Imlek .

Selasa, 25 Februari 2014 – 11:51 WIB

SAYA harap saya tidak terlambat untuk mengucapkan Selamat Tahun Baru Imlek dan Selamat Chap Go Meh/Hari Valentine.

Baru-baru ini saya di Solo untuk pengambilan gambar dalam seri TV saya, "Ceritalah Indonesia." Syuting dilakukan saat perayaan Imlek.

BACA JUGA: Banjir Jakarta

Bagi Anda yang belum tahu, kata "Imlek" berasal dari dialek Hokkien (阴历).

 "Im" berarti Bulan dan "Lek" berarti kalender, merujuk pada kalender China yang mengikut kalendar lunisolar yang menggunakan fase bulan sebagai acuan utama. Atau kalau disederhanakan, artinya menjadi "Tahun Baru Lunar".

BACA JUGA: Kontroversi Kata Allah di Malaysia

Tetapi Imlek sendiri menjadi perayaan sangat penting bagi teman-teman China di Indonesia. Selama era Suharto, mereka tidak diijinkan untuk merayakan acara ini secara terbuka.

Semua bentuk budaya China, dari dialek hingga festival tradisional dilarang oleh rezim Orde Baru, atas nama asimilasi.

BACA JUGA: Urban Villagers

Ketika berlakunya kerusuhan anti-China pada Mei 1998 , kota utama di Indonesia, termasuk Solo di Jawa Tengah juga terkena dampak. Di Solo, massa yang marah mengobrak-abrik bangunan, menyasar pusat perbelanjaan dan titik-titik komersial lainnya, terutama yang dimiliki oleh orang Indonesia Tionghoa.

Banyak hal telah berubah di Solo selama beberapa tahun terakhir. Masyarakat serta perpolitikan Indonesia lebih terbuka – jauh jika dibandingkan saat Orde Baru.

Ketika Suharto lengser, Presiden Abdurrahman Wahid ("Gus Dur") membatalkan undang-undang anti-China, termasuk larangan mata pelajaran Bahasa Mandarin dan penggunaan tanda-tanda China.

Apa yang terjadi ini adalah merupakan kemenangan yang penting bagi seluruh rakyat Indonesia dimana parlemen menyetujui dihilangkannya istilah pribumi dan non-pribumi.

Selanjutnya, Presiden Megawati Soekarnoputri membuat Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2002.

Tradisi seperti Barongsai telah bebas ditampilkan dan anak-anak muda Tionghoa Indonesia terdorong untuk belajar lebih dalam, dan menyambut keTionghoan-nya.

Demokrasi melahirkan Reformasi. Hari ini masyarakat Tionghoa Indonesia telah mendapat tempat selayaknya di tengah-tengah masyarakat. Mereka secara aktif telah berkontribusi dalam politik, bisnis dan budaya, sebuah testimoni tentang kekuatan tradisi Indonesia terhadap pluralisme dan multikulturisme.

Di Indonesia, orang Tionghoa Indonesia yang menonjol di antaranya Mari Pangestu (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dan Basuki Tjahaja Purnama (yang dikenal sebagai Ahok), yang juga wakil Gubernur DKI Jakarta.

Pada skala yang lebih luas, budaya pop dari China, Hong Kong dan Taiwan terlihat menikmati popularitas yang naik di semua kelompok etnis.

Termasuk juga makanan China, seni dan tradisi yang dianut secara universal. Regenerasi budaya China ini terbukti diterima dengan baik oleh masyarakat.

Tentu saja semua orang di Solo sangat ingin melupakan masa lalu dan menunggu untuk menyambut Tahun Kuda.

Perayaan Imlek benar-benar meriah.

Ada lampu-lampu dan lampion China di seluruh kota.

Selain itu, kembang api besar-besaran berlangsung semarak di depan kantor walikota Solo menuju Pasar Gede, ribuan orang berkerumun memadati jalan.

Saya sangat menikmati menyalakan lampion yang kemudian saya terbangkan ke udara. Saya dan kru film menyalakan sekitar sepuluh lampion, di tengah padatnya orang, kami dibantu oleh sekelompok pemuda Tionghoa yang menunjukkan cara menyalakan lampion, mengatur api hingga keseimbangannya kemudian melepaskannya.

Solo adalah bentuk kota yang brilian, yang membuat saya berpikir tentang seberapa jauh Republik ini berubah setelah 1998.

Melihat puluhan ribu warga Solo tumpah ruah memenuhi jalan – muda, tua dan setengah baya dari semua ras (termasuk banyak keluarga Indonesia Tionghoa yang bernenek moyang berasal dari kota ini) – saya sangat yakin bahwa meskipun Indonesia pernah mengalami disfungsi, namun pada akhirnya mendapatkan imbalan yang baik.

Semua yang saya lihat mengenakan warna merah cerah dan senyuman terpancar dari semua orang yang terlibat dalam Festival Imlek perdana yang diadakan di seberang Benteng Vastenburg.

Festival Cap Go Meh mencapai klimaks dengan tampilan Barongsai dan tarian naga (Liong) serta Grebeg Sudiro.

Perayaan yang terakhir ini adalah dua gunungan (menjulang, berbentuk kerucut) yang terbuat dari kue keranjang yang diarak ke jalan.

Gunungan yang diarak keliling kota diikuti oleh Barongasi, Liong, tarian Reog Ponorogo Jawa Timur.

Semua hal yang saya lihat benar-benar sinkretis: sangat China, tetapi juga tampilan warga Indonesia–menyatu bersama-sama.

Ini adalah gambaran sejahtera untuk satu tahun ke depan bagi Indonesia dan bagi kita semua.​[***]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eropa 1914


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler