadap sikap dan tindakan keliru yang sudah dilakukan tentunya PMKRI tidak akan memberikan toleransi.
"Silakan berdamai dengan keluarga tapi PMKRI tidak akan toleransi dengan tindakan in prosedural terhadap tindakan pengamanan. Ini pengalaman buruk sudah tiga warga meninggal dalam tahanan," tandasnya.
Dionisius mengaku kesal tindakan pengamanan terhadap korban Yaner ditempat syukuran wisuda yang ada surat izin keramaian bahkan dijaga anggota polisi. Tapi heran menjadi sasaran penggerebekan yang dipimpin Kapolres TTU. Bahkan, tuan pesta Yubilaris Dominggus yang malam itu sempat melayani tamu juga ikut diamankan di ruang tahanan Polres.
Hal serupa disampaikan Gilbert Taena. Ia mengaku sangat bangga terhadap kinerja Kapolres TTU yang sudah berhasil menekan masalah sosial seperti perjudian, maraknya pencurian, termasuk kejahatan lainnya. Sayangnya, kasus kematian masih menjadi permasalahan serius karena ada tiga kasus warga yang meninggal dalam tahanan tapi tidak berhasil terungkap.
Menurut Gilbert, kasus pengamanan terhadap warga saat penggeledahan mestinya menjadi perhatian serius. Sebab, sikap polisi dinilai tidak profesional karena melakukan penahanan tidak prosedural apalagi menyebabkan ada yang meninggal dalam tahanan. Sehingga, Kapolres harus bertanggung jawab dan perlu dicopot dari jabatannya karena dinilai lalai tidak berhasil memberikan rasa nyaman untuk warganya.
Polisi mestinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan bukannya meresahkan warga. "Sudah tiga warga meninggal dalam tahanan polisi. Jangan sampai ada korban berikutnya. Kasus yang terjadi tentunya membuat warga tidak percaya kinerja Polres TTU," kesalnya.
Koordinator aksi, Pius Nailiu menilai, sangat mendukung langkah polisi untuk menjaga kamtibmas, terbukti banyak keberhasilan yang diraih. Namun dalam action mengabaikan SOP. Mestinya lebih mengedepankan pendekatan humanis sehingga tidak mengorbankan masyarakat. Seperti yang dialami 24 warga yang ditahan sebagai upaya pembinaan dan perlindungan. Sayangnya ada korban jiwa, Yaner meninggal dalam tahanan.
"Tentunya maksud penegak hukum itu baik hanya salah pendekatan. Sangat tidak masuk akal 24 orang dalam keadaan mabuk ditampung dalam satu ruangan. Inikan tidak manusiawi tentu ada yang kekurangan oksigen sehingga meninggal," tandasnya.
Sementara, Kapolres TTU, AKBP Rishian Krisna Budhiaswanto saat dikonfirmasi wartawan mengatakan, sikap pengamanan yang dilakukan terhadap warga sudah sesuai SOP. Pengamanan yang dilakukan karena ada laporan warga bahwa terjadi kekacauan akibat minuman keras yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
Menurut Rishian, terkait kematian korban didalam ruangan barang bukti Polres sudah dilakukan langkah penanganan seperti visum et repertum dan otopsi sudah dilaksanakan. Terhadap keluarga korban juga sudah disampaikan dari langkah awal pengamanan hingga proses otopsi tentunya kasus tersebut dibuka terang benderang, sehingga jelas sesuai fakta hukum.
"Ahli forensik sudah didatangkan, kita tunggu saja hasil laboratorium dari Denpasar," jelasnya.
Ia berharap terhadap kasus kematian Yaner harus dilihat objektif bukannya subjektif. Sebab itu, hanya mengorbankan pihak tertentu.
Sebab, terhadap 24 warga yang diamankan karena dalam keadaan mabuk dan membawa alat tajam dan berpotensi mengganggu kamtibmas sehingga perlu disikapi. Apalagi lokasi BTN keseringan menjadi kasus kriminal akibat minuman keras sehingga perlu dilakukan tindakan waspada.
"Kita sikapi objektif, silakan masyarakat boleh nilai sesuai fakta yang terjadi. Untuk menghindari kekacauan tentu kita amankan, kita lindungi," tandasnya.
Menurut Rishian, kasus meninggalnya Yaner tentunya harus dilihat secara utuh dan objektif, bukannya mengambil kesimpulan subjektif. Sebab, walaupun ada juga kasus lainnya tetapi rangkaian kejadiannya tidak sama karena fakta hukumnya berbeda. Setiap kasus itupun sudah disikapi polisi untuk melakukan investigasi terkait penanganannya.
Rishian mengatakan siap menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD TTU bila diundang. Dirinya sangat kooperatif, sebab agenda yang dibahas tentu untuk kepentingan masyarakat di wilayah hukum Polres TTU untuk kemajuan daerah.(mg24/ays)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Presiden Jokowi Siap Hadiri Kongres PMKRI di Palembang
Redaktur & Reporter : Friederich