jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini terus mendorong pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) menggunakan bahan ramah lingkungan agar tercapai pengendalian hama terpadu (PHT).
Langkah itu dilakukan untuk meningkatkan produk pertanian Indonesia harus berkualitas, baik dari segi tampilan maupun kandungan gizinya.
BACA JUGA: Kementan Dorong Petani Milenial Manfaatkan KUR Pertanian, Disiapkan Rp 500 Miliar Lho
Direktur Perlindungan Hortikultura Inti Pertiwi mengatakan perlindungan hortikultura ke dalam pemberdayaan petani yang mandiri harus untuk merapkan teknologi PHT. Sebab, teknologi itu sangat penting dilakukan.
“Penerapan teknologi PHT dengan kebijakan operasional perlindungan tanaman berdasarkan pada pendekatan sistem PHT, yaitu gerakan pengendalian OPT, peranan PHT (PPHT), penguatan kelembagaan, dan penanganan DPI,” kata Inti.
BACA JUGA: Presiden Punya Prediksi Ciamik, Kementan Langsung Dapat Perintah
Inti menambahkan, dalam prinsip PHT, mengarahkan pada budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami, pengamatan rutin dan petani sebagai ahli PHT.
Hal itu bertujuan agar petani bisa mengontrol populasi hama di bawah ambang batas, meminimalisir penggunaan pestisida kimia, meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian.
BACA JUGA: Kemen PPPA: 58 Persen Anak Tak Senang Belajar dari Rumah
Juga melestarikan lingkungan hidup, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.
Senior Agriculture Officer Ministry of Primary Resource and Tourism Brunei Darussalam, Hirman bin Haji Abu menyampaikan pelaksanaan PHT atau Integrated Pest Management (IPM) terhadap komoditas hortikultura di negaranya melibatkan 3 (tiga) strategi.
Pertama, kata dia, merumuskan dan membentuk praktek IPM dengan menggalakan prinsip dalam pengawalan organisme pengganggu tanaman bagi padi dan sayur-sayuran.
Kedua, meningkatkan kesadaran dan pemahaman petani mengenai masalah-masalah racun kimia yang harus dihindari melalui program pendidikan IPM secara intensif.
"Terakhir yaitu meningkatkan upaya dan taksonomi serangga perusak, pencaman dan pengurusan koleksi serangga perusak,” ujar Hirman.
Penekanan mengenai bahaya penggunaan racun perusak juga diterapkan oleh Brunei Darussalam.
Penggunaan racun perusak secara berkelanjutan bisa menimbulkan kekebalan dan kembalinya serangga perusak atau organisme pengganggu tanaman.
Penggunaan racun perusak yang tidak tepat, kata dia, bisa menimbulkan permasalahan bagi tanaman.
Sebab, setiap serangga perusak atau OPT memiliki penanganan yang berbeda-beda.
Dia pun menyarankan agar setiap petani harus memahami terlebih dahulu serangga perusak yang mengganggu tanaman.
"Petani atau peladang ataupun petugas perlu memiliki pemahaman mengenai hal tersebut,” tambah dia.
Sementara perwakilan dari Departemen Proteksi Tanaman IPB, Hermanu Tri Widodo menyampaikan bahwa PHT bisa diibaratkan seperti kedokteran. Karena dalam ilmu kedokteran saat suhu tubuh meningkat berarti terdapat sesuatu yang tidak benar dalam tubuh.
Begitupun juga tanaman, bila ada lonjakan OPT berarti terdapat penyakit ekologi.
Dia mengatakan ada 4P dalam PHT. Pertama, penangkalan agar pertanaman tidak terinfeksi OPT dan melakukan benteng pertahanan.
Kedua, pengekangan yang merupakan upaya agar kelimpahan OPT tetap rendah dan tidak menimbulkan kerugian.
Ketiga, merupakan pemantauan agroekosistem untuk menilai status OPT dan sebagai dasar penetapan perlu atau tidaknya penekanan.
Keempat, penekanan yang merupakan upaya jika penangkalan dan pengekangan tidak berhasil dengan pemilihan taktik yang menimbulkan resiko paling kecil. (mrk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ansy Lema â Kementan Serahkan Puluhan Alsintan Kepada Petani di TTU
Redaktur : Dedi Sofian
Reporter : Dedi Sofian, Dedi Sofian