Indonesia Bukti Ada Demokrasi Tanpa Hukum

Rabu, 10 Agustus 2011 – 09:51 WIB

JAKARTA - Amburadulnya proses penegakan hukum dan manajemen kepartaian yang terjadi sampai sekarang di Indonesia, menurut Indonesianis dari Northwestern University USA Jeffry Winters dikarenakan gagalnya reformasi 1998 memproses hukum mantan Presiden Soeharto sampai tuntasSetelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, dia menyebut semangat yang berkembang justru mengamankan Soeharto dan keluarganya.

"Soeharto lengser, ada Habibie, lalu langsung muncul Wiranto

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Tolak Myanmar Ketua Asean

Kata pertama dari Wiranto adalah keluarga Soeharto akan diselamatkan
Seharusnya begitu Soeharto turun, kasih perintah langsung tangkap, bawa ke penjara, menunggu pengadilan

BACA JUGA: JK Dingin, Anung Sebut Bukan Prestasi

Sejarah Indonesia akan berbeda sekali kalau itu terjadi," kata Jeffry dalam diskusi Pengadilan Hosni Mubarok : Pelajaran Untuk Indonesia di Rumah Perubahan 2.0, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (9/8).

Turut berbicara pendiri Rumah Perubahan 2.0 Rizal Ramli, Pengamat Politik Timur Tengah Zuhaeri Misrawi, dan Peneliti Universitas Paramadina Herdi Sahrasad
Hadir juga mantan juru bicara mantan Presiden Gus Dur yang juga Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi.

Jeffry menyampaikan mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, setelah jatuh dari kursi kekuasaannya, sekarang menjalani proses pengadilan

BACA JUGA: M Nuh Beber Pengalaman Nggandol KA

Berbeda dengan Soeharto yang setelah lengser bisa pulang dengan tenang ke kediamannya di Cendana.

''Selama 10 tahun, Soeharto tenang di rumah, nonton sinetronTidak pernah khawatir akan masuk penjaraIni sangat merusak untuk IndonesiaDampaknya sangat panjangSampai hari ini, 12 tahun kemudian masih ada demokrasi tanpa hukum," ujarnya.

Dia menyebut reformasi 1998 sebenarnya momentum penting melakukan loncatan untuk memperkuat sistem hukumKuncinya adalah dengan menyelesaikan satu kasus di posisi paling atas, yakni Soeharto"Seandainya Mesir ikut pola Indonesia, 10 tahun dari sekarang akan ada calon presiden namanya Gamal Mubarok," katanya.

Gamal Mubarok adalah putra sulung dari Hosni MubarokSecara tidak langsung, Jeffry menyindir fenomena banyaknya trah keluarga Cendana yang berkiprah dalam politik Indonesia.

Kasus pelengseran Soeharto di Indonesia dan penggulingan Hosni Mubarak di Mesir, lanjut Jeffry, pada akhirnya membuktikan bahwa perjuangan untuk menjatuhkan diktator dan membangun demokrasi ternyata tidak satu paket dengan perjuangan untuk menanamkan sistem hukum yang kuat.

"Indonesia membutkikan ada demokrasi tanpa hukumIni menjadi kasus unik di duniaDemokrasinya kuat, tapi hukumnya nggak adaSingapura menjadi kasus sebaliknyaHukum kuat tanpa demokrasiYang sempurna tentunya demokrasi dan hukum dua "duanya kuat," ungkap pria yang telah menulis empat buku mengenai politik Indonesia, itu.

Dia menegaskan sistem demokrasi di Indonesia justru di "capture (ditangkap, Red) oleh para malingIronisnya mereka ini justru yang memiliki legitimasi tinggi dari rakyatHal ini menjadi salah satu faktor yang menghambat penguatan hukum di Indonesia.

"Secara prosedur, yang capture ini agak malingOh maling aja, nggak perlu agakTidak semuanya sih, mungkin ada satu dua yang baik," katanya, lantas tersenyumJeffry menyebut tantangan terbesar di Indonesia adalah membuat sistem hukum yang kuat"Dimana orang kuat harus tunduk pada hukum, bukan hukum tunduk pada orang kuat," cetusnya.

Ketika parpol menjelma menjadi sistem di mana calon hanya bisa naik kalau ada uang, Jeffry menyarankan perlunya terobosan besar dalam pilpresYakni dibukanya pintu bagi calon perseorangan"Hanya satu cara untuk keluar dari calon yang berbau maling, biarkan rakyat memilih figur langsungMengapa tidak," kata Jeffry.

Kasus Nazaruddin, imbuh Jeffry, juga menjadi batu ujianDia mengatakan sudah saatnya masyarakat Indonesia menilai kepolisian, kejaksaan dan kehakiman, sebagai musuh negara dan musuh masyarakat kalau lebih memilih uang daripada prinsip tegaknya hukum itu sendiri.

"Soalnya, Indonesia tidak akan bisa maju tanpa hukum yang kuatMengapa Tiongkok dan India bisa lebih besar, karena sistemnya lebih kredibelPelaku korupsi di Tiongkok, misalnya, ditembak di stadium," katanya.

Pengamat Politik Timur Tengah Zuhaeri Misrawi mengatakan kasus Hosni Mubarok membuktikan tidak ada pemimpin yang imun terhadap hukumIni tentunya menjadi pelajaran penting bagi negara berpenduduk mayoritas Islam, termasuk Indonesia.

"Bayangkan seorang presiden yang berkuasa 30 tahun dibawa ke pengadilan dengan kasur "kasurnya," ujarnyaHosni memang menjalani persidangan dalam kondisi sakitDia mendapat tuntutan berlapis, mulai pembunuhan sampai KKN dalam bisnis keluarga.

"Mubarok menunggu hukuman gantung atau seumur hidupJadi, di Mesir sekarang hukum menjadi kata kunci," tegas politisi muda PDIP, itu.

Rizal Ramli tetap mengkritik kekuasaan Presiden SBY dan Wapres BoedionoBahkan, kali ini, dia meminta keduanya mundur setelah lebaran"Mudah "mudahan Pak SBY "Boediono tahu diri dan mundur baik "baik setelah lebaran ini," kata RizalKalau ngeyel atau tetap ngotot, Rizal mengancam SBY akan menjadi Presiden RI yang dijatuhkan.

Dia beralasan kepemimpinan SBY terlanjur cacat dengan berbagai indikasi kasus kriminalMulai soal century, rekayasa teknologi informasi KPU dan Daftar Pemilih Tetap (DPT), rekayasa kasus Antasari, dan sekarang NazaruddinRizal menegaskan perubahan harus didorong supaya pemimpin Indonesia mendatang tidak menyalahgunakan kekuasan dan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri"Ketika DPR mandek dan pemerintah mandek, tidak mampu menyalurkan aspirasi, satu "satunya pilihan adalah people power," tandas Rizal(pri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pfizer Yakin Menang Lawan KPPU


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler