jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengantisipasi kemungkinan Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuan tahun ini.
''Dalam pertemuan FOMC kemarin, dibicarakan kemungkinan menaikkan bunga dari federal fund rate pada pertemuan selanjutnya, yaitu 16-17 Desember,'' ujar Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo di Jakarta kemarin (30/10).
BACA JUGA: Perekonomian Tiongkok Terus Melambat, RI Terimbas
Agus menjelaskan, langkah The Fed yang diprediksi menaikkan suku bunga acuannya tersebut dilandasi data tenaga kerja AS yang menunjukkan kondisi perbaikan.
''Dalam pertemuan itu, disampaikan bahwa kondisi tenaga kerja menunjukkan perbaikan yang solid. Jadi, lagi-lagi situasi itu membuat kondisi di dunia yang tadinya risk on-risk off. Tentu, ini perlu kita waspada,'' papar dia.
BACA JUGA: Kenaikan Tarif Tol Mulai Berlaku Besok
Indikasi tersebut makin meyakinkan BI bahwa The Fed menaikkan suku bunga tahun ini. Terlebih, langkah The Fed selama ini selalu dilandasi data-data yang ada atau data dependen.
Sehari sebelumnya, Agus menyatakan bahwa hal yang harus diwaspadai setelah The Fed benar-benar menaikkan suku bunganya adalah penyesuaian-penyesuaian yang akan dilakukan The Fed. Salah satunya adalah penyesuaian kembali portofolio dana.
BACA JUGA: Menperin : Lindungi Industri Tekstil Nasional dari Praktek Ini
''Setelah naik, tentu pada tahun berikutnya ada penyesuaian-penyesuaian lagi yang konon bisa mencapai 1 persen setiap tahun. Itu membawa rebalancing portfolio yang selama ini ada di negara-negara berkembang. Di bagian dana yang cukup besar di negara berkembang, mungkin ada rebalancing. Jadi, harus menyiapkan diri,'' tuturnya.
Meski harus menghadapi kondisi tersebut, BI juga terus memantau kondisi ekonomi global lain. Mulai perkembangan ekonomi di Tiongkok hingga penurunan harga komoditas.
Ekonomi Tiongkok, lanjutnya, memperlihatkan perkembangan lebih baik daripada perkiraan. Meski, dikhawatirkan ekonomi Negeri Panda itu masih terus terpuruk.
''Tiongkok memang lebih baik daripada yang diperkirakan. Pada kuartal ketiga, pertumbuhan ekonominya diperkirakan tumbuh 6,8 persen, tapi ternyata realisasinya 6,9 persen. Tapi, masih banyak yang mengkhawatirkan bahwa sebenarnya kondisi Tiongkok lebih buruk daripada yang sebenarnya terjadi,'' ungkap dia.
Kondisi harga komoditas dunia, menurut dia, masih menunjukkan angka yang kurang memuaskan. Terlebih bagi negara-negara berkembang. Tetapi, kondisi harga komoditas di Indonesia bisa dibilang cukup terjaga dengan baik.
Kondisi ekonomi domestik tampaknya masih cukup menggiurkan. Menurut Agus, minat atas surat utang negara (SUN) masih ada. Meski, data pada Januari-Oktober 2015 masih belum sebaik periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 120 triliun.
''Kalau kita lihat SUN, masih terjadi inflow untuk inves di SUN kita. Berdasar data Januari-Oktober 2014, dana luar yang masuk untuk beli SUN kita sebesar Rp 120 triliun, sekarang Januari-Oktober 2015 berkisar Rp 60 triliun. Artinya, minat atas surat utang kita masih ada. Kita melihat ini adalah perkembangan ekonomi nasional yang baik,'' tandasnya. (dee/c14/tia)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menperin Pastikan Lindungi Industri Kecil Menengah dan Kreatif
Redaktur : Tim Redaksi