Ketika Jenderal Soedirman Ikut Aksi May Day

Minggu, 01 Mei 2016 – 08:20 WIB
May Day 1947 di Yogyakarta. Terlihat duduk di barisan depan Presiden Soekarno diapit Perdana Menteri Amir Sjarifoedin dan Sultan Hamengkubuwono IX. Foto: Public Domain.

jpnn.com - ORDE Baru dibawah komando Jenderal Soeharto melarang May Day. Mereka lupa, para pendiri negeri ini tak pernah alfa merayakannya sejak republik ini lahir. Bahkan, Jenderal Soedirman pernah ikut aksi May Day. 

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Legenda Pelaut Terpanjang di Dunia

Awaloedin Djamin, yang baru saja dilantik menjadi  Menteri Tenaga Kerja pada 24 Februari 1966 putar otak. 

Dia berpikir bagaimana cara meniadakan peringatan May Day--Hari Buruh Sedunia 1 Mei.

BACA JUGA: Inilah Mitos Borobudur yang Diyakini Sebagai Kebenaran Sejarah

Karena Presiden Soekarno masih berpengaruh--meski sendi-sendi kekuatan politiknya kian melemah--1 Mei 1966 tetap diperingati sebagai Hari Buruh. 

“Tahun berikutnya langsung saya hapuskan,” katanya dalam buku Awaloedin Djamin, Pengalaman Seorang Perwira Polri.

BACA JUGA: Ondeh...Bareh Solok dalam Catatan Raffles

Ya, sejak 1 Mei 1967 tak ada perayaan May Day. Bung Karno sudah dilengserkan Soeharto dua bulan sebelumnya; 12 Maret 1967.

Dan sebagai gantinya, Orde Baru menetapkan 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional. Ini merujuk ulang tahun Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), 20 Februari 1973.

Kado Istimewa

Rezim Soeharto agaknya lupa bahwa sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, negara ini tak pernah alfa merayakan May Day.

May Day pertama di alam Indonesia merdeka, diperingati secara resmi oleh pemerintah, 1 Mei 1946. 

May Day 1947 pun demikian (lihat foto di atas). Bung Karno sendiri bilang, "barisan pelopor kita adalah barisannya kaum buruh, barisannya kaum proletar."

Tak ayal saat menyambut May Day 1948, pemerintah memberikan kado spesial buat kaum buruh. 

Sepuluh hari sebelum May Day, persisnya 20 April 1948, pemerintah menetapkan UU Kerja No 12/1948. 

UU yang menjadikan 1 Mei sebagai hari libur ini dinilai progresif karena memberikan perlindungan dan jaminan yang besar bagi buruh, melebihi apa yang mungkin didapat buruh di Eropa.

Kado dari pemerintah tersebut antara lain berisi larangan mempekerjakan anak dan larangan buruh perempuan bekerja di pertambangan dan tempat lain yang membahayakan keamanan, kesehatan, dan moralitas; bekerja di malam hari (kecuali yang bekerja di sektor publik seperti bidan atau perawat); pemberian waktu bagi ibu menyusui anaknya; serta cuti melahirkan dan cuti haid.

Ini dianggap pencapaian tertinggi bagi gerakan buruh, sebab ketentuan mengenai cuti haid, “hanya beberapa negara pernah mengundang-undangkannya,” tulis Susan Blackburn dalam Perempuan dan Negara dalam Era Indonesia Modern.

Yogyakarta, 1 Mei 1948…

Hari yang dinanti pun tiba. Perayaan May Day dipusatkan di ibukota republik yang saat itu berada di Yogyakarta.

Rapat akbar digelar di alun-alun. Panglima Besar Jenderal Sudirman datang melebur bersama ratusan ribu massa. Begitu pula Wakil Presiden Mohammad Hatta.

May Day 1948 berlangsung meriah. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sebelum Digadang-gadang Belanda, Kartini Hanya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler