Indonesia Masih Minim Tenaga Pelopor Perdamaian

Selasa, 16 Oktober 2018 – 16:07 WIB
Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos RI Harry Hikmat menyematkan rompi dukungan psikososial kepada salah satu peserta Bimbingan Teknik Pelopor Peramaian di Jakarta. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, pelopor perdamaian dituntut bisa mendeteksi segala potensi yang akan menimbulkan konflik sosial.

Untuk itu, Kementerian Sosial terus meningkatkan kapasitas dan kemampuan tenaga pelopor perdamaian agar bisa membangkitkan Indonesia yang damai di seluruh tanah air.

BACA JUGA: Kemensos Inventarisasi Penerima PKH Korban Bencana Sulteng

"Kami berikan pelatihan bagaimana Pelopor dapat mendeteksi potensi terjadinya konflik di daerah tempat mereka berada. Mereka harus bisa merangkul segala potensi lokal untuk mencegah terjadinya konflik," kata Harry Himat dalam siaran tertulisnya, Selasa (16/10).

Harry menjelaskan, bencana sosial yang terjadi di masyarakat mempunyai kompleksitas yang membutuhkan penanganan secara serius karena yang dihadapi adalah manusia. Berbagai kepentingan dan tujuan di masyarakat jika tidak dimediasi akan menimbulkan konflik sosial.

BACA JUGA: Anggaran untuk Bencana Hampir Habis

Untuk menjadi orang yang bisa menyelesaikan konflik, Pelopor Perdamaian dituntut bisa berpikir bukan dari satu sisi dirinya saja melainkan juga berpikir dari sisi kelompok yang dihadapi.

"Nah ini kan peran ganda. Tanpa mengabaikan prinsip-prinsip sebagai pekerja kemanusiaan. Ini harus ditanamkan kepada mereka," tambahnya.

BACA JUGA: Agar Efektif, Pemerintah Ubah Sistem Distribusi Bantuan

Keberadaan pelopor perdamaian, diakui Harry masih kurang mengingat luasnya wilayah kerja yang mereka hadapi. Kemensos sendiri mencatat hingga saat ini baru ada 1.454 anggota pelopor perdamaian.

"Dengan jumlah segitu tentu ini masih belum ideal. Idealnya satu kecamatan tiga pelopor perdamaian. Jika di Indonesia ada sekitar 7.000 kecamatan maka idealnya ada 21.000 pelopor perdamaian," tegasnya.

Selama ini, dalam menyelesaikan masalah sosial di masyarakat, Pelopor Perdamaian dibantu oleh pilar-pilar sosial lainnya seperti Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Taruna Siaga Bencana (TAGANA) dan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).

"Diperlukan kejelian dan inisiatif di tingkat grassroots bagi petugas pelopor perdamaian yang memiliki tanggung jawab dalam pemulihan sosial, upaya reintegrasi, menjaga kerukunan antar kelompok. Kami ingin meningkatkan kompetensi mereka agar lebih mampu menjalankan tugas di bidang pemulihan konflik sosial," tukasnya.

Diketahui, selama empat hari Kemensos melaksanakan kegiatan pemantapan kepada 425 tenaga pelopor perdamaian dari seluruh daerah. Dalam pemantapan para tenaga pelopor akan dipaparkan bagaimana merespon cepat persoalan sosial yang terjadi serta memahami karakter masyarakat.

"Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Tenaga Pelopor Perdamaian dan Petugas Layanan Dukungan Psikososial (LDP) baik kemampuan diri dan mutu jejaringnya dalam melaksanakan peran, tugas dan fungsi di masyarakat," papar Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Nurul Farijati. (mg7/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bansos Non Tunai, Inovasi Inklusi Keuangan Pertama di Dunia


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler