jpnn.com, JAKARTA - Investasi ke dalam negeri diyakini masih mengalir deras. Pada semester pertama lalu, realisasi investasi tercatat Rp 395,6 triliun atau tumbuh 9,4 persen secara year-on-year (yoy).
Angka tersebut lebih baik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 7,4 persen dengan realisasi investasi Rp 361,6 triliun.
BACA JUGA: Serikat Buruh Harapkan Investasi di Sektor Pelabuhan Kondusif
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dari 5,17 persen pada semester I 2018 menjadi 5,06 persen pada semester I tahun ini.
BACA JUGA: Didik Rachbini Beber Efek Positif dan Negatif Investasi Asing
BACA JUGA: Didik Rachbini Beber Efek Positif dan Negatif Investasi Asing
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyatakan, iklim investasi global memang lagi sulit.
Banyak investor yang menahan decision making dan membuat rencana-rencana baru akibat adanya perang dagang.
BACA JUGA: Ternyata Ini Alasan Perusahaan Asal Amerika Tertarik Buka Pabrik di Batam
Namun, Indonesia tak lantas tidak bisa mendapatkan hal yang baik dari kejadian tersebut.
’’Investasi di industri akan masuk karena Indonesia juga masih menarik di mata investor. Akan tetapi, memang kita saingan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Nah, itu yang harus kita pikirkan,’’ katanya akhir pekan kemarin.
Piter memaparkan, Indonesia masih berpeluang meraih investasi dari rencana-rencana relokasi pabrik. Baik dari Eropa, Amerika Serikat (AS), Tiongkok, maupun Eropa.
Beberapa industri padat karya juga telah berminat untuk masuk. Misalnya, industri baterai dan perakitan ponsel.
Selain itu, makin banyak investor yang masuk ke start-up dalam negeri. Artinya, Indonesia dipandang sebagai tujuan investasi yang menarik.
Namun, menurut Piter, agar realisasi investasi terus meningkat, perlu ada pembenahan di beberapa sektor.
Menurut Piter, kemudahan berusaha dan kualitas tenaga kerja menjadi kunci.
’’Jadi, bukan hanya insentif fiskal. Insentif tidak akan cukup menarik investor kalau reformasi di bidang mendasar lainnya tidak diperbaiki,’’ ujarnya.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengaku, target pertumbuhan investasi dalam lima tahun terakhir sangat tinggi. Yakni, hampir Rp 800 triliun.
Tidak mudah mencapai angka tersebut di tengah ketidakpastian ekonomi global. Apalagi, Indonesia masih berproses menjadi negara yang terbuka.
Sebab, dalam hasil penelitian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dari 60 negara yang disurvei, Indonesia adalah negara paling tertutup nomor tiga di dunia.
’’Negara-negara di dunia itu terbuka dulu, baru menjadi negara kaya. Bukan kaya dulu, baru terbuka terhadap investasi. Deregulasi-deregulasi bakal tetap kami jalankan supaya bisa menarik investasi ini,’’ jelas Thomas.
Menurut dia, banyak sektor yang dapat diandalkan untuk investasi di Indonesia. Di antaranya, sektor kesehatan, manufaktur, dan ekonomi digital. (rin/c14/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Indef: Investor Asing Bakal Kuasai Startup Lokal
Redaktur : Tim Redaksi