Presiden Indonesia Joko Widodo akan melakukan intervensi jika Jessica Wongso, penduduk Australia yang dituduh melakukan pembunuhan, dihukum mati.

Menteri Hukum dan HAM Indonesia, Yasonna Laoly, mengatakan, Indonesia akan menghormati jaminan yang diberikan ke Australia bahwa Jessica Wongso tak akan dieksekusi mati.

BACA JUGA: Berhasil Diciptakan Kembali Bir Tertua di Dunia

"Sebagai negara, kami harus menghormati perjanjian internasional," kata Menteri Yasonna.

Ia juga mengungkap bahwa Jessica -mungkin -tak akan pernah masuk ke pengadilan jika tanpa bantuan Kepolisian Australia (AFP) pada kasus ini.

BACA JUGA: ELL: Big dan Large

Jessica akan menghadapi pengadilan di Jakarta, pada hari Rabu (15/6), didakwa atas pembunuhan dengan racun sianida, dengan korban Mirna Salihin, yang adalah temannya.

Mirna, yang juga pernah tinggal di Australia dan belajar di Sydney dengan Jessica, meninggal tak lama setelah minum es kopi Vietnam yang dipesan oleh temannya itu, di sebuah kafe di Jakarta.

BACA JUGA: Taruna Australia Juara Lomba Pidato Bahasa Indonesia

Polisi mengatakan, Jesica menuangkan sianida ke dalam kopi tersebut.

Jessica tinggal di Sydney hingga sesaat sebelum kematian Mirna, dan AFP membantu detektif di Jakarta menangani kasus ini.

Polda Metro Jaya melakukan perjalanan ke Australia sebagai bagian dari penyelidikan mereka dan bekerja dengan petugas AFP.

Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan, mengatakan, ia menyetujui bantuan AFP setelah Indonesia berjanji Jessica tak akan menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah.

Bukti dari Australia penting dalam kasus Jessica

Juru bicara Pengadilan Negeri, hakim Jamaluddin Samosir, yang akan menyidangkan kasus ini, mengatakan pada awal bulan ini bahwa kesepakatan untuk meniadakan hukuman mati "tak mungkin dilakukan".

Hakim Jamaluddin mengatakan: "Para hakim bisa memutuskan hukuman yang mereka inginkan. Kami independen, tak ada intervensi."

Pernyataan itu menyebabkan kegemparan di Indonesia.

"Tentu saja para hakim memiliki independensi. Tetapi dalam sistem negara, lembaga itu akan menghormati kesepakatan yang dibuat dengan negara lain," respon Menteri Yasonna pada (13/6).

"Jika proses peradilan mengabaikan jaminan, presiden memiliki kekuasaan (untuk memberikan grasi),” sebutnya.

Yasonna mengatakan, bantuan AFP sangat penting dalam membantu kasus ini menjadi "lebih jelas".

"Dia hampir berhasil lolos demi alasan peraturan. Jika kami tak mendapatkan bukti yang diberikan oleh Australia, bagaimana kami bisa melanjutkan kasus ini?," kemukanya.

Jaksa berulang kali menolak untuk menerima laporan polisi pada kasus ini karena kurangnya bukti.

Menurut hukum Indonesia, tersangka harus dibebaskan setelah 90 hari di tahanan jika kasus tersebut belum dilimpahkan ke Kejaksaan.

Simak berita ini dalam bahasa Indonesia di sini

BACA ARTIKEL LAINNYA... Suami-Istri Nikah di Kota Tandus Bantu Bisnis Lokal

Berita Terkait