Impor Beras Belum Menurunkan Harga

Senin, 07 Februari 2011 – 07:44 WIB

JAKARTA - Tahun ini, pemerintah mencoba memangkas harga jual beras yang terus melambungCarannya dengan mengimpor beras sekitar 1,4 juta ton sekaligus memangkas bea masuknya

BACA JUGA: Pemerintah Ikhlas Pulau Komodo Dianulir

Namun, langkah ini masih belum menunjukkan hasil
Dewan Ketahanan Pangan masih mencatat harga beras kualitas standar masih di atas Rp 7.000.

Anggota Dewan Ketahanan Pangan Khudori mengatakan, harga tersebut cukup berat bagi sebagian penduduk

BACA JUGA: Awas, Indonesia Terancam Krisis Pangan

"Apalagi bagi mereka yang masuk kategori keluarga miskin," ucapnya saat menjadi pembicara dalam Diskusi Ketahanan Pangan di Kantor DPP PKB kemarin (6/2)
Untuk mengatasi persoalan melambungnya harga tersebut, Khudori berharap pemerintah tidak hanya melakukan impor

BACA JUGA: Menpera Minta Pengembang Bangun Perumahan di Perbatasan

Tetapi meningkatkan produksi gabah nasional dengan menambah luas lahan tanam.

Dalam kasus masih melambungnya harga beras, Khodori mencium ada permainan dalam Perum Bulog selaku pihak yang mendistribusikan berasApalagi, jelas dia, sampai sekarang draf instruksi presiden (Inpres) tentang kebijakan pengadaan dan penyaluran gabah atau beras tidak jadi diteken"Sedianya inpres itu berlaku awal tahun ini," jelas diaPosisi inpres tersebut menuruh Khudori ngendon di Menteri Koordinator (Menko) PerekonomianPadahal, dengan inpres tersebut Bulog yang saat ini memegang kunci distribusi beras nasional bisa bekerja lebih optimal.

Di satu sisi, Dewan Ketahanan Pangan saat ini menyorot informasi cadangan beras nasional di Bulog yang mencapai 900.000 tonMenurut Khudori, jumlah tersebut harus benar-benar dipertanggung jawabkan"Apakah benar jumlahnya seperti itu?" terang diaKhudori berpesan, jangan sampai jumlah yang dilansir tersebut lantas dijadikan acuan untuk mengambil kebijakan ekspor beras.

Kebijakan pemerintah untuk impor beras tahun ini, terlalu dibesar-besarkan dengan ancaman krisis panganMenurut Khudori, posisi pangan di Indonesia masih belum masuk kategori krisisSebaliknya, yang terjadi saat ini adalah, menunnya tingkat daya beli masyrakat"Masyarakat kelompok miskin menjadi terpuruk," kata diaTahun 2010 lalu, BPS melansir data masyarakat miskin mencapai 31 juta jiwa atau sekitar 13,3 persen.

Langkah lain jika impor beras belum mampu menurunkan harga, pemerintah bisa segera menetapkan harga pemberian pemerintah (HPP)Pemerintah terus beralasan jika ada penetapan HPP baru bisa memicu kenaikan inflasiPadahal, dengan penetapan HPP tersebut pemerintah bisa mengontrol harga beras di pasaranMenurut Khudori, selama ini harga beras di pasaran banyak dimainkan oleh para spekulan"Pemerintah jangan sampai tidak berdaya berhadapan dengna para spekulan," jela dia.

Cara lain untuk menekan harga beras dalam jangka panjang adalah, dengan memperluas area tanahSaat ini, Khudori mencatat ada sekitar 12,4 juta hektar tanah terlantarPadahal, tanah tersebut berpotensi menjadi persawahan jika dioptimalkan"Kita semua masih menunggu janji pemerintah untuk memperluas area persawahan," jelas diaTahun ini, Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan ada penambahan area persawahan seluas 60 ribu hektar.

Selanjutnya, Khudori berharap pemerintah bisa melindungi musim panen raya yang diperkirakan terjadi pada Maret dan Mei depanMeskipun perubahan iklim sedang melanda, dia berharap ada strategi-strategi jitu untuk mengantisipasi puso atau gagal panenDiantaranya, dengan memperbaiki sistem irigasi sehingga lahan tanam tidak sampai kekeringan atau terendam banjir.

Sementara itu, Wakil Komisi IV (membidangi pertanian, kehutanan, kelautan, perkebunan, dan perikanan) Anna Muawanah mengatakan, persoalan melambungnya harga beras memang harus dipecahkanApalagi, sebagian besar masyarakat masih menjadikan beras sebagai satu-satunya komuditas pangan"Sebelum ada aturan untuk ketahanan pangan, alternatif bahan pangah cukup mendesak," kata politisi dari FPKB itu(wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisruh Mesir Bakal Dongkrak Harga Minyak


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler