Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pakar dan ICW Bereaksi Begini

Senin, 13 Februari 2023 – 00:43 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis (kanan) didampingi peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (kiri) dan anggota Komisi III DPR Wayan Sudirta (tengah) menyampaikan paparan dalam diskusi terkait kinerja KPK di Jakarta, Minggu (12/2/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak menyoroti penurunan angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) sebanyak empat poin pada 2022.

Dalam indeks disebutkan Indonesia berada pada angka 34, turun dari sebelumnya 38. Selain itu, posisi Indonesia juga berada di posisi 110 dari 180 negara yang disurvei.

BACA JUGA: Indeks Pemberantasan Korupsi Melorot, Peneliti ICW Seret Nama Menteri Kabinet Jokowi

Permasalahan itu kemudian dibahas dalam diskusi Total Politik yang menghadirkan berbagai narasumber mulai dari ICW, Komisi III DPR, pakar hukum, dan perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan bahwa pemberantasan korupsi itu memang politisasi.

BACA JUGA: Terpidana Kasus Korupsi Pengadaan Tanah DP 0 Rupiah Meninggal

“Pertanyaannya, ke mana politisasi itu mau dibawa? Keadilan itu jantung bangsa. Politisasi harus untuk memastikan keadilan yang utuh,” ujar dia dalam siaran pers, Minggu (12/2).

Dalam diskusi itu, kasus pengadaan helikopter AW 101 juga mencuat dan menjadi sorotan. Sebab, ada proses hukum yang dipaksakan sejak kasus ini dimulai tahun 2017 yang lalu.

BACA JUGA: Tak Usah Ribut, KPK Persilakan NasDem Laporkan Dugaan Korupsi di BRIN

“Saya tergelitik, audit harusnya dilakukan BPKP, bukan internal KPK. KPK tidak punya kewenangan untuk melakukan audit," kata dia.

Memang, kata Margarito, di sidang praperadilan sudah diakui bahwa kasus itu layak untuk disidangkan.

"Tetapi menurut saya tetap ada masalah. kami tidak mau ada pemberantasan korupsi yang prosesnya di luar kewenangan," ujar dia.

Sementara juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan untuk perkara pengadaan helikopter AW adalah perkara teknis.

"Terkait kasus AW itu perkara teknis, dalam hal perbedaan pendapat itu hal biasa. Nanti di persidangan bisa dibuktikan,” ungkap Fikri.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan masyarakat khawatir KPK menanggapi IPK ini dengan biasa-biasa saja.

"Harus ada perbaikan internal di KPK. Presiden harus campur tangan untuk upaya pemberantasan korupsi saat ini. Itu janjinya. Presiden adalah atasan administratif penegak hukum, campur tangannya sangat dibutuhkan saat ini,” ujar dia.

Sementara Wayan Sudirta salah satu anggota Komisi III DPR mengatakan siapa pun yang menjadi ketua KPK tidak boleh menyimpang.

“Lemahnya integritas dan kualitas penegak hukum di bidang-bidang seperti pengadaan barang dan jasa serta perizinan. KPK juga kurang kordinasi dan supervisi. Banyak sekali kekurangan KPK yang dibahas di komisi tiga,” kata Wayan.

Di sisi lain, Wayan meminta agar semua pihak bisa mengambil hikmah dari penurunan IPK tahun 2022.

"Saya cenderung mengambil hikmah dari persepsi yang turun, dengan mengingatkan teman-teman penegak hukum, KPK, Kejaksaan, kepolisian untuk jangan berpuas diri," kata dia. (antara/cuy/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Sebut Terdakwa Korupsi Helikopter AW Perkaya eks KSAU Agus Supriatna, Sebegini Nilainya


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler