In Memoriam Kantor Radio Pemberontakan Bung Tomo

Senin, 09 Mei 2016 – 10:59 WIB
Area eks Kantor Radio Pemberontakan di Jl. Mawar No.10, Tegalsari, Surabaya. Tanda X dari Satpol PP berarti ada pelanggaran. Telat, bangunannya sudah rata dengan tanah. Foto: Dok.JPNN.com.

jpnn.com - SELAMAT dari bombardir tentara Sekutu saat pertempuran 10 November 1945, rumah radio Bung Tomo luluh lantak dihancurkan bangsa sendiri. Huft! Demi kepentingan bisnis…

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Ketika Jenderal Soedirman Ikut Aksi May Day

Atas perintah juragannya, Satpol PP Surabaya memang telah menyegel area tersebut. Tapi, apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur. 

"Kami beri garis Satpol PP untuk penyegelan," kata Bagus Supriadi, Kepala Seksi Program Satpol PP Surabaya. 

BACA JUGA: Legenda Pelaut Terpanjang di Dunia

Seperti polisi di film India, pemerintah turun tangan setelah rumah itu rata dengan tanah. 

Padahal, proses pembongkarannya memakan waktu tidak sebentar; lebih kurang sebulan, sebagaimana diakui sendiri oleh sang mandor.

BACA JUGA: Inilah Mitos Borobudur yang Diyakini Sebagai Kebenaran Sejarah

Sabtu, 7 Mei 2016 lalu, arek Suroboyo menggelar aksi tabur bunga di puing reruntuhan bangunan yang bertautan langsung dengan pertempuran 10 November yang legendaris itu.

Sebuah prasasti penting dalam sejarah kemerdekaan bangsa ini baru saja hilang. Rakyat kecewa! 

10 November 1945...

Hari itu, tentara Sekutu balas dendam. Mallaby tewas, Mansergh ngamuk.

"Surabaja mendjadi kota liar tanpa hukum…Radio Surabaja sudah dibom rata dengan tanah, akan tetapi Radio Pemberontakan masih berkumandang di udara," tulis K'Tut Tantri, dalam Revolt In Paradise, cetakan pertama bahasa Indonesia, April 1964. 

Ini membuat Sekutu kian naik pitam. Kantor Radio Pemberontakan, yang menurut K'Tut Tantri "tersembunji di sebuah gedung jang tak terpelihara tidak djauh dari pemantjar radio resmi, jaitu Radio Surabaja," tak tercium seangin pun oleh musuh. 

Kantor rahasia Radio Pemberontakan berlokasi di rumah Jl. Mawar No. 10-12, Tegalsari, Surabaya.

Menurut Tantri, dari rumah inilah Bung Tomo--seorang wartawan sekaligus pembicara ulung yang dalam berpidato menempati peringkat kedua setelah Bung Karno--siaran dua kali semalam.

"Sungguh, siarannja padat dan djantan," kenang Tantri, tandem Bung Tomo siaran di Radio Pemberontakan. 

"Kepada Belanda terus terang dikatakannja, bahwa mereka tidak akan kembali lagi ke Indonesia sebagai tuan. Ia memperingatkan, kalau Belanda memaksakan diri…djutaan rakjat jang berdiri di belakangnja akan mengadakan perlawanan sampai tetesan darah jang penghabisan." 

Padahal Cagar Budaya

K'Tut Tantri perempuan Amerika kelahiran Inggris yang diangkat anak oleh Raja Bali. Dia "jang sering membantu kita dengan terdjemahan-terdjemahan dari siaran-siaran lisan dan tulisan kita ke dalam bahasa Inggris," ungkap Roeslan Abdulgani, 26 Mei 1964.

Penting dicatat, dari rumah di Jalan Mawar inilah Bung Tomo membakar semangat arek-arek Suroboyo dengan pidatonya yang melegenda itu--hingga meletus pertempuran 10 November. 

Nah, rumah yang ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya melalui SK Wali Kota 188.45/004/402.1.04/1998 tersebut, sebetulnya nyaris hancur kena bom tentara Sekutu saat pertempuran 1945. 

K'Tut Tantri bercerita, setelah Bung Tomo hijrah ke Malang menyiapkan lagi pemancar Radio Pemberontakan di sana, dirinya dan dua orang pegawai menetap di Jalan Mawar. Yakni, satu orang Arab dan seorang lagi India. 

"Bom pertama mulai djatuh di sekitar kami," kenang Tantri. "Penjiar kami orang India sedang ke belakang untuk buang air. Petjahan mortir mengenainja, dan menemui adjalnja seketika."

Karena letaknya yang tersembunyi ketika itu, bangunan bersejarah seluasnya lebih kurang 2.000 meter persegi tersebut selamat dari bombardir tentara Sekutu. 

Tapi, kini…di alam Indonesia merdeka, ahli waris membaginya jadi dua. Nomor 10 di sisi Utara dan rumah nomor 12 di sisi Selatan. Keduanya telah dibeli oleh pihak yang berbeda.  

Rumah No 10 yang luasnya 75 persen dari total bangunan, kini tinggal puing. Halamannya dipagari seng hijau setinggi 2 meter. 

Lahan itu dibeli oleh Plaza Jayanata yang terletak di sebelahnya. Simpang siur, ada yang bilang lahan itu akan dijadikan parkiran, ada juga yang bilang akan dijadikan galeri kecantikan.

Lepas dari itu, keluarga Hurin yang sebelumnya menghuni rumah tersebut telah pindah ke Pondok Nirwana, Rungkut, Surabaya--sebuah pemukiman bergengsi. 

Mau menyalahkan keluarga Hurin? Kurang tepat! 

Belakangan pemerintah menyesali runtuhnya bangunan bersejarah itu. Lho...selama ini memangnya pemerintah ada perhatian? (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ondeh...Bareh Solok dalam Catatan Raffles


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler