jpnn.com, JAKARTA - Jepang hingga kini masih menjadi salah satu negara investor terbesar di Indonesia. Peningkatan investasi Negeri Sakura itu sepanjang 2013 hingga 2017 melonjak pesat dari sebelumnya 1.438 menjadi 1.911 perusahaan.
Dalam upaya menguatkan kerja sama di bidang industri, Kementerian Perindustrian tengah melakukan pendekatan ke Jepang untuk menarik beberapa sektor yang berpotensi diekspansi.
BACA JUGA: 14 Investor Siap Tanam Modal di Kepulauan Derawan
Di antaranya, industri kimia dan baja. Selasa (27/5) Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melakukan kunjungan ke Jepang dan bertemu dengan beberapa perusahaan seperti Sojitz Corporation, Nippon Steel, dan Fujitrans.
BACA JUGA: 14 Investor Siap Tanam Modal di Kepulauan Derawan
BACA JUGA: Setahun 4 PMA Masuk Batamindo, Bukti Iklim Investasi di Batam Berangsur Membaik
”Kami akan mendorong pengembangan industri kimia. Hal ini dibahas pada pertemuan dengan direksi Sojitz. Beberapa waktu lalu, Sojitz menyatakan minatnya membangun pabrik metanol kedua di Indonesia,” ujar Airlangga.
Sojitz Group yang memiliki 400 anak perusahaan dan afiliasi, baik yang berlokasi di Jepang maupun di seluruh dunia, mengembangkan operasinya secara luas sebagai perusahaan dagang di banyak negara.
BACA JUGA: Membedah Dampak Negatif Aksi 22 Mei Terhadap Perekonomian Indonesia
Mereka berinvestasi di beragam sektor seperti otomotif, sumber daya energi dan mineral, bahan kimia, bahan baku pangan, agrikultur, hasil hutan, barang konsumsi, serta kawasan industri.
Selanjutnya, dalam upaya menguatkan sektor industri baja nasional, Airlangga juga bertemu dengan jajaran direksi Nippon Steel.
”Kami sepakat untuk menguatkan kerja sama di industri baja sebagai sektor hulu. Industri ini berperan penting untuk memasok kebutuhan bahan baku dalam mendukung proyek infrastruktur dan menopang kegiatan sektor industri lainnya,” ujarnya.
Hal tersebut sejalan dengan upaya Kementerian Perindustrian yang sedang berfokus untuk mengakselerasi pembangunan klaster industri baja di Cilegon, Banten, yang ditargetkan bisa memproduksi hingga 10 juta ton baja pada 2025.
Selain itu, Kemenperin mempercepat pembangunan klaster industri baja di Batulicin, Kalimantan Selatan; dan Morowali, Sulawesi Tengah.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Pangan Strategis Juan Permata Adoe menyebutkan bahwa pelaku usaha optimistis iklim investasi bisa kembali digenjot. Dampaknya mulai terasa pada semester II 2019.
”Kita juga sedang menunggu kesepakatan dagang yang diupayakan pemerintah dengan beberapa negara ekonomi maju seperti Eropa, Australia, Jepang, dan Korea,” ujarnya.
Menurut Juan, saat ini sebenarnya investor yakin bahwa kondisi ekonomi kondusif. Hanya, investor asing masih menunggu kepastian.
”Investasi baru membutuhkan waktu. Aliran investasi dan modal diperkirakan baru dimulai semester kedua,” ungkapnya. (agf/c6/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Konjen Singapura Sebut Industri Digital Potensial di Batam
Redaktur : Tim Redaksi